Ceknricek.com--Ada yang tersisa dari lebaran corona kemarin. Persis lima hari sebelum lebaran ada teman anak muda kirim pesan Whatapps.
”Pak boleh minta nomor rekening.”
Waduuh ada apa ini. Kok ujug-ujug dia minta nomor rekening.Senang sih karena dia pasti mau transfer uang. Mau lebaran dalam corona lagi.Tapi saya tidak mau juga menerima duit sedekah.Saya Alhamdulillah termasuk tidak layak mendapat sedekah dalam artian uang.Maksudnya lebih banyak orang yang lebih membutuhkan dari saya kalau sedekah.Bukan berarti saya juga tidak butuh uang.
“Ada apa ini kok ujug-ujug minta nomor rekening,”pesannya saya balas.
“Pokoknya saya tidak akan menjelaskan sebelum bapak kirim rekening,”begitu balasan pesan anak muda itu.
Jadi penasaran juga nih. Apa sih yang dia rahasiakan. Akhirnya saya kirim juga nomor rekening itu.Penasaran ada apa gerangan sambil mengingat-ngingat apa yang telah saya lakukan terhadap dia. Yang jelas saya tidak pernah memiliki ikatan bisnis sama anak muda ini.
Tak berselang lama pesan WA masuk lagi. Alhamdulillah ternyata dia benar-benar mentransfer. Lumayan besar kalau melihat kebutuhan dalam situasi corona dan mau lebaran.Langsung pesannya saya balas menanyakan ini uang apa sambil tidak lupa mengucapkan terima kasih atas rizki yang tidak diduga ini. Sambil kembali saya menerawang apa yang telah saya lakukan sama dia.
Baca Juga :Melchor dan Fluid Bentuk Joint Venture Dukung Energi Terbarukan
“Pak Alhamdulillah projek saya ada yang goal. Dan saya berjanji kepada siapa saja yang memberi jalan akan memberikannya 5 persen dari profit.”
“Waduh projek yang mana ya.”saya langsung balas lagi pesannya.
”Saya ikut mempromosikan perusahaan Mas lebih karena Mas anaknya temen saya. Dan saya ingin membantu.” kata saya dalam pesan WA ke anak muda itu.
Dan ada alasan lain yang lebih besar sebenarnya yang selalu bergemuruh di dalam dada ini jangan sampai sumber daya alam rusak dan habis baru kita beralih ke energy terbarukan.
Saya bertemu anak muda ini ketika Hari Pers Nasional atau HPN. Saya sudah tahu anak ini karena memang anak temen saya. Saya ketemu dan kenal ketika dia menjadi salah satu pembicara dalam salah satu seminar dalam acara rangkaian HPN itu yang bertema Yang Muda Yang berkarya.Timbullah keingin-tahuan lebih jauh apa yang dilakukan anak ini.Terutama tentang Energi Terbarukan atau EBT yang selalu menjadi concern saya sebagai wartawan.
Dia memiliki perusahaan yang bergerak di sektor solar energy. Menarik apa yang dia sampaikan. “Kalau Indonesia serius dari sekarang beralih ke energy terbarukan maka kita eksport energy tanpa merusak alam.”
Baca Juga : Rayakan Hari Bumi, LIPI Hadirkan 3 Teknologi Energi Terbarukan
Waduh keren nih saya pikir. Jangan sampai kita berada pada satu titik beralih ke energy terbarukan karena alamnya sudah rusak atau habis seperti minyak bumi dan batu bara.Kalau kita lihat dari udara di Kalimantan maka akan terlihat lobang-lobang menganga bekas penambangan batubara.
Setiap pertemuan dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau Menteri ESDM saya selalu menantang dan bertanya bagaimana mengakselerasi pertumbuhan energy terbarukan dengan menjadikannya sebagai sebuah gerakan nasional. Semua pemangku kepentingan harus terlibat.Bahkan masyarakat yang paling awam pun harus tahu bahwa kita sedang bergerak untuk tidak merusak alam lagi dengan energy terbarukan.Kalau perlu dibuat angka sakral yang kita dengungkan setiap saat oleh pemimpin kita bahwa angka kita sudah dimana. Semua prestasi birokrasi harus selalu diukur dan dikaitkan dengan pencapaian angka ini. Kalau perlu kasih reward pihak yang berhasil menyumbangkan effort-nya terhadap pertumbuhan angka ini.
Pemerintah mentargetkan peran Energi Terbarukan atau EBT pada tahun 2025 sebesar 23 persen.Tapi angka ini berdasarkan asumsi angka pertumbuhan yang 7-8 persen.“Kalau pertumbuhan ekonominya hanya 5 persen bahkan kurang maka 23 persen itu sulit dicapai,” Kata Direktur Panas Bumi Ditjen EBT dan konservasi Kemetrian ESDM Ida Nuryatin Finahari dalam suatu kesempatan.
