Ceknricek.com -- Membuka situs Google hari ini, Senin (16/9), seolah memutar memori kolektif publik pada sosok penyanyi legendaris Indonesia, Chrisye, yang dijadikan sebagai Google Doodle.
Google Doodle menyematkan karikatur Chrisye di halaman muka sebagai bentuk penghormatan terhadap musisi tersebut yang hari ini merayakan ulang tahunnya yang ke-70.
Bermula dari Pemain Bas
Chrisye lahir di Jakarta pada 16 September 1949. Nama lengkapnya Christian Rahadi, yang kemudian berubah jadi Chrismansyah Rahadi. Orang tuanya adalah Laurens Rahadi dan Hana Rahadi.
Sejak muda Chrisye sudah tertarik musik. Hal ini bermula saat keluarganya pindah ke Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat pada 1954. Di sana ia bertetangga dengan keluarga Gauri Nasution dan sering memainkan gitar dan bernyanyi bersama.
Di sini, Chrisye kemudian belajar bas, karena menurutnya alat musik itu paling mudah dimainkan. Singkat cerita, keluarga itu pun membentuk band bernama Sabda Nada. Chrisye masuk pada 1969, menggantikan pemain basnya yang tengah sakit.
Sumber: Merahputih
Kemampuan Chrisye memainkan bas dianggap cukup mumpuni dan memuaskan, hingga ia pun diangkat sebagai pemain tetap. Mereka pun sering manggung di klub Mini Disko yang terletak di Jalan Juanda. Beberapa kali pula Chrisye diminta untuk menyanyi.
Dalam buku Musisiku (2007), formasi grup yang pada 1969 berubah namanya menjadi Gipsy ini adalah Chrisye (bas), Keenan Nasution (drum), Gauri Nasution (gitar), Tammy Daudsyah (flute dan saks), Atut Harahap (vokal), dan Onan Soesilo yang menggantikan Pontjo di organ.
Pada 1973, setelah mengambil cuti beberapa lama, dia mengikuti band tersebut ke New York untuk main musik. Sempat pulang ke Indonesia, dia kembali ke New York dengan band lain, The Pro's.
Sekembali ke Indonesia pada 1976, Chrisye kemudian bekerja sama dengan Gipsy dan Guruh Soekarnoputra untuk merekam album indie Guruh Gipsy. Mereka memainkan musik rock progresif ala Emerson, Lake & Palmer yang dibungkus dengan musik gamelan Bali dalam proyek ini. Chrisye dalam proyek tersebut menyanyikan lagu Chopin Larung dan Smaradhana.
Album ini mendapat sambutan baik dari kritikus. Respons tersebut membuat Chrisye yakin bahwa dirinya bisa bernyanyi dan dinikmati oleh penggemar maupun kritikus.
Sukses di Lilin-Lilin Kecil
Setelah keberhasilan Guruh Gipsy, pada 1977 Chrisye menghasilkan salah satu karya terbaiknya, Lilin-Lilin Kecil. Lagu ini pada awalnya diciptakan James F Sundah untuk ajang Lomba Cipta Lagu Remaja 1977 yang dibuat oleh Radio Prambors.
Album LCLR 1977 jadi album paling laris tahun itu. Kesuksesan ini membuat Chrisye makin mantap menapaki jalur sebagai penyanyi. Kelak, Rolling Stone Indonesia, memasukkan lagu ini di peringkat 13 dalam daftar 150 Lagu Indonesia Terbaik.
Sumber: Poskota
Baca Juga: Google Doodle Peringati Hari Lahir Chrisye
Satu tahun kemudian, Label Pramaqua Records yang melihat potensi Chrisye menawarinya untuk membuat album. Ia setuju dan mengajak musisi kelas wahid seperti Yockie Suryoprayogo, Ian Antono, dan Teddy Sujaya hingga menghasilkan album Jurang Pemisah.
Meski album ini dahsyat secara kualitas, namun penjualannya dianggap gagal. Dalam autobiografinya, Chrisye menyebut album ini, "hangat-hangat tahi ayam, dan tidak mencapai ledakan yang diharapkan."
Tidak berhenti di sana, mereka kemudian melakukan kolaborasi ketika sutradara Eros Djarot mengajak mereka semua mengisi musik latar film Badai Pasti Berlalu. Chrisye pun menggarapnya dengan tenang dan tidak terburu-buru.
Sumber: Aquarius
Di album ini, ia menciptakan lagu Merepih Alam yang diisi Chrisye dan Berlian Hutauruk (vokal), Fariz R.M (drum), Yockie (kibor), Keenan (drum), dan Debby Nasution (kibor). Tahun 1977, album ini pun dirilis, tak dinyana, pasar menyambutnya dengan hangat.
Dikutip dari Tirto, Chrisye menyebut album ini dengan istilah: meledak di pasaran! Banyak lagu dari album itu diputar terus menerus di radio, termasuk Merepih Alam ciptaannya.
Apa yang diucapkan Chrisye memang bukanlah bualan belaka. Tiga dekade kemudian, majalah Rolling Stone Indonesia membuat senarai 150 Album Indonesia Terbaik. Peringkat satunya adalah Badai Pasti Berlalu.
Akhir Hayat
Pada bulan Juli 2005, Chrisye dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah karena sesak nafas. Setelah 13 hari dirawat, dia dipindahkan ke Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura. Ia didiagnosis mengidap kanker paru-paru.
Kesehatan Chrisye membaik pada tahun 2006 dan dia merasa cukup kuat untuk mengikuti wawancara panjang dengan Alberthiene Endah pada Mei dan November 2006.
Sumber: Jayakartanews
Chrisye juga masih menghasilkan dua album kompilasi, Chrisye by Request dan Chrisye Duets. Namun, pada awal Februari 2007 kondisi fisiknya kembali memburuk.
Pada 30 Maret 2007, Chrisye meninggal pada pukul 04:08 WIB di rumahnya di Cipete, Jakarta Selatan. Dia dikebumikan di TPU Jeruk Purut hari itu juga.
Seratus hari setelah meninggalnya Chrisye, Musica mengeluarkan dua album kompilasi. Album ini, dengan judul Chrisye in Memoriam –Greatest Hits dan Chrisye in Memoriam– Everlasting Hits, termasuk empat belas lagu per keping dari sepanjang kariernya bersama Musica.
BACA JUGA: Cek Berita FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.