Ceknricek.com--Belakangan ini timbul kehebohan soal “hedonisme”. Sampai-sampai ada petuah atau pesan “Mbok jangan hedonis!” Seakan boleh-boleh saja nyolong, asal hasil kejahatan itu jangan dipamer.
Semua ini sebenarnya sudah ketinggalan jaman. Mungkin masih ada yang ingat laporan media Singapura sekitar pertengahan April 2014. Waktu itu memang hubungan antara pulau secuil itu dengan raksasa Asia Tenggara sedang kurang mesra. Terkait soal penamaan kapal perang RI “Usman Harun”.
Agar diketahui kedua prajurit TNI (Usman dan Harun) tersebut ditangkap oleh pihak berwajib Singapura karena melakukan pengeboman di pulau tersebut, ketika Indonesia sedang berkonfrontasi dengan negara-negara yang ingin membentuk Malaysia. Harun Thohir dan Usman Janatin kemudian diadili di pengadilan sipil karena sewaktu melakukan pengeboman mereka tidak mengenakan seragam tentara. Keduanya dijatuhi hukuman mati.
Kabarnya yang sangat menyakiti perasaan TNI adalah bentuk eksekusi atas diri kedua prajurit tersebut – mereka dihukum gantung, bentuk hukuman mati jaman kuda gigit besi yang sampai sekarang berlaku di Malaysia dan Singapura. Mungkin kalau saja mereka gugur di depan regu tembak, perasaan banyak orang di Indonesia tidak begitu tersakiti.
Baiklah, yang sudah sudahlah, asalkan yang akan datang jangan bikin lagi. Kemudian dalam tahun 2014, TNI Angkatan Laut menamai sebuah kapal perangnya “Usman Harun”. Singapura kecewa dan mengungkapkan kekecewaannya. Indonesia membela diri.
Panglima TNI waktu itu, Moeldoko, mengatakan bahwa meski Singapura menganggap almarhum Usman dan Harun sebagai teroris, Indonesia punya pandangan yang berbeda. Timbullah sedikit ketegangan. Entah kebetulan atau memang disengaja, sekitar pertengahan April 2014 media Singapura rupanya sempat melirik jam tangan yang dipakai Jenderal Moeldoko.
Sebagaimana yang dilaporkan sebuah perusahaan asuransi terkenal “HODINKEE” waktu itu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko terlihat mengenakan di pergelangan tangannya (tidak disebutkan tangan kanan atau kiri – lebih mungkin tangan kanan, karena waktu itu banyak prajurit TNI yang meniru falsafah Jenderal Wismoyo Arismunandar, pelopor pakai jam di tangan kanan) sebuah jam mewah “Richard Mille RM 011 Felipe Massa Flyback "Black Kite" a limited edition of 30 pieces that retails for over $100,000. (Jam tangan merek Richard Mille RM 011 Felipe Massa Flyback “Black Kite” yang dibuat dalam jumlah terbatas – hanya 30 – yang harga ecerannya waktu itu sebanding dengan lebih dari satu miliar rupiah).
Tentu saja timbul kehebohan dan/atau kebanggaan di kalangan banyak orang di Indonesia, sementara Jenderal Moeldoko sendiri sangat berang. Yang heboh barangkali bertanya “kok Jenderal mampu memiliki jam tangan semewah itu, sementara yang bangga akan merasa jenderal kita hebat bisa punya jam tangan yang menarik perhatian media asing.”
Pantaslah kalau Pak Jenderal berang, karena berbagai tanggapan netizen (umumnya asing) bertaburan di mana-mana. Di antara tanggapan atau komentar para netizen itu ada yang ngawur karena menanyakan kenapa di dada Jenderal Moeldoko terlihat begitu banyak tanda jasa.
Itu sebenarnya bukan urusan mereka (none of your business, mate!) Saking kesalnya dengan ulah media asing yang kemudian tentu saja “laksana gayung bersambut, kata berjawab” juga ditanggapi media di Indonesia, sekitar seminggu kemudian, tepatnya tanggal 23 April 2014, Jenderal Moeldoko, di depan para wartawan di Indonesia mencampakkan jam yang menghebohkan itu ke lantai dan menjelaskan bahwa jam-jam mewah yang dikatakan dimilikinya adalah “aspal” – asli tapi palsu.
Singkatnya harga jam tangan yang menghebohkan itu memang kalau asli harganya di atas satu miliar rupiah, tapi yang miliknya berharga hanya sekitar lima jutaan rupiah.
Selesaikah perkaranya?
Oh tidak! Sama sekali tidak!
Masih saja ada netizen yang usil dan sama sekali tidak mempan dipancing dengan umpan jinak di air tenang. Mengomentari peristiwa pelemparan jam “aspal” itu ke lantai oleh Jenderal Moeldoko, seorang netizen asing yang menggunakan nama ssr 144 menulis:
“The article forgets to mention the dates. He got caught wearing the Mille on April 16. And then he shows up a week later, yesterday April 23, to try and cover it up with what he calls as a fake. Plenty of time in between to switch pieces. Which he did --- if you look at the pictures from the 2 dates, it looks like 2 different watches!
(Laporan tentang kasus itu alpa menyebutkan tanggal-tanggal kejadian tersebut. Dia (Jenderal Moeldoko) kepergok memakai jam Mille itu pada tanggal 16 April (2014). Dan dia tampil sepekan kemudian, kemarin tanggal 23 April (2014) dalam upaya untuk menutupi kasus tersebut dengan apa yang disebutnya (jam) palsu. Banyak waktu untuk menukar (antara yang asli dan palsu). Yang memang dilakukannya, silakan lihat gambar dari kedua tanggal dimaksud, kelihatannya memang kayak 2 jam yang berbeda!.).
Ah usil kamu, kurang kerjaan.
Memang HODINKEE juga memuat banyak foto tentang Jenderal Moeldoko beserta jam-jamnya. Sungguh benar, kita tidak akan mampu menyenangkan semua orang setiap kali, kita hanya bisa menyenangkan sebagian orang dari waktu ke waktu?
#Penulis adalah jurnalis senior