Ceknricek.com -- Berdasarkan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para ahli pemerintah Indonesia secara bertahap terus menggencarkan program vaksinasi Covid-19 untuk menciptakan kekebalan kelompok.
Vaksinasi sendiri merupakan upaya tambahan untuk melindungi seseorang dari potensi penularan Covid-19, sehingga protokol kesehatan mutlak tetap dilakukan untuk memberikan perlindungan yang optimal.
Hingga Minggu, (21/11/21) Satgas Covid-19 mencatat tahap pertama vaksinasi Covid-19 telah mencapai 134.418.286 dosis, tahap kedua mencapai 89.220.341 dosis dan vaksinasi tahap ketiga mencapai 1.205.846 dosis.
Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan meski pemerintah terus mempercepat pelaksanaan vaksinasi, namun tidak menutup kemungkinan akan terjadi tantangan di tengah jalan, misalnya terkait dengan stok ketersediaan vaksin atau tingginya antusiasme masyarakat.
Menyikapi hal tersebut dia pun menghimbau masyarakat untuk tidak khawatir apabila sedikit terlambat dalam menerima vaksin Covid-19 dosis kedua.
“Keterlambatan penyuntikan vaksin dosis kedua selama masih dalam interval yang direkomendasikan para ahli, masih aman dan tidak akan mengurangi efektivitas vaksin pertama sehingga antibodi kita masih dapat terbentuk dengan optimal melawan virus Covid-19,” katanya dikutip dari laman Kemenkes.
Apa yang Dilakukan Jika Terlambat Vaksin Dosis Kedua?
Vaksinolog dr Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, dikutip dari laman Antara menerangkan bahwa masyarakat perlu menyadari saat ini stok vaksin Covid-19 datang bertahap.
"Sekarang stok vaksin Covid-19 tidak banyak dan datang secara bertahap. Kondisi inilah yang membuat pemerintah memprioritaskan vaksinasi dosis pertama terlebih dahulu. Dengan vaksinasi dosis pertama, diharapkan seseorang sudah punya antibodi walau belum optimal," kata dokter yang berpraktik di Omni Hospital Pulomas dan RS Menteng Mitra Afia tersebut.
Dalam sudut pandang keilmuan, dr Dirga mencoba memberikan pengertian bahwa apa yang dilakukan pemerintah saat ini agar di kalangan masyarakat tercipta perlindungan di level tertentu meski belum mendapat vaksinasi lengkap dua kali. Setelah itu secara bertahap sesuai dengan ketersediaan vaksin, barulah dilengkapi dengan vaksin dosis kedua.
"Tentunya ini berpengaruh terhadap proteksi yang ditimbulkan antibodi tubuh, karena seseorang akan terlindungi secara menyeluruh ketika sudah lengkap mendapatkan vaksin," kata dr Dirga.
Hanya saja jarak waktu pemberian vaksin dosis kedua memang cukup lama seperti Sinovac yang memakan waktu 28 hari setelah vaksin dosis pertama diberikan, AstraZeneca 8-12 minggu, dan Sinopharm 21 hari, yang rata-rata pemberian dosis mencapai tiga minggu lebih.
"Prinsipnya memang interval pemberian yang terbaik adalah tepat waktu. Namun apabila telat seminggu bahkan sampai tiga minggu dari jadwalnya, itu tidak masalah. Bahkan penelitian di negara lain, contohnya AstraZeneca dan Pfizer, ternyata membuktikan ketika interval waktu pemberiannya diperpanjang, efektivitasnya makin baik," kata dr Dirga.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, bila dosis kedua diberikan tertunda lebih dari empat minggu, maka harus vaksin diberikan secepatnya bila sudah memungkinkan. Seseorang yang terlambat mendapatkan suntikan dosis kedua, tak perlu mengulang dosis pertama bila mendapatkan dosis kedua kurang dari dua pekan setelah dosis pertama.
Sementara itu, terkait antibodi yang didapatkan, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menyatakan, penelitian tentang perpanjangan interval vaksinasi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada titer antibodi akhir orang yang divaksin.Menurut PAPDI, seseorang tidak perlu memulai ulang dosis vaksin atau menambahkan dosis gara-gara interval yang diperpanjang.
Meski keterlambatan vaksinasi dosis kedua masih dibilang aman, namun menurut pakar sejatinya tidak disarankan seseorang untuk menunda vaksinasi dosis kedua, karena pemberian dosis vaksin yang terbaik adalah tepat waktu.
Editor: Ariful Hakim