Ceknricek.com -- Syahdan, seorang pangeran muda Gurgan dari Laut Kaspia jatuh sakit, dan tak seorang pun di kalangan istana bisa menyembuhkan penyakitnya tersebut. Kemudian datanglah seorang pemuda berumur 17 tahun. Ia memeriksa denyut nadi sang pangeran, dan meminta seseorang dari kalangan kerabatnya untuk menyebutkan nama-nama kota di provinsi itu.
Ketika seseorang itu menyebutkan kota tertentu, denyut nadi sang pangeran ternyata berdetak lebih kencang. Barulah diketahui oleh pemuda itu bahwa sang pangeran ternyata jatuh cinta pada gadis yang tinggal di wilayah atau kota tersebut. Alih-alih mengobati, pemuda itu akhirnya meminta sang pangeran untuk menikahi gadis yang dicintainya.
Siapakah pemuda brilian berumur 17 tahun yang mampu mendiagnosa bahwa sakit tak melulu disebabkan oleh fisik yang lemah, tapi bisa juga karena kejiwaan yang bermasalah hingga akhirnya menjadi pelopor ilmu kedokteran eksperimental tersebut?

Sumber : Youtube
Dia adalah Ibnu Sina, atau di dunia Barat dikenal dengan nama Avicenna. Seorang alhakim al-masyhur (filosof yang sangat terkenal), dan diberi gelar al-Syeikhal-Ra’is.
Karya-Karya Ibnu Sina
Abu Ali al-Husein ibn Abdulah Ibn Sina atau Ibnu Sina lahir pada 370 H/980 M, di kampung Afsyanah dekat kawasan Bukhara. Semenjak kecil, ia sudah aktif dalam mempelajari Al-Quran dan sastra. Pada usia 10 tahun ia sudah hapal Al-Quran, sastra, menghafal beberapa pokok agama (Islam), matematika, al-Jabar, dan debat (logika).
Pada 16 tahun ia telah dikenal sebagai seorang dokter yang ahli dalam berbagai macam penyakit. Usia 18 tahun, ia telah menguasai filsafat dan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti matematika, astronomi, musik, mistik, bahasa, dan ilmu hukum Islam.

Ibnu Sina The Canon of Medicine. Sumber : Muslim heritage
Ibnu Sina disebut-sebut dokter pertama yang mendiagnosa meningitis, bagian mata, dan katup jantung, serta temuannya saraf yang terhubung dengan nyeri otot. Dalam dua karyanya yang paling berpengaruh, ensiklopedia filsafat Kitab al-Shifa (Buku Penyembuhan) dan The Canon of Medicine, merupakan warisannya bagi dunia kedokteran yang diakui oleh dunia Barat.
The Canon of Medicine--atau Al Qanun fi Tibb--menjadi buku kedokteran eksperimental paling penting yang pernah ditulis dalam sejarah dan menjadi kanon pengobatan dalam dunia Muslim dan Eropa hingga abad ke-17. Selain menuai pujian, Canon juga menjadi sasaran kritik oleh ilmuwan Renaisans. Salah satu kritik datang dari dokter Abad Pertengahan, Arnold dari Villanova. Ia mengkritik Avicenna sebagai "juru tulis profesional yang telah membuat dokter Eropa bingung karena salah tafsirnya terhadap Galen”.
Galen adalah dokter Yunani yang hidup di abad ke-2. Namun, pernyataannya itu tak bisa memungkiri kenyataan bahwa karya Ibnu Sina telah bertahan berabad-abad. Buku Canon justru dipakai oleh para pengajar medis di Barat untuk memperkenalkan prinsip dasar sains pada mahasiswanya, karena memuat praktik dan teori kedokteran seperti penjelasan dalam teks-teks Yunani-Romawi.
Dalam buku tersebut, Ibnu Sina juga sudah menyebutkan mengenai manfaat olahraga untuk menjaga kesehatan. Isi buku itu antara lain membahas rangkuman 760 obat sederhana dan senyawa patologi dari Galen. Buku ini terbagi dalam lima bagian, salah satunya berisi empat risalah yaitu mengulas empat elemen (bumi, udara, api dan air) yang berhubungan dengan empat cairan (darah, dahak, empedu kuning, dan empedu hitam) yang dibahas Galen.

