Duterte Diringkus, Petrus Terus Berkeliaran? | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Duterte Diringkus, Petrus Terus Berkeliaran?

Ceknricek.com-- Nama lengkapnya yang diberikan oleh orang tuanya adalah Rodrigo Roa Duterte. Namun ia  lebih dikenal dengan nama Duterte atau Digong atau Rody. Dia adalah seorang pengacara dan Presiden ke-16 Filipina yang sejak jatuhnya Ferdinand Marcos menetapkan, lewat undang-undang, seorang presiden boleh berkuasa hanya selama satu periode – 6 tahun.

Maklum di Filipina memang ada kebiasaan menggunakan semacam panggilan untuk menggantikan nama resmi seseorang.Presidennya yang sekarang saja – yang ke-17 - juga punya “gelar” Bongbong. Padahal nama aslinya adalah Ferdinand Romualdez Marcos Jr.

Akan halnya sang Presiden ke-16 Duterte, selama pemerintahannya lebih dikenal karena kebijakannya yang sangat “tegas” (?) atau sangat  “buas” (?) dalam upaya memberantas kejahatan, terutama kejahatan narkoba.

Sebagaimana yang sering terjadi, ketika aparat (seperti polisi) diberikan keleluasaan menghabisi “tersangka” penjahat di tempat, pelanggaran-pelanggaran mudah terjadi, ibarat “ambil kesempatan dalam kesempitan”.

Yang dihabisi bukannya melulu “tersangka penjahat narkoba” melainkan juga pelampiasan dendam pribadi.Maka berjatuhanlah korban. Hak asasi dikangkangi. Meski hukum menetapkan “tidak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya” alias “innocent until proven guilty”.

Sekian waktu sesudah Duterte menjadi “mantan” presiden, Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag (ICC) menerbitkan surat perintah penangkapan atas nama Duterte karena “dugaan kejahatan pelanggaran hak asasi manusia”.

Menariknya adalah kenyataan Filipina secara resmi telah keluar dari ICC, yaitu dalam bulan Maret 2019.Namun masih tetap menjadi anggota kepolisian internasional – Interpol.

Dan “lihainya” ICC, penangkapan atas diri Duterte dilakukan melalui Interpol yang menghubungi kepolisian Filipina, yang kemudian bergerak dan menangkap Duterte ketika ia baru tiba kembali dari perjalanan ke luar negeri. Dia dilaporkan telah diterbangkan (bukan dibawa kabur) ke Den Haag, ibukota Belanda, tempat ICC bermarkas.

Yang menarik adalah kenyataan bahwa putrinya, Sara Zimmerman Duterte-Carpio (kelahiran tahun 1978), dan dikenal dengan panggilan Inday Sara, juga seorang ahli hukum dan selama ini merupakan Wakil Presiden ke-15 Filipina, sebagai pendamping Bongbong. Tetapi dilaporkan kurang bersahabat dengan sang presiden, yang merupakan atasannya – mungkin dia menganggap dirinya sebagai wakil rakyat, bukan wakil Bongbong.

Paling tidak dalam kasus ini, ternyata seorang mantan presiden dapat diringkus oleh sebuah mahkamah pidana di luar negeri (ICC)  meskipun putrinya adalah wakil presiden yang masih menjabat.

Kisah Petrus di Indonesia

Tidak mustahil bahwa kebijakan yang diterapkan oleh Duterte ketika ia masih menjabat sebagai presiden adalah “tiruan” dari apa yang pernah diterapkan di Indonesia.

Menariknya, apa yang pernah terjadi di Indonesia antara tahun 1983 s/d 1985 adalah penembakan penjahat tanpa diadili terlebih dahulu. Dan penembaknya, yang konon tidak dikenal hingga digelar “misterius”, kemudian dikenal dengan singkatan “petrus” – penembak misterius – jadi bukan nama biasanya seorang lelaki Kristiani, karenanya ditulis dengan huruf kecil.

Sebagaimana dilaporkan oleh media waktu itu, “Penembakan Misterius (disingkat Petrus) adalah serangkaian eksekusi di luar hukum di Indonesia yang terjadi antara tahun 1983 dan 1985 di bawah rezim Orde Baru.”

Waktu itu sering ditemukan seorang lelaki yang terikat tangannya dan dimasukkan dalam karung plastik, “terdampar” di pinggir jalan.

Biasanya korban memiliki tato pada bagian-bagian tubuhnya. Dan konon pada waktu itu untuk dapat mengenali atau menganggap apakah seseorang itu adalah penjahat atau bajingan, cukup dengan melihat apakah dia memiliki tato.

Tidak mengherankan kalau banyak anak-anak muda yang sudah terlanjur memiliki tato kemudian kabur dari Indonesia. Sebab tidak mudah untuk menghilangkan tato, lebih mudah menghilangkan diri keluar negeri, meski sekarang di Australia sudah banyak tempat yang mengiklankan dirinya sebagai “sarana penghapusan tato – yang menggembar-gemborkan jasanya itu sebagai “Tatto Removery”.

Waktu itu kami di Radio Australia Siaran Bahasa Indonesia menerima banyak surat dari pendengar di Tanah Air, terutama dari para ibu yang mengaku “Lega dengan adanya Petrus karena dapat membawa anak perempuan jalan-jalan atau pergi berbelanja dengan menghiasi mereka dengan anting-anting dan perhiasan lainnya tanpa khawatir akan dijambret penjahat”.

Jelas, petrus adalah pelanggaran hukum. Namun ada “hikmahnya” (?). Sebab kalau harus mengejar, menangkap, menyiapkan segala prosedur untuk dihadapkan ke pengadilan, bukan saja makan waktu melainkan juga menelan biaya, dan belum pasti apakah akan direstui Pak Hakim.

Tidak mengherankan kalau ada di antara pejabat di Indonesia yang menyebut petrus sebagai “malaikat” – maksudnya petugas yang dapat menindak kejahatan melalui jalan pintas dan bukan saja “menghemat” waktu, tenaga dan biaya, melainkan juga sangat efektif.

Benarkah?

Syukur, sepak terjang petrus ternyata tidak berkelanjutan. Bagaimanapun Indonesia adalah Negara Pancasila! Allahu a’lam.

 

 


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait