Ceknricek.com -- Mari kita mulai memotret dengan angka - angka perkembangan kasus Covid-19 sejak Penetapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat 3 Juli hingga PPKM Level 4 sekarang.
Update harian kasus Covid-19 di Indonesia, Kamis (19/8) mencatat 22.053 kasus baru. Dengan penambahan itu, jumlah kasus positif
sejak Covid-19 terdeteksi masuk Indonesia 2 Maret 2020--menjadi total 3.930.300. Total yang sembuh : 3.472.915. Dan, yang wafat : total 122.633 jiwa
Data itu diumumkan website resmi Satgas Covid-19, covid19.go.id, Kamis (19/8) petang.
Virus Pembunuh
Lonjakan kasus positif dan angka yang wafat terjadi secara signifikan sejak Juni lalu. Pakar kesehatan mengidentifikasi virus Covid-19 yang menyerang di Indonesia adalah varian baru Delta yang berasal dari India. Ganas! Penularannya cepat dan menciptakan klaster keluarga. Menjadi virus pembunuh di tengah kita. Pembantu, supir, cucu, dan tukang kebun ditengarai sebagai sumber penularan dalam klaster keluarga.
Dalam angka bisa diterangkan begini.
Data pemerintah pertanggal 1 Juni 2022 memperlihatkan mencatat 4.824 kasus baru Covid-19 hari itu. Secara total 1.826.527 orang. Total pasien yang sembuh : 1.674.479. Sedangkan yang wafat total 50.723 orang.
Sekarang mari kita lihat data satu bulan kemudian, per 1 Juli 2021.
Update hari itu mencatat rekor kasus baru Corona sebanyak 24.836 kasus positif. Sebanyak 9.874 pasien sembuh dan 504 wafat. Sehingga total kasus positif mencapai 2.203.108. Sedangkan yang wafat mencapai 58.995 jiwa. Yang tercatat sembuh 1.890.287 orang.
Kasus Covid-19 dalam hitungan satu bulan (1 Juni-1 Juli) mengalami penambahan 528.629 (32 %) dan jumlah yang wafat bertambah 8.272 jiwa (15%).
Presiden kemudian mengumumkan PPKM Darurat yang berlaku 3 Juli -20 Agustus. Selanjutnya, dengan nama baru PPKM Level 4 Jawa -Bali dan Luar Jawa yang sudah diperpanjang dua kali hingga sekarang. Data yang bicara kemudian (1 Juni-1Juli), ternyata belum seberapa dibandingkan setelah itu. Lonjakan yang dahsyat terjadi justru pada masa PPKM. Total kasus positif 3.930.300 (berbanding 2.203.108/ 1 Juli) dan wafat 122.633 jiwa (berbanding 58.995 jiwa/ 1 Juli).
Artinya, di kurun 47 hari PPKM terdapat penambahan positif 1.727.053 ( 80%). Sedangkan penambahan wafat 62.510 ( 105,6 %). Adapun angka kesembuhan : 3.472.915. Mengalami kenaikan 85 % dari data sembuh per 1 Juli : 1.890.287 orang.
Berhasil cegah peningkatan kasus
Berdasar angka pasien sembuh itu, PPKM bisa dicatat berhasil menekan pertumbuhan pesat pandemi. Kita tidak bisa membayangkan seandainya seperti tahun lalu -- pemerintah kurang memberi perhatian pada sifat kegentingan kasus Covid-19.
Namun, yang dibuktikan PPKM baru taraf pembatasan kegiatan masyarakat efektif buat melindungi mereka tidak terpapar virus Covid19. Rasanya faktor inilah yang menjadi pertimbangan utama pemerintah memperpanjang terus PPMM. Sejatinya, virus itu masih berkeliaran di sekeliling kita. Terkonfirmasi dari fluktuasi angka penularan. Sekali -kali menunjukkan angka penurunan, tapi data mengenai itu, situasional. Angkanya turun manakala jumlah testing turun. Terutama pada hari-hari libur. Jarang sekali kalau tak mau dikatakan belum pernah dicapai target 400 ribu / hari testing.
Target vaksinasi juga demikian. Belum pernah angka yang dicanangkan Presiden Jokowi 2 juta/ hari, terwujud. Satu-satu indikator yang menenangkan hati adalah BOR (Bed Occupancy Rate / ketersediaan kamar di Rumah Sakit) yang mendekati normal.
Tapi hati- hati. Pengalaman bulan Juni-Juli harus menjadi pelajaran berharga ketika sistem kesehatan kita kolaps. Berhari-hari kita menyaksikan di layar televisi pemandangan horor di RS. Di Jakarta dan di berbagai provinsi. Di Jakarta saja yang memiliki fasilitas kesehatan dan jumlah RS memadai, lumpuh. Di bulan itu, sempat tercatat 1900 pasien terlantar di koridor -koridor RS hingga mengular di tenda-tenda di halaman parkirannya.
Niscaya jika kita tidak bijak merespons situasi, hanya dalam seminggu BOR RS bisa kembali melebihi kapasitas. Lihat AS yang beberapa waktu lalu menganggap pandemi terkendali, kemarin mendadak panik menghadapi serangan balik Covid-19. Peningkatan kasusnya seperti diberitakan media mencapai 1000 %. Angka kematian 42 orang perjam, mirip angka kematian yang masih kita alami sekarang.
