In Memorium Wina Armada Sukardi | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

In Memorium Wina Armada Sukardi

Ceknricek.com--Susah untuk menjelaskan bagaimana hubungan "pertemanan" antara aku dan wartawan senior Wina Armada Sukardi (66 tahun), yang sore ini kudapat kabar telah berpulang ke hadirat Allah SWT. Sebagai penulis produktif, selama bertahun tahun kami selalu berkomunikasi. Aku panggil beliau "pak". Sementara Pak Wina memanggilku "bung".

"Mohon berkenan bung untuk dimuat tulisan hamba,"ia biasa begitu saban mengirim artikel.

Dulu lewat perantara. Ya siapa lagi kalau bukan teman dekatnya, Pak H.Ilham Bintang. Tapi aku lupa bagaimana ceritanya, hingga beliau langsung mengirim ke nomor ponselku. Dari tulisan tulisannya, setidaknya kami jadi "akrab". Sering chat, baik terkait revisi naskah maupun foto yang dipakai sebagai ilustrasi tulisan.

Tapi -nah ini dia- anehnya ketika bertemu muka, kami jadi seperti dua orang asing. Maksudnya, aku tidak pernah ngobrol panjang. Bahkan tanya kabar pun tidak. Paling salim, menundukan kepala, dan aku segera beranjak. Entahlah. Ada rasa jengah, karena beda generasi yang amat jauh (selain beda maqom tentunya).

Selama Pak Wina masih sugeng, bisa dihitung dengan jari pertemuan langsung. Saat kantor mengadakan ulang tahun. Ketika ada pelatihan kritikus film. Terus waktu peluncuran buku tulisan Laksamana Sukardi -mantan Meneg BUMN- yang juga kakak kandungnya. Paling sering memang di acara Pak H. Ilham Bintang. Atau yang agak lama, saat aku datang ke rumahnya untuk menulis profil lengkap beliau.

Aku sebut beda maqom, karena sebagai jurnalis, beliau sudah tingkat "ayatullah" -pinjam istilah maqom ulama di Iran. Selain penulis beberapa buku hukum pers, novel, kritikus film, puisi, pemimpin redaksi sederet media massa, Pak Wina juga pernah jadi anggota Dewan Pers dan pengurus PWI Pusat. Ini yang bikin aku "minder" untuk berlama lama ngobrol.

Dari interaksi saat beliau mengirim tulisan banyak hal yang aku pelajari. Pertama, soal stamina menulisnya. Sungguh luar biasa. Pernah selama bulan Ramadhan, beliau menulis artikel tiap hari. Satu bulan penuh. Ini mengherankan aku. Karena perkara paling rumit dalam dunia tulis menulis adalah bagaimana cara mendapatkan ide.

Kedua, tentang keberagaman jenis tulisan. Pak Wina bisa menulis novel, puisi, artikel semi ilmiah (karena beliau ahli hukum), kritik film, tulisan sepakbola dan bulu tangkis, maupun cerita cerita "receh" yang menurutku kadang tidak terlalu penting. Tidak banyak wartawan yang bisa menulis banyak genre dengan hasil tulisan yang enak "dibacem" dan perlu. Dari tulisan tulisannya, tergambar betapa luas dan beragam bacaan bukunya.

Tentu saja ada kelemahan -kalau bisa disebut begitu. Karena menulisnya di ponsel, aku sebagai korektor naskahnya kudu hati hati, lantaran baluran typo kerap menganggu makna tulisan. Utamanya saat tulisan yang berbau protes -mungkin kecepatan menulisnya kalah dengan kecepatan berfikirnya. Beda dengan tulisan kolumnis lain seperti Ahmadi Thaha atau novelis Akmal Nassery Basral yang sangat "bersih".

Dari rangkuman interaksi, baca tulisan tulisannya plus melihat postingannya di sosial media, aku faham ia memang sudah layak disebut "suhu". Pak Wina adalah contoh lengkap seorang jurnalis ideal.Terampil menulis, kaya raya dan satu lagi -religius. Bukti keberlimpahan rejekinya dengan hobinya mengoleksi lukisan lukisan mahal, selain prinsipnya yang selalu didengungkan -haram menerima amplop dari nara sumber.

Dengan kondisi ideal seperti itu, semua gerak gerik, laku dan tingkahnya, didedikasikan untuk karya. Mungkin ini terjadi dan terkondisi, lantaran ayah dan kakeknya juga wartawan hebat dan kaya. Tak heran, Pak Wina sudah mulai mencintai dunia tulis menulis dari usia masih belia. Semua mengalir dan Pak Wina kuyup didalamnya, hingga nafas terakhir.

Saat grup WA kritikus film memberitakan ia sedang dirawat, jujur aku tak percaya. Selama ini, Pak Wina tak pernah mengeluh punya riwayat sakit jantung. Hingga kabar itu datang, saat Pak H.Ilham Bintang mengirim pesan. Wina Armada Sukardi meninggal dunia di Heartology Cardiovascular Hospital , Jakarta Selatan pada Kamis (3/7/25) pukul 15.59 WIB. Selamat jalan Pak Wina. Semoga Husnul Khotimah.....!

Meruya, 3 Juli 2025

#Penulis adalah jurnalis Ceknricek.com


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait