Ceknricek.com -- Enggartiasto Lukito makin terjepit. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus merangsek Menteri Perdagangan ini. Pada Senin (12/8) kemarin, sejumlah penyidik KPK menggeledah kantor Kementerian Perdagangan di Jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat. Mereka berada di sana selama dua setengah jam, dari pukul 17.20 WIB, sampai pukul 19.50 WIB. Dua koper berukuran besar mereka bawa keluar dari gedung. Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari KPK terkait isi koper itu.
Penggeledahan ini adalah kali kedua dan kemungkinan dalam kasus yang berbeda. Penggeledahan terkini diduga terkait kasus impor bawang putih. Sedangkan sebelumnya, dalam kasus impor gula rafinasi.
Sumber: MSN
Pada kasus izin impor bawang putih, KPK telah menetapkan enam tersangka. Mereka adalah tiga orang yang berperan sebagai pemberi dari pihak swasta yakni Chandry Suanda, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar. Tiga orang lainnya berperan sebagai penerima yakni I Nyoman Dhamantra anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi PDIP, Mirawati Basri yang merupakan orang kepercayaan I Nyoman, dan Elviyanto dari pihak swasta.
Nyoman. Sumber: suara
Baca Juga: Kena OTT KPK Total Kekayaan I Nyoman Dhamantra Rp25,189 Miliar
Lembaga anti korupsi ini menemukan ada alokasi pemberian fee sebanyak Rp1.700-1.800 untuk setiap kilogram bawang putih yang diimpor ke Indonesia. Sedangkan kuota yang diurus dalam impor ini ada 20 juta kilogram bawang putih.
Impor bawang putih selama ini diatur berdasarkan kuota melibatkan banyak perusahaan. Kementan punya peran memberikan rekomendasi impor produk hortikultura, dan kemendag jadi pihak yang mengeluarkan izin impor.
Di sinilah posisi Enggar berada. Kendati demikian, Enggar membantah keterlibatan dirinya dalam kasus suap-suapan ini. "Saya enggak tahu, belum tahu,” katanya, Jumat (9/8). Kendati demikian, Enggar mengakui, proses perizinan impor semestinya menjadi kewenangan pihaknya di Kemendag.
Mangkir
Jika Enggar sampai terlibat dalam kasus impor bawang putih ini, maka kian bertambah kasus yang bakal ditimpakan kepada kader Partai Nasdem ini. Pada saat ini, Enggar juga diduga ikut terlibat dalam kasus impor gula rafinasi. KPK telah menetapkan Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka, dan Enggar sebagai saksi. Sudah tiga kali KPK memanggil Enggar untuk kasus tersebut. Namun ia selalu mangkir. Panggilan pertama dilakukan pada 2 Juli 2019. Ia tidak hadir dengan alasan sedang di luar negeri. Panggilan kedua pada 8 Juli 2019 dan ia kembali tidak hadir dengan alasan menjalankan tugas lain. Nah, yang terakhir 18 Juli lalu. Ini kali dia juga tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas.
Bowo Sidik. Sumber: beritagar
KPK cukup gemas dengan sikap Enggar itu. Sebab, semestinya, sebagai pejabat publik ia dapat memberikan contoh kepatuhan terhadap hukum. "Perlu diingat, kehadiran sebagai saksi adalah kewajiban hukum, sehingga semestinya ini menjadi prioritas," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, 18 Juli lalu.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Bowo Sidik Pangarso menjadi tersangka penerima suap dari bagian pemasaran PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti. KPK menyangka Bowo menerima Rp2,5 miliar untuk membantu perusahaan kapal itu memperoleh kontrak kerja sama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia.
Baca Juga: Lagi-lagi Mafia Pangan
Dalam proses penyidikan kasus tersebut, KPK menyita Rp6,5 miliar dari kantor perusahaan Bowo, PT Inersia di Pejaten, Jakarta Selatan. Uang tersebut disita dalam 400 ribu amplop yang disiapkan Bowo untuk serangan fajar pada Pemilu 2019. KPK menduga uang tersebut berasal dari tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jabatan Bowo sebagai anggota DPR Komisi IV.
