Ceknricek.com- NASIB honorer masih belum jelas sampai sekarang. Lihat saja, Indah Catur Riyanti Risza, seorang guru SDN 02 Teman, Pemalang, Jawa Tengah masih belum juga diangkat. Usianya sekarang 35 tahun, sehari-hari mengajar kelas 2 di SD tersebut. “Saya mendapat gaji Rp300 ribu per bulan,” kata sarjana PGSD tersebut, kepada Ceknricek.com, Selasa (5/6).
Ia menceritakan, banyak guru honorer dengan gaji yang beragam meski 1 kecamatan. “Ada honornya Rp150 ribu gingga Rp300 ribu,” katanya yang rumahnya berjarak 10 kilometer dari sekolah. Indah Catur menyatakan tidak menerima tunjangan hari raya ataupun gaji ke 13. “Mungkin tidak ada anggaran buat saya,” kata guru dengan satu anak ini.
Indah masuk honorer kelompok 2 yang belum diangkat menjadi pegawai negeri sipil. “Kami mengharapkan diangkat menjadi PNS,” katanya guru yang sudah menjadi honorer sejak 2003. Ia bercerita bahwa menjadi honorer, pendapatannya tidak mencukupi untuk menghidupi sehari-hari. “Ada honorer lain, Pak Jatmo guru olahraga di SDN Jrakah kecamatan Taman Pemalang yang juga senasib dengan saya,” katanya.
Nasib honorer seperti Indah ini menjadi pembahasan di DPR. Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemenpan-RB Setiawan Wangsaatmaja mengadakan rapat gabungan dengan DPR, Senin (4/6).
Setiawan menjelaskan persoalan tenaga honorer K-2 sudah memiliki payung hukum yaitu adanya dua Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP Nomor 48 Tahun 2005 dan PP Nomor 56 Tahun 2012. Menurut dia, regulasi itu mengatur ketentuan tenaga honorer harus diseleksi satu kali dan rangkaiannya sudah selesai. Kedua PP tersebut juga mengatur tenaga honorer yang bekerja setahun setelah 31 Desember 2005 dan harus memiliki rentang usia kerja 19 hingga 46 tahun.
Dia menjelaskan sekitar 438.000 tenaga honorer tidak lolos seleksi menjadi pegawai negeri sipil pada tahun 2013. Setiawan menegaskan terkait protes tenaga honorer yang upahnya sering tersendat, pemerintah sebenarnya tidak berwenang memberikan pencairan anggaran upah karena pegawai tersebut masih menjadi tanggung jawab perekrut.
Komisi di DPR yang ikut dalam rapat gabungan diantaranya Komisi I, Komisi II, Komisi IV, Komisi VIII, Komisi IX, Komisi X, dan Komisi XI. Sementara itu dari pihak pemerintah, kementerian yang diundang yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Agama.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyatakan nasib honorer memang cukup memprihatinkan. Ia mengakui tidak semua honorer berkualitas, tetapi banyak dari mereka yang memiliki kapabilitas dan semangat mengabdi yang besar. “Makanya kami meminta pemerintah untuk memastikan status mereka,” katanya.
Ia mengatakan pada 2008, jumlah honorer sekitar 1,2 juta orang. Dari jumlah itu, baru lulus 700 ribu orang. “Kini masih 500 ribu honorer yang belum lulus. Namun, nyatanya di lapangan setiap minggu ada saja pegawai yang direkrut menjadi honorer di daerah. Jadi sangat sulit sekarang menghitung berapa jumlah honorer yang ada,” katanya. Tapi yang jelas, ia mengusulkan agar honorer yang terbukti telah mengabdi dengan baik dan penuh dedikasi untuk diangkat atau diperjelas statusnya. “Misalnya guru di perbatasan atau tenaga kesehatan di tempat terpencil. Mereka berhak mendapat pernghargaan berupa status yang jelas demi masa depan mereka,” ujarnya,
Pemerintah bersama komisi 2 DPR pernah mendata jumlah honorer pada 15 September 2015 bersama Menteri Pendayagunaan Apatur Negara saat itu Yuddy Chrisnandi.
“Jumlah honorer saat itu ada 440 ribu orang,” kata Hamdi Zaenal yang didaulat menjadi Ketua II Dewan Pimpinan Pusat Tenaga Honorer Kategori Dua Indonesia Bersatu (DPP THK2IB). Ini adalah kelompok pegawai honorer yang bekerja sejak 1 Januari 2005/2006.
Menurut Hamdi, mereka masuk dalam roadmap pengangkatan menjadi pegawai negeri sipil. “Tapi rencana ini distop 2016 karena kurang anggaran.” kata Hamdi. Dia mengharapkan agar ada pengangkatan honorer menjadi pegawai negeri.