Ceknricek.com -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengkritik Peraturan Menteri (Permen) tentang penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan food estate bakal meminggirkan rakyat dan memicu terjadinya konflik di Indonesia.
“Lahirnya Permen ini semakin menegaskan muka jahat program Food Estate. Pada prinsipnya, Food Estate merupakan konsep yang mendorong pertanian skala besar dengan mengandalkan kolaborasi negara dan investasi. Sederhananya, Food Estate merupakan konsep pertanian tanpa petani,” kata Nur Hidayati, Direktur Eksekutif National WALHI dalam siaran tertulis Senin, (16/11/20).
Menurut Yaya, sapaan akrabnya, Permen ini justru menambah varian perizinan baru di kawasan hutan. Ia menyebut laju penebangan hutan alam akan menjadi konsekuensi logis dari Permen ini.
Pengecualian kewajiban pembayaran provisi sumber daya hutan (PSDH) dan/atau Dana Reboisasi (DR) juga menjadi catatan penting bahwa negara semakin memperlihatkan keberpihakannya pada investasi.
“Peraturan Menteri LHK 24/2020 akan memperbesar ketimpangan penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan Indonesia,”tulisnya.
Peaturan Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan Indonesia bernomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020, tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate. Menurut pasal 3 ayat (1) dan (2), Kawasan hutan diperbolehkan untuk pembanguan food estate dalam mendukung ketahanan pangan melalui mekanisme perubahan peruntukan kawasan hutan (PPKH) yang ditetapkan oleh menteri.
Menurut pasal tersebut penetapan PPKH diajukan oleh menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati/walikota, atau kepela badan otoritas yang ditugaskan khusus oleh pemerintah. Peraturan itu diteken oleh Menteri Siti Nurbaya pada 26 Oktober lalu dan diundangkan pada 2 November.
Dia menilai bahwa permen tersebuh akan memperbesar ketimpangan penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan Indonesia. Yaya menjelaskan hingga saat ini 33,45 juta hektar atau 26,57% kawasan hutan telah dikapling untuk kepentingan bisnis korporasi.
“Dalam waktu 20 tahun belakangan, tercatat lebih dari 26 juta hektar kawasan hutan dilepaskan untuk kepentingan bisnis. Penerbitan Permen LHK 24/2020 akan membuka ruang penguasaan investasi melalui skema kolaborasi negara dan korporasi,” tulisnya.
Permen ini sendiri menurutnya mengatur dua skema penyediaan kawasan hutan untuk kepentingan Food Estate, yaitu melalui skema pertama, yaitu perubahan peruntukan kawasan hutan; dan kedua, penetapan kawasan hutan untuk ketahanan pangan.
Dia menilai, paska disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja/CILAKA (UU 11/2020), munculnya aturan seperti P.24 tentu akan makin mempercepat eksploitasi lingkungan hidup dan deforestasi di Indonesia.
Lebih lanjut Yaya mengatakan setidaknya ada 3 alasan mendasar mengapa pelepasan kawasan hutan untuk Food Estate justru akan menambah masalah dikawasan hutan Indonesia.
Pertama, justru akan mempercepat laju deforestasi dan merusak lingkungan hidup, dalam prakteknya dan pengalaman selama ini, pelepasan kawasan hutan seringkali berujung pada kerusakan lingkungan hidup. Praktek tersebut bisa dilihat dari pengalaman selama ini, sejak proyek PLG di Kalimantan, hingga MIFEE di Papua.
“Kedua, meminggirkan rakyat dan berpotensi konflik. Pendekatan korporasi dalam skala luas, terlebih dalam konteks P.24 yang tidak memasukkan skema pengelolaan rakyat, justru memperpanjang ancaman potensi konflik. Seharusnya negara mengembalikan urusan pangan pada petani, terlebih capaian TORA dan PS selama ini tidak signifikan”, tulisnya.
Dan ketiga, imbuh Yaya Permen ini bakal menambah ancaman dan kerugian negara. Dalam catatannya, proyek-proyek food estate justru menimbulkan banyak kerugian negara seperti proyek PLG yang setidaknya menyedot APBN hingga 1,6 triliun dan berganti menjadi perkebunan sawit.
“Ironisnya proyek ini dibangun dengan menggunakan Dana Reboisasi (DR) yang diperuntukkan bagi pemulihan hutan. Hingga catatan BPK atas MoU Kementan-TNI dalam cetak sawah yang meninggalkan banyak catatan, dari pemborosan, ketidaksesuaian lokasi, hingga memotong Kawasan Lindung,” tandas Yaya.
Baca juga: Luhut Undang Singapura Masuk Proyek Mangrove Hingga Food Estate
Baca juga: Walhi: Pelanggaran Hak atas Lingkungan Adalah Kejahatan Serius