Sampai di sini kasus gula rafinasi belum muncul. Namun kepada penyidik, Bowo mengatakan salah satu sumber uang Rp6,5 miliar itu berasal dari Enggartiasto. Enggar diduga memberikan Rp2 miliar dalam bentuk Dolar Singapura melalui utusannya pada pertengahan 2017. Bowo mengatakan, Enggar memberikan uang untuk mengamankan Permendag Gula Rafinasi yang berlaku pada Juni 2017. Saat itu, Bowo merupakan salah satu pimpinan Komisi VI yang bermitra dengan Kemendag.
Enggar membantah telah memberikan uang kepada politikus Partai Golkar tersebut. “Apa urusannya kasih duit? Saya yakin enggak ada, dia dari Golkar saya dari NasDem,” kata Enggar di Istana Negara, Jakarta, Senin, 29 April 2019.
Enggar. Sumber: Indonesia Inside
Bantahan Enggar kepada pers itu jelas tidak penting bagi KPK. Ia harus menyampaikan bantahan pada saat diperiksa penyidik. Tapi gaya Enggar malah mirip terpidana kasus KTP Elektronik, Setya Novanto: menghindari panggilan KPK. Setnov, saat mangkir panggilan KPK juga sebagai saksi. Akhirnya, KPK menetapkan Ketua DPR itu sebagai tersangka. Pengadilan memutus dia bersalah, lalu diinapkan di LP Sukamiskin, Bandung sampai sekarang.
Persoalan kasus yang melibatkan pria yang terlahir sebagai Loe Joe Eng ini agak maju mundur. Ada kesan KPK tak berdaya menghadapi pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, pada 1951 tersebut. Inilah yang membuat ekonom senior, Rizal Ramli, penasaran.
Sumber: Finroll
"KPK tiga bulan yang lalu sudah gerebek kantor Enggar, ketemu bukti-bukti memo-memo tentang gula. Nah, saya memang bertanya-tanya, kok KPK bisa-bisanya orang ketika tiga kali dipanggil gak datang kok diam saja? Kok nyalinya cuma segitu. Kok sama yang lain berani gitu loh, ada apa?," tandasnya. Saking kesalnya, Rizal pun mengejek KPK. Dia menyebut lembaga antirasuah itu tak bernyali.
Menurut mantan Menko Perekonomian dan Menko Kemaritiman itu, sangat yakin Enggar melakukan tindak pidana korupsi. "Delapan bulan lalu saya ajukan kasus permainan ugal-ugalan ini ke KPK, bukti-buktinya dalam kasus bawang, dalam kasus gula, pasal-pasalnya semuanya," ucapnya.
Di sisi lain, Rizal menilai korupsi yang diungkap KPK tersebut levelnya masih kecil. "Sampai titik ini KPK baru nangkep yang soal bawang doang, ini mah masih kecil nih. Ada lagi yang lebih besar, gula lebih gede. Saya bingung kok malah bawang putih yang digedein gitu. Karena gula nih lebih gede lagi, belum garam," tegas Rizal.
Baca Juga: Mengapa Banyak Tikus di BUMN?
Kendati demikian, terungkapnya kasus terbaru itu, telah menghidangkan menu ke publik bahwa impor pangan lekat dengan mafia dan pejabat pemburu rente. Terlepas dari sanggahan Enggar itu, jauh sebelum kasus Bowo maupun Nyoman terbongkar, sejumlah ekonom sudah menanamkan kecurigaan terhadap Enggar. Soalnya, kader Partai Golkar yang kini bernaung di bawah Partai Nasdem itu gemar membuka keran impor pangan, bahkan ketika panen tiba.
Pada era kepemimpinan Enggar, Kementerian Perdagangan memang cukup banyak mengeluarkan izin impor. Menurut data Badan Pusat Statistik, nilai impor semester pertama 2018, misalnya, mencapai US$89,05 miliar atau meningkat 23,15% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
"Kita harap di era Jokowi ini dilibaslah, orang-orang yang membuat gerak ekonomi lamban," ujar ekonom Faisal Basri mengarahkan telunjuknya ke tiga nama menteri, salah satunya Enggar. Ia menganggap orang-orang ini sebagai lemak di dalam tubuh yang membuat gerak seseorang menjadi lamban. Dua menteri lainnya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN, Rini Soemarno.
Belakangan naga-naganya pedang KPK telah mengarah ke Jalan Ridwan Rais Jakarta. Benarkah, ini akan menjadi akhir karier Enggar di dunia politik? Kita tunggu saja apa yang akan dilakukan KPK selanjutnya.
BACA JUGA: Cek Berita SELEBRITI, Informasi Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.