Kalau pertumbuhan hanya 5 persen maka peran EBT hanya diproyeksi 13 persen saja.Tentu saja ini belum dihitung dampak covid-19 yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi 2020 bisa minus.Berarti capaian target peran EBT di 2025 akan jauh dari harapan.
Baca Juga : Menjelang Debat Calon Presiden : Mau Dibawa Kemana Energi Terbarukan?
Padahal potensi EBT di Indonesia mencapai 442 Gigawatt. Dan saat ini baru dimanfaatkan hanya 2,3 persen saja. Artinya hanya 10 Gigawatt saja yang sudah dimanfaatkan.Bayangkan kalau kita genjot saja keangka 25 persen maka akan keluar angka 110 Gigawat. Artinya hampir dua kali lipat kapasitas terpasang energy listrik nasional yang, pada 2019, berada di angka 70 Gigawatt.Dan energy jenis matahari, gelombang laut, Mikro-hidro atau angin ini hanya memerlukan satu kali saja investasi secara jangka panjang. Sisanya hanya pemeliharaan saja yang tidak seberapa.Jadi tidak ada bahan bakar yang mahal itu.
Tinggal keseriusan dan focus dari program pemerintah dalam mencapai angka pertumbuhan EBT ini. Tetapi yang disayangkan peran batu bara terhadap peran kelistrikan kita malah naik dari tahun ke tahun sejak 2016. Pada tahun 2016 peran batu bara hanya di angka 28 persen saja untuk kelistrikan nasional.Dan pada tahun 2018 malah naik menjadi 50 persen dari peran kelistrikan nasional.Kita tahu sendiri batu bara ini adalah perusak lingkungan yang besar tetapi dengan nilai tambah yang kecil.Apalagi dengan disyahkannya Undang Undang Minerba yang baru maka komitmen pemerintah untuk segera memberi peran yang lebih besar terhadap EBT perlu mendapat perhatian. Jangan sampai alamnya keburu rusak baru kita dipaksa masuk ke era EBT.Lebih baik sekarang dan alamnya terselamatkan.
Ada yang pemerintah lupakan adalah mengajak kolaborasi masyarakat untuk meningkatkan sumbangan EBT ini. Di sinilah saya menaruh perhatian besar terhadap anak muda yang menelpon saya sebelum lebaran itu dan transfer uang. Perusahaan anak mudah ini sudah melanglang buana di luar negeri mengerjakan projek solar energy.Bahkan katanya dia punya proyek di sebuah kawasan di Cina dan Kuwait yang listriknya dia sediakan melalui solar energy.
Ketika ditanyakan kepada dia, sambil bercanda, kalau listriknya Indonesia diserahkan kepada perusahaannya apa yang terjadi.”Kita eksport listrik Pak,”kata dia dengan semangat.Dia bercerita sering ditertawakan di luar negeri ketika matahari yang lewat Indonesia ini disia-siakan begitu saja.Padahal intensitas sinar matahari itu paling tinggi di Indonesia. Sisanya di Semudera Atlantik dan Pasifik.
Ketika saya sebut angka bayar listrik saya sebulan yang Rp2,5juta per bulan. Maka dengan cepat dia menghitung Rp70 juta untuk investasi sumur hidup tanpa bayar listrik ke PLN. Berarti kalau saya bayar listrik tiap bulan maka kurang dari tiga tahun uang investasi Rp70 juta ini sudah terganti. Sisanya tinggal menikmati listrik grastis dengan biaya pemeliharaan per tahun yang tidak seberapa.
Baca Juga :Diplomasi Kopi dan Karaoke ala KBRI Wellington
Saya melihat potensi apa yang dilakukan anak muda ini dengan semangat membara. Katanya dia sudah presentasi keberbagai birokrasi tapi tanggapannya dingin. Padahal potensi yang bisa dilakukan anak muda ini sangat besar.Maka setiap ketemu orang penting saya selalu menceritakan, kalau tidak mempromosikan, tentang solar energy anak muda ini.Termasuk saya pernah mempertemukan dia dengan rektor perguruan tinggi swasta yang besar di Jakarta ini.Perguruan tinggi ini memiliki lebih dari 50 lokasi kampus di Jakarta.Dan terus membangun gedung.
Jadi ketika menerima transferan dari anak muda itu saya baru sadar bahwa ini bisnis.Saya tidak tahu dari pertemuan yang mana proyek ini berasal.Maklum naluri wartawan hanya sebatas berpikir bagaimana agar misi EBT ini menjadi concern seluruh masyarakat.Bukan hanya tempat cari rentenya para korporasi saja. Bagaimana capaian angka prosentasi EBT ini menjadi angka kita semua.Bukan angkanya kementrian ESDM saja.Tapi angkanya anak muda juga.Generasi yang akan memegang kendali negeri ini kedepan. Harimu akan segera tiba anak muda.
BACA JUGA: Cek FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini