Ceknricek.com - Produk eskpor Indonesia berupa aluminium ekstrusi yang dikirim ke Australia telah dibebaskan dari ancaman perluasan pengenaan Bea Masuk Antidumping (BMAD) Australia. Otoritas Australia dalam penyelidikannya tidak menemukan bukti yang cukup tentangan indikasi yang melibatkan Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan memaparkan, keputusan itu berdasarkan Laporan Final yang dirilis 29 Oktober 2018.
"Sepanjang proses penyelidikan, Otoritas Australia tidak menemukan cukup bukti adanya indikasi yang melibatkan Indonesia. Kami mengapresiasi Otoritas Australia atas hasil yang obyektif serta para eksportir dan asosiasi terkait yang telah bersikap kooperatif terhadap penyelidikan dalam menjalin sinergisme dengan Pemerintah selama mengawal kasus ini," ucap Nurwan, melalui keterangan tertulis yang diterima ceknricek, Selasa (6/11).
Oke memaparkan, pemerintah berfokus terhadap penyelidikan dan melakukan berbagai upaya penanganan. Hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa Indonesia bukan negara transit impor aluminium ekstrusi Australia dari China. Indonesia ingin menghindari pengenaan BMAD seperti China yang telah dikenakan Australia sejak tahun 2010, dengan besaran BMAD 2,7%–25,7% dan Countervailing Duty (CVD) sebesar 3,8%–18,4%.
"Seluruh elemen industri di Indonesia perlu mewaspadai segala modus operasi praktik pengalihan, baik yang diterima oleh Indonesia maupun melalui Indonesia ke negara lain. Hal ini karena praktik ilegal tersebut dapat merugikan Indonesia," imbuh Nurwan.
Pemerintah mendorong pelaku ekspor aluminium ekstrusi Indonesia untuk mengisi dan menyampaikan kuesioner otoritas. Tak hanya itu, pemerintah juga mengunjungi Otoritas Australia untuk berkonsultasi dan bekerja sama.
“Kami secara khusus mengirim tim delegasi yang terdiri atas Kementerian Perdagangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertemu dengan Otoritas Australia untuk menyampaikan data dan informasi yang dibutuhkan guna menyelidiki praktik ini sampai tuntas,” ungkap Nurwan.
Sebelumnya, Kemendag melakukan pertemuan dan koordinasi langsung dengan para produsen aluminium ekstrusi yang melakukan ekspor ke Australia. Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menyatakan bahwa hasil penyelidikan sesuai fakta di lapangan.
"Dari awal kami sudah yakin bahwa Indonesia tidak terlibat. Para produsen menyatakan tidak melakukan praktik tersebut karena mampu memproduksi barang tanpa harus melakukan importasi dari China. Temuan inilah yang kami tekankan kepada Australia," kata Pradnyawati.
Hasil penyelidikan positif membuat Kemendag optimis dengan kinerja ekspor produk aluminium ekstrusi ke Australia mendatang.
“Kami optimis ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke Australia akan meningkat. Tentunya dengan cara yang benar,” pungkas Pradnyawati.
Sebelumnya, berdasarkan aduan dari industri dalam negeri, terdapat aktivitas pengalihan dalam bentuk penghindara BMAD impor aluminium ekstrusi dari China. Melalui cara pindah kapal (transhipment), beberapa negara yang terbebas dari pengenaan BMAD Australia seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina diduga terlibat. Otoritas Australia melakukan penyelidikan sejak 16 Oktober 2017 untuk mengungkap keterlibatan negara-negara tersebut. Akhirnya, berdasarkan hasil penyelidikan, Indonesia dinyatakan tidak terlibat.
Selama 6 bulan pertama tahun 2018, Indonesia telah mencatatkan nilai ekspor aluminium ekstrusi ke Australia sebesar US$ 6 juta. Sepanjang 2017, tercatat nilai ekspor komoditas itu sebesar US$ 10,5 juta.