Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai tahun 2019 merupakan tahun yang penuh dinamika dan memiliki sejumlah tantangan. Hal ini berdampak terhadap kinerja perusahaan yang tercatat di BEI maupun terhadap pergerakan IHSG di sepanjang tahun 2019.
Meski demikian, BEI mengklaim telah berhasil mencatatkan sejumlah pencapaian yang membanggakan bagi kemajuan Pasar Modal Indonesia. Salah satunya adalah peningkatan jumlah investor saham yang meningkat 30 persen menjadi 1,1 juta investor saham berdasarkan Single Investor Identification (SID).
"Sampai saat ini jumlah total investor di Pasar Modal meliputi investor saham, reksa dana, dan surat utang telah mencapai 2,48 juta investor (SID) atau naik lebih dari 50 persen dari tahun 2018 yakni sebanyak 1,62 juta investor," kata Direktur Utama BEI Inarno Djajadi di Jakarta, Senin (30/12) seperti dilansir Antara.
Sumber: Antara
Sepanjang tahun 2019, terdapat 55 Perusahaan Tercatat saham baru, dan merupakan aktivitas pencatatan saham baru (IPO saham) tertinggi di antara bursa-bursa di kawasan Asia Tenggara, serta yang ketujuh di dunia. Total jumlah Perusahaan Tercatat saham di BEI di penghujung tahun 2019 mencapai 668 perusahaan.
"Growth kita tertinggi, selama lima tahun terakhir Indonesia urutan pertama dari growth. Jadi pencapaian 55 emiten baru ini sudah luar biasa. Adapun total fund raising dari 55 emiten tersebut mencapai Rp14,7 triliun," ucap Inarno.
Sepanjang 2019, aktivitas pencatatan efek di BEI di tahun 2019 juga diikuti oleh 14 pencatatan Exchange Traded Fund (ETF) baru, 2 Efek Beragun Aset (EBA), 2 Obligasi Korporasi Baru (diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat yang baru pertama kali mencatatkan efeknya di bursa), 2 Dana Investasi Real Estate Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DIRE-KIK) dan 1 Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA).
"Dengan demikian, terdapat 76 pencatatan efek baru di BEI sepanjang tahun 2019, atau melebihi dari target 75 pencatatan efek baru yang direncanakan," kata Inarno.
Sumber: IDX
Dari rata-rata frekuensi, aktivitas perdagangan BEI di tahun 2019 mengalami peningkatan dan tumbuh 21 persen menjadi 469 ribu kali per hari dan menjadikan likuiditas perdagangan saham BEI lebih tinggi diantara Bursa-bursa lainnya di kawasan Asia Tenggara. Di periode yang sama, Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) turut meningkat 7 persen menjadi Rp9,1 triliun dibandingkan tahun 2018 yang sebesar Rp8,5 triliun.
Pada hari terakhir perdagangan, IHSG ditutup pada level 6.299,54 atau turun 29,78 poin (0,47 persen) dari nilai perdagangan sehari sebelumnya. Selama setahun (year to date atau ytd), IHSG mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen jika dibandingkan dengan nilai IHSG pada penutupan 2018.
Dari 36 indeks bursa dunia sebagai pembanding, nilai pertumbuhan IHSG ini tercatat sebagai yang tertinggi keempat di pasar ASEAN. Pertumbuhan tertinggi di ASEAN dibukukan oleh bursa Vietnam, dimana VN-Index tumbuh 8,12 persen (ytd).
Sumber: IDX
Adapun di Asia, Indonesia menempati peringkat ke-11, dimana tingkat pertumbuhan indeks pasar modal tertinggi di Asia dibukukan oleh Taiwan, dimana indeks TAIEX tumbuh 23,91 persen secara year to date. Sementara untuk di dunia, Indonesia menempati peringkat 31, dan posisi pertama diduduki oleh Argentina dimana indeks MERVAL tumbuh 37,6 persen.
Baca Juga: Tutup Tahun, IHSG Ditutup Melemah, Rupiah Perkasa
Sepanjang 2019 ini, BEI juga memberikan dukungan insentif untuk meningkatkan likuiditas transaksi ETF di pasar sekunder, peluncuran indeks baru sebagai acuan investasi yakni IDX Value 30 & Growth 30, dan terakhir BEI telah mengimplementasikan protokol perdagangan berstandar global yakni FIX 5, ITCH & OUCH pada 2 Desember lalu.
"Seluruh pencapaian tersebut tidak lepas dari kerja keras dan sinergi dari seluruh pelaku industri Pasar Modal Indonesia, serta dukungan dari berbagai kebijakan strategis yang telah diluncurkan oleh OJK dan Pemerintah RI," kata Inarno.
BACA JUGA: Cek HEADLINE Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini