Indonesia Kehilangan Pemimpin Teladan Lawan Korupsi | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Tyo/Ceknricek.com

Indonesia Kehilangan Pemimpin Teladan Lawan Korupsi

Ceknricek.com -- Sejarawan menilai Indonesia kehilangan pemimpin teladan yang mampu melawan korupsi lewat pengalaman historis yang terjadi sejak era kolonial.

Hal tersebut disampaikan oleh JJ Rizal dalam diskusi Reformasi Dikorupsi, dalam Silang Sejarah Indonesia Dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi, di Jakbook, Pasar Buku Kenari, Jakarta, Jumat (27/9).

Dalam diskusi ini, Rizal menyinggung bagaimana kecakapan Pangeran Diponegoro dalam mengendus aroma korupsi, hingga memicu Perang Jawa (1825-1830) akibat korupsi yang dilakukan oleh Patih Danurejo IV terkait penyewaan tanah.

Foto: Tyo/Ceknricek.com

“Itu adalah ketegasan, kecakapan, dan sensivitas Diponegoro yang tinggi dalam mengendus korupsi. Bahkan, saking marahnya Pangeran Diponegoro sampai bangun dari tempat duduknya, mengambil slop kaki kanannya dan menampar wajah Patih Danurejo akibat korupsi yang dilakukan”.

Sumber: kekunoan

Baca Juga: KPK Gelar Diskusi Soal Kontroversi Capim KPK

Senada dengan Rizal, Peter Carey, pengarang yang bukunya sedang didiskusikan, mengamini pernyataan pendiri Komunitas Bambu tersebut. Menurut Peter, cara yang paling manjur untuk memberantas korupsi adalah dengan ketakutan atas keadaan yang begitu mendesak.

Maksudnya, adalah melihat dampak terburuk tatkala korupsi dilakukan. Sebagimana pedoman yang sering dipakai Mahatma Ghandi: “Jarang orang menjadi baik hanya demi kebaikan, mereka menjadi baik karena (memang) keadaan mengharuskan,” sambung Peter.

Dalam bukunya, Peter menuliskan, bahwa menjadi pemimpin memang bukanlah hal yang ringan. Pemimpin harus rela hidup dengan menyentuh rakyat dan ikut merasakan pahit getir hidup mereka. Menurutnya, menutup mata akan hal tersebut adalah tanda keruntuhan seorang pemimpin dalam sebuah rezim -- (hlmn:xxvii).

Sumber: Mojokstore.com

Keabadian Korupsi dan Pelemahan KPK

Terlepas dari itu semua, pemerintah sendiri telah mengesahkan, perubahan Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada 17 September 2019, meskipun elemen masyarakat banyak yang menolak.

Pemerintah mengklaim bahwa revisi tersebut justru menguatkan kelembagaan KPK, bukannya melemahkan seperti anggapan banyak pihak yang menolak. “Tidak ada sedikitpun pelemahan, justru penyempurnaan.” Hal itu bahkan berkali-kali diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

Benarkah demikian? “Saya melihat ini (sebagai) satu usaha terencana dari DPR dan pemerintah untuk memanjakan koruptor,” ungkap peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman seperti dilansir Tirto.

Jadi, Quo Vadis Indonesia? Mungkin penutupan wicara akhir dari diskusi buku Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia di atas, bisa menjadi jawabannya.

Foto: Tyo/Ceknricek.com

“Gagasan reformasi  yang diwujudkan pada 98 itu akan terjadi. Tapi, selang 21 tahun itu bukan semakin baik, malah semakin buruk (dikorupsi). Jika ini kita lihat ke tahun 2045, dalam merayakan 100 tahun kemerdekan, akankah Indonesia masih ada atau tidak? Ini yang menjadi tantangan (bagi kaum muda),” tegas JJ Rizal.

BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.  



Berita Terkait