Din Syamsuddin di New York: Krisis Lingkungan Hidup adalah Krisis Moral | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Din Syamsuddin di New York: Krisis Lingkungan Hidup adalah Krisis Moral

Ceknricek.com -- Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin hadir dalam pertemuan Multi-Religious Partnership for Peace and Development, yang diselenggarakan oleh Religions for Peace (RfP), di New York, Amerika Serikat, Rabu (11/12) - Kamis (12/12) waktu setempat. Pertemuan dihadiri sekitar 250 tokoh berbagai agama dan pegiat perdamaian dunia dari berbagai negara.

Din Syamsuddin hadir sebagai Anggota International Council RfP dan President-Moderator Asian Conference on Religions for Peace (ACRP). Pertemuan dua hari tersebut merupakan kelanjutan World Assembly dari RfP di Lindau, Jerman, Agustus 2019 lalu, yang membahas isu-isu pencegahan dan transformasi konflik, solusi kerusakan lingkungan hidup, pengembangan kolaborasi lintas agama.

Dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat (13/12), Din Syamsuddin tampil pada hari pertama sebagai moderator sesi tentang kerusakan lingkungan hidup dan solusi perubahan iklim. Dalam pengantarnya, Din Syamsuddin menegaskan bahwa masalah kerusakan lingkungan hidup telah sampai pada tahap krisis yang serius. Hal ini ditandai dengan terjadi perubahan iklim dan pemanasan global yang melanda dunia terakhir ini, serta berbagai bencana alam yang terjadi beruntun di berbagai belahan dunia. 

Menurut Din,  krisis lingkungan hidup tersebut berdimensi banyak, namun sejatinya bersifat krisis moral. Memang banyak faktor picu terhadap terjadinya krisis lingkungan hidup, dari wawasan dan gaya hidup manusia modern hingga kebijakan negara dan kekerasan pemodal (capital violence), namun yang tidak bisa diingkari adalah pandangan moral manusia terhadap alam yang keliru. 

Din Syamsuddin di New York: Krisis Lingkungan Hidup adalah Krisis Moral
Sumber: Istimewa

Banyak manusia modern, lanjut Din  yang menjabat sebagai Ketua Pengarah Siaga Bumi (Indonesia Bergerak Selamatkan Bumi), memandang alam lebih sebagai obyek dari pada subyek. Akibatnya, terhadap alam manusia lebih tampil sebagai perusak tinimbang pengembang. Padahal agama, menurut Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini, mengajarkan bhw alam, yang disebut Al-Qur’an sebagai “thabi’ah”, mengandung arti subyek bukan obyek (“mathbu’). Maka Islam mengajarkan agar manusia memuliakan alam sebagai ciptaan Tuhan yang juga memiliki jiwa. Sebagian dari alam dapat dijadikan sebagai bahan pendukung kehidupan, namun secara keseluruhan alam ada ranah padanya umat manusia membangun peradaban. Inilah yg disebut sebagai “Khilafah Peradaban” yang merupakan misi penciptaan manusia, jelas Guru Besar Politik Islam Global UIN Jakarta ini.

Pada konperensi di New York Din Syamsuddin juga berbagi pengalaman dari Indonesia tentang kolaborasi lintas agama untuk pemuliaan lingkungan hidup, dan pemeliharaan hutan. Pada 2014 Din Syamsuddin bersama para tokoh lintas agama yang bergabung dalam Inter Religious Council/ IRC Indonesia mengambil prakarsa pembentukan Indonesia Bergerak Selamatkan Bumi (Siaga Bumi), yang merupakan kolaborasi umat berbagai agama untuk pemuliaan lingkungan hidup. 

Baca Juga: Din Syamsuddin Hadiri Konferensi Toleransi di Abu Dhabi

Siaga Bumi sejak tiga tahun terakhir mengupayakan adanya eco-rumah ibadat (baik eco masjid, eco gereja, eco pura, eco vihara, dan eco klenteng).  Begitu pula, pada Oktober 2018 Siaga Bumi bersama para LSM LH lainnya mempelopori suatu kolaborasi baru yaitu Kolaborasi Agama-Agama utk Pelestarian Hutan Tropis (Multi-Faith Collaboration for Rainforest Protection). Kegiatan ini menarik perhatian dunia untuk mendukungnya, seperti dari Lembaga Lingkungan Hidup PBB (UNEP), Green Faiths, Religions for Peace, dan Noewegian Environmental Foundation. 

Mereka memiliki keprihatinan yang sama akan pentingnya penyelamatan sparu-paru dunia yakni Indonesia, Brazilia, Peru, dan Kongo. Gerakan yg dipimpin Siaga Bumi dan AMAN (Asosiasi Masyarakat Adat Nusantara) ini diharapkan segera menjadi kenyataan. Pengalaman dari Indonesia mendapat sambutan dan penghargaan positif dari para peserta, dan diharapkan dapat menjadi model dari kolaborasi agama-agama dalam penanggulangan masalah-masalah kemanusiaan.

BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait