Festival Buku Tahunan Patjar Merah Digelar di Kota Lama Semarang | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: patjar merah

Festival Buku Tahunan Patjar Merah Digelar di Kota Lama Semarang

Ceknricek.com -- Festival buku tahunan literasi keliling Patjar Merah kembali digelar di Semarang setelah sebelumnya sukses digelar di kota Yogyakarta dan Malang dengan menggunakan bekas gedung-gedung tua di Indonesia. 

Sejak awal digagas, pasar buku murah ini dikonsep untuk mengapresiasi ruang-ruang lama yang tidak terpakai untuk mengaktualisasi kembali gedung-gedung tersebut.

Event literasi yang terbilang masih muda ini pada festival ketiganya kali ini menempati kawasan Kota Lama Semarang, tepatnya di Soesman Kantoor dan Monood Depius & Co. yang berlangsung dari 29 November hingga 08 Desember 2019.

Soesmans Kantoor dan Monood Depius & Co. sendiri adalah bangunan bekas peninggalan kolonial Belanda yang akan segera ditetapkan menjadi takhta kota pusaka dunia oleh UNESCO pada 2020.

Dalam festival ini, Patjar Merah menyediakan ribuan buku berdiskon hingga 80 persen. Selain pasar buku, ada beberapa rangkaian acara, seperti Lokakarya Patjar, Tamasya Patjar, Panggung Patjar, Layar Patjar dan Obrolan Patjar.

Baca Juga: Novel “Fall Baby” Karya Laksmi Pamuntjak akan Segera Diluncurkan 

Tak tanggung-tanggung, acara ini juga mengundang banyak penulis terkenal seperti Reda Gaudiamo, Yusi Avianto Pareanom, Triyanto Triwikromo, Boy Candra dan masih banyak lagi, untuk dapat berbagi cerita dengan para pecinta buku yang datang.

“Ini adalah acara keliling Nusantara, jadi kita memang menyelenggarakan acara ini untuk memajukan literasi anak-anak di Indonesia dan bekerja sama dengan penerbit, bukunya diambil langsung dari gudangnya sehingga murah dan terjangkau,” jelas Thalita Najwah Karim, salah satu volunteer Patjar Merah, dilansir dari Akurat, Rabu (4/12).

Adanya festival ini pun untuk melawan mitos terkait literasi di Indonesia yang dianggap rendah dengan generasinya yang suka ‘menunduk’, yang dialamatkan pada generasi milenial zaman sekarang. Sebuah kebiasaan memandang gawai masing-masing yang dilakukan sambil berjalan kaki dan menunduk.

Begawan Besar Bianglala Sastra Indonesia, Seno Gumira Ajidarma (SGA) sendiri menyatakan, Patjar Merah adalah perlawanan terhadap literasi di Indonesia yang kaku dan stagnan. 

“Menurut saya Patjar Merah adalah sebuah perlawanan. Perlawanan kepada pola-pola pameran buku yang monoton, kepada gedung yang mewah dan nyaman, kepada buku yang mahal dan harganya tak terjangkau. Perlawanan sejenis ini harus banyak dan dilakukan beramai-ramai.” ujar SGA.

BACA JUGA: Cek SENI & BUDAYA, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.



Berita Terkait