Ceknricek.com -- Anda pengguna dari aplikasi OVO? Aplikasi smart yang diklaim memberikan kemudahan dalam bertransaksi ini disebut-sebut telah menjadi startup unicorn ke-5 di Indonesia. Unicorn sendiri ialah perusahaan rintisan (startup) yang memiliki valuasi US$1 miliar.
Hal ini tertuang dalam laporan CB Insights, The Global Unicorn Club (2019), yang menyebut OVO memiliki valuasi US$2,9 miliar. Meski demikian, sudah menjadi rahasia umum bahwa perusahaan ini juga masih mencatatkan kerugian atau yang pada bahasa umumnya disebut proses “bakar duit”.
Usut punya usut, ternyata salah satu investor terbesar OVO, Lippo Group ternyata sudah melepas sebagian kepemilikan sahamnya pada perusahaan rintisan itu. Hal ini diakui oleh pendiri sekaligus pemilik Lippo Group, Mochtar Riady.
"Bukan melepas, kami menjual sebagian. Sekarang saham kami mungkin tinggal 30 persen. Dua pertiganya kami jual," kata Mochtar Riady usai kegiatan Indonesia Digital Conference 2019 di Jakarta, Kamis (27/11) seperti dilansir Antara.
Mochtar menyebutkan alasan Lippo Group sebagai pemegang saham utama OVO menjual dua pertiga kepemilikan saham tersebut karena tidak kuat untuk melakukan “bakar duit”, seperti dengan memberikan layanan gratis, diskon hingga cashback yang dilakukan oleh perusahaan dompet digital tersebut.
Sumber: Antara
“Terus bakar uang bagaimana kami kuat," kata Mochtar.
Sekadar informasi, OVO merupakan aplikasi dompet digital yang dikelola oleh PT Visionet Internasional, salah satu perusahaan milik Lippo Group. Mulanya, OVO ialah aplikasi loyalitas yang mengelola poin hasil berbelanja di pusat perbelanjaan milik Lippo Group.
OVO bertransformasi menjadi dompet digital dan mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia pada 2017 silam. Sejak itu, OVO menjelma sebagai aplikasi pembayaran resmi non-tunai di semua pusat perbelanjaan milik Lippo terutama di sektor pembayaran parkir.
Baca Juga: Saatnya Investor Beralih dari Unicorn ke Kuda Zebra
OVO juga bekerja sama dengan Tokopedia untuk menjadi dompet digital resmi di raksasa e-commerce Indonesia menggantikan Tokocash, dompet digital milik Tokopedia yang ditutup. OVO juga bekerja sama dengan Grab, startup ride-hailing milik Malaysia, sebagai satu-satunya dompet digital yang bisa digunakan untuk pembayaran transaksi dalam platform Grab di Indonesia.
Pada Mei 2018, manajemen OVO mengumumkan suntikan modal sebesar US$120 juta dari Tokyo Century Corporation. Selain Lippo, CB Insights melaporkan investor lain OVO adalah Grab dan Tokopedia.
Bantahan OVO
Meski Mochtar Riady sudah blak-blakan terkait pelepasan saham OVO, Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra sempat membantah soal rumor hengkangnya Lippo Group dari OVO sebagai penyuntik dana.
"Kami adalah perusahaan independen yang dikelola oleh manajemen profesional. Mana mungkin OVO berpisah dari pendirinya," kata Karaniya dalam keterangan resminya.
Bahkan Kania mengatakan telah berdiskusi panjang lebar dengan Direktur Lippo Group yang juga merupakan cucu dari Mochtar, John Riady mengenai pengembangan perusahaan kedepannya. Dia juga menjelaskan proses “bakar duit” yang dilakukan Lippo Group adalah konsekuensi dari pengembangan bisnis rintisan.
Sumber: Antara
“Promosi berbentuk cash back dan pemberian fasilitas lain merupakan hal yang biasa di dunia startup saat ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat,” ujar Karaniya yang mengklaim investor OVO kini telah beragam, seiring meningkatnya kinerja perusahaan dalam dua tahun terakhir.
“OVO sebagai perusahaan keuangan digital memiliki peta jalan yang jelas untuk menuju profitabilitas sebagai sebuah entitas bisnis yang berkelanjutan. Kami baru berusia dua tahun dan sedang dalam tahap edukasi untuk pengembangan pangsa pasar. Ini penting, karena pasar uang elektronik Indonesia baru bergeliat, dan akan terus berkembang dengan teramat pesat dalam satu hingga dua tahun ke depan," ucapnya.
Sayang, sebagai perusahaan rintisan, memang tidak ada kewajiban untuk mengungkapkan laporan rugi laba kepada masyarakat layaknya perusahaan terbuka yang sahamnya dicatatkan di Bursa Efek Indonesia. Akibatnya, publik kerap dibutakan dengan status unicorn, seolah-olah itu adalah perusahaan yang telah menciptakan untung miliaran.
Selain OVO, empat unicorn di Indonesia ialah Gojek (decacorn atau memiliki valuasi lebih dari US$10 miliar), Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.
BACA JUGA: Cek HUKUM, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
Editor: Farid R Iskandar