Film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” Tayang 2 Desember Di Bioskop Tanah Air | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” Tayang 2 Desember Di Bioskop Tanah Air

Ceknricek.com -- Film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas”,pemenang hadiah utama Golden Leopard di Locarno Film Festival, segera tayang mulai 2 Desember di bioskop seluruh Indonesia.

Film yang disutradarai pemenang Piala Citra Edwin ini dibintangi oleh Marthino Lio dan Ladya Cheryl juga turut dibintangi Reza Rahadian, Ratu Felisha, dan memperkenalkan Sal Priadi.

Diangkat dari novel penulis dengan penghargaan internasional Eka Kurniawan, film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” mendapatkan klasifikasi 17+ dari Lembaga Sensor Film, meski begitu Palari Films menghimbau film ini untuk 18+ Khusus Dewasa.

Film ini berkisah tentang Ajo Kawir, seorang jagoan yang tak takut mati. Hasratnya yang besaruntuk bertarung didorong oleh sebuah rahasia — ia impoten. Ketika berhadapan dengan seorang petarung perempuan tangguh bernama Iteung, Ajo babak belur hingga jungkir balik — dia jatuh cinta.

Mengusung tema kisah cinta tragis di dunia yang maskulin, film ini menjadi pernyataan bagi Edwin mengenai toxic masculinity.

Edwin yang tak hanya menyutradarai tapi juga turut menulis skenarionya bersama Eka Kurniawan mengatakan bahwa ia tumbuh besar di masa kejayaan rezim militer, cerita dan mitos mengenai heroisme.

"Kejantanan lelaki menjadi sangat familiar bagi saya.Kejantanan adalah tolok ukur kelelakian. Budaya toxic masculinity memaksa lelaki untuk tidak terlihat lemah dan masih sangat terpampang di Indonesia hari ini, di masyarakat yang seharusnya kini lebih terbuka pikirannya dan demokratis ketimbang di era 80an/90an," papar Edwin dalam siaran tertulis, Kamis, (18/11/21).

Menurut Edwin, tak hanya Ajo Kawir, sang jagoan kampung yang terjebak dengan ekspektasinya sebagai laki-laki di dunia maskulin, ada juga sosok Iteung, karakter cewek yang berhasil mengimbanginya dalam hal beraksi laga dan bernyali tinggi.

"Iteung yang diperankan oleh Ladya Cheryl tampil berenergi sebagai cewek badass yang bukan cuma menjadi kekasih bagi Ajo, tapi juga jagoan yang punya kekuatan setara dengan Ajo Kawir. Iteung juga punya traumanya sendiri sebagai perempuan yang harus hidup di dunia yang maskulin,"imbuh Edwin.

Berlatar waktu di akhir tahun 80an dan awal 90an, film ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ berusaha menghadirkan estetika sinema dari era tersebut melalui banyak cara. Salah satunya adalah penggunaan seluloid yang menurutnya merepresentasikan realita sehari-hari yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan dan ingatannya terhadap periode 80/90an.

“Referensi saya tentang gambar sangat dipengaruhi oleh imaji-imaji yang terekam dalam berbagai acara TVRI seperti Flora dan Fauna, Sesame Street, hingga Si Unyil yang kebanyakan menggunakan medium pita seluloid 16mm," papar dia.

Meski demikian, Edwin mengakui bahwa keinginannya menggunakan pita seluloid dalam proses shooting film perlu didukung oleh para produser yang gigih dalam merealisasikannya.

"Pita seluloid, selain harganya yang sedikit lebih mahal dibandingkan dengan medium digital, di Indonesia tidak ada lagi laboratorium dan distributor pita film 16mm. Segala pengerjaan laboratorium harus dikerjakan di Jepang," tuturnya.

Di film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas”, Edwin melakukan kolaborasi internasional dengan menggandeng Director of Photography Akiko Ashizawa yang berasal dari Jepang. Akiko biasa berkolaboasi bersama sutradara kawakan Kiyoshi Kurosawa salah satunya Tokyo Sonata (2008) dan editor dari Thailand, Lee Chatametikool.

Lee dikenal sebagai kolaborator dari sutradara terkemuka Thailand, Apichatpong Weerasethakul. Salah satunya pemenang Cannes Film Festival 2010, ‘Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives’ (2010).



Berita Terkait