Sumber : Islamic.com
Melalui buku itu, Ibnu Sina diyakini telah berkontribusi pada kemajuan ilmu anatomi, ginekologi, dan pediatri (ilmu kedokteran tentang kesehatan anak) dan dokter pertama yang melakukan uji klinis serta pengenalan farmakologi klinis (Erica Fraser, The Islamic World to 1600, 1998). Kini, buku al-Qanun fi al-Thibb (Qanon of Medice), menjadi manuskrif bidang kedokteran yang tersimpan rapi di perpustakaan Birmingham, Inggris bersama dengan Kitab-kitab lainnya terutama al-Syifa.

Al-Shifa. Sumber : pinterest
Penemuan mengenai penyakit yang sekarang populer semacam kanker, tumor, diabetes, dan efek placebo hingga bedah tumor juga dibahas dalam buku tersebut. Temuan Ibnu Sina itu sempat ditolak oleh dunia medis Barat selama ratusan tahun. Namun, setelah mikroskop ditemukan, teori Ibnu Sina tentang beberapa penyakit itu akhirnya bisa diterima.
Menulis Puisi dan Akhir Hayat
Selama ini kita tahu bahwa Ibnu Sina hanya menulis tentang buku-buku kedokteran dan berkutat sepanjang hidupnya untuk menggeluti bidang tersebut. Padahal, ia pun juga menulis karya-karya lain, seperti filsafat, musik, logika, fisika, politik, dan psikologi.
Bahkan, tak akan ada yang mengira bahwa Ibnu Sina juga menekuni dunia sastra. Beberapa judul puisi yang ditulisnya adalah al-Qasidah al-Muzdawiyyah dan al-Qasidah al- ‘Ainiyyah; dan syair-syairnya, seperti Hayy ibn Yaqzhan, Risalah ath-Thair, Risalah fi Sirr al-Qadar, Risalah fi al- ‘Isyq, dan Tahshil as-Sa’adah.

Sumber : Tirto.ID
J. De Boer, dalam bukunya History of Philosophy in Islam (2019;185) menuliskan setiap waktu Ibnu Sina memang selalu digunakan dengan baik. Bahkan menurut riwayat dari muridnya, Al-Jauzakani, Ibnu Sina adalah seorang yang workaholic (pekerja keras).
“Di siang hari ia melaksanakan tugas-tugas negara atau mengajar murid-muridnya. Di sore hari ia gunakan untuk menikmati hubungan sosial dan persahabatan dan cinta dengan teman-temannya. Dan di malam hari ia gunakan untuk menulis dengan pena di tangan dengan gelas minuman berbentuk piala hingga ia tertidur”.
Mukhtar Gozali; Agama dan Filsafat Dalam Pemikiran Ibnu Sina (2016) menuliskan, dari segi filsafat Ibnu Sina telah membuat sintetis final tentang Islam dengan filsafat Aristotelianisme dan Neoplatonisme menjadi sebuah dimensi intelektual yang permanen dalam dunia Islam dan bertahan sebagai ajaran filsafat yang hidup sampai hari ini.
Akhir hidup filsuf eksentrik yang sepanjang hidupnya tidak pernah menikah ini berakhir di bulan Ramadan 1037 Masehi, saat dalam perjalanan menemani Ala al-Dawla menuju Hamadan. Ia meninggal karena sakit perut, mengalami luka parah, dan tidak bisa bertahan hingga mengembuskan nafas terakhir.
Pada 1913, dokter dan profesor kedokteran Kanada, Sir William Osler menyebut Ibnu Sina sebagai "penulis buku teks medis paling terkenal yang pernah ditulis sepanjang sejarah." Osler, seperti terpacak pada laman Britanicca, menilai sosoknya sebagai seorang praktisi kedokteran yang sukses sekaligus berperan sebagai negarawan, guru, filsuf, dan tokoh sastra.

Ruangan tempat makam Ibnu Sina. Sumber : LiputanIslam.com
Makam Ibnu Sina di kota Hamadan, sebelah tenggara Teheran, Iran, pada 1950 diperbarui dan diubah menjadi museum yang dilengkapi dengan perpustakaan dengan ribuan koleksi buku. Tokoh muslim ini disebut mampu mengembalikan kejayaan ilmuwan Islam abad pertengahan dan karyanya masih diakui hingga sekarang.