Selandia Baru enam bulan merasakan nikmat bebas Covid19, ketika pemerintah mengumumkan lockdown. " Yang menyerang Selandia Baru, virus varian baru Delta, " kata Tantowi Yahya, Dubes RI untuk Selandia Baru. Auckland, kota terbesar dan bekas Ibu Kota negara itu ditemukan 10 orang yang terpapar. Itu jumlah terbesar di Selandia Baru. Maka lockdown di sana berlaku sepekan. Sedangkan Ibu Kota Wellington, dan beberapa kota lain hanya tiga hari berlaku lockdown.
Klaster Keluarga
Virus Delta varian baru Covid-19 luar biasa ganas. Selama masa mengganasnya, itulah masa masa kita merasakan jangankan keluarga besar, sahabat dan rekan kantor, anak, istri, dan cucu saja pun menjadi orang "lain". Banyak kluster keluarga yang tertular dari orang yang tidak disangka-sangka.
Pada masa itu Aktor Anwar Fuady kehilangan istri tercinta dan putra sulungnya hanya dalam rentang tiga hari. Istrinya, Hj Farida Fuady meninggal Minggu (18/7) subuh. Putra sulungnya, Ferry Senapati Bin Anwar Fuady (49) meninggal Rabu (21/7) pukul 13.41 di RS Bhakti Asih, Ciledug,
Dana Christina
"Suami saya fine-fine aja Bung Ilham. Cuma saya sempat lemas saja baca ucapan duka cita yang beredar di FB, WAG, dan yang japri langsung ke saya. Padahal, suami saya baik-baik saja. Seperti tadi saya bilang. Suami fine-fine aja," ini keterangan artis Dana Christina yang saya kontak Kamis (15/7) siang.
Padahal, suaminya Hadi Sutoyo meninggal di RS Paru Cisarua, Rabu (14/7) dan dimakamkan di villanya di Puncak malam itu juga. Hari itu, keluarga masih merahasiakan kematian Hadi pada Dana. Takut Dana yang tengah dirawat di RS Azra Bogor terguncang. Seperti suaminya Dana juga terpapar Covid-19.
" Mas Hadi masuk RS 3 Juli. Saya, 9 Juli, " kata artis pemeran utama puluhan judul film Indonesia di masa jayanya.
Dana Christina adalah bintang film layar lebar Indonesia terkenal di era tahun 1980-an. Artis berdarah Indo itu mendapatkan nominasi Piala Citra dalam film "Lebak Membara" pada tahun 1984.
Kamis (15/7) malam Dana tinggalkan RS dengah perasaan galau. Dia sempat melihat di media sosial bertebaran ucapan duka atas wafatnya Hadi. Namun, secara bersamaan saban ditanya anaknya masih menyebut " fine-fine" soal kondisi ayahnya.
"Dalam perjalanan pulang, kemenakan menarik tangan saya, dia genggam erat. Kemudian perlahan dia sampaikan berita duka itu. Ya, ampun.Tiga hari ini saya memang merisaukan kondisi Mas Hadi. Saya sempat minta izin untuk menengoknya ke RS, tapi tak dibolehkan. Saya tidak sempat lagi melepasnya" ungkap Dana.
"Masih ada masalah berat sekarang, ibunya Mas Hadi belum tahu anaknya meninggal. Sudah lebih sebulan sejak Mas Hadi meninggal, tidak ada yang berani menyampaikan ke ibu. Kondisi ibu kebetulan sakit, " sambung Dana dalam percakapan Kamis (19/8) petang.
Lihat pemakaman via video streaming
Artis Penyanyi Fryda Lucyana juga tidak bisa mengantar ayah tercinta, Fadhly Ilhamy, yang wafat karena Covid-19, Jumat (16/7) pagi di San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat. Ayahnya meninggal dunia Kamis (15/7 ) pukul 13.54 WIB di RSPP Modular Simpruk, Jakarta Selatan.
Fryda yang terpapar Covid-19 hari itu masih dirawat di RS Muhammadiyah, Taman Puring, Jakarta Selatan. Fryda hanya menyaksikan pemakaman itu lewat live streaming atas bantuan kawan yang meliput pemakaman itu.
Pemakaman ayahnya yang mengikuti protokol kesehatan, dihadiri oleh hanya 10 keluarga dekat. Antaranya, istri almarhum Ibu Hj. R.rr. Sri Sumartinah, S.H, suami Fryda, Ir. Adi Rachmanto, MBA, dan R Rachmad, mertua Fryda.
" Tetapi ya...jujur campur aduk dengan perasaan yang sedih banget dan ada rasa kurang puas karena tidak bisa menghadiri pemakaman Papa secara langsung. Didesak menguatnya rasa rindu sama Papa karna saya sama sekali tidak punya kesempatan untuk mendampingi Papa di saat sakaratul maut, tidak bisa lihat Papa untuk terakhir kali, apalagi memeluk, mencium, memandikan dan menyolatkan jenazah Papa, " ungkap Fryda.
Penyanyi yang bekerja di Sekretariat Istana Wakil Presiden itu sudah kembali ke rumah.
Budayawan Erros Djarot sekeluarga juga terpapar Covid-19 sampai harus mengungsi ke Puncak."Asli. Saya tidak pernah ke luar rumah. Tidak ada bertemu orang selain orang di rumah. Benar-benar saya kena karena sentuh uang kertas,"Erros meyakinkan dalam percakapan via ponsel Sabtu (24/7) petang.
Erros terpapar virus hanya 5 hari alami gejala tidak enak badan. Sutradara film "Tjoet Nyak Dhien " itu tidak mengalami gejala berat seperti batuk, pusing disertai sesak nafas, seperti yang dialami umumnya pasien yang terjangkit virus. “ Ini juga asli, saya hampir tidak merasakan apa-apa. Sebelumnya pun begitu. Makanya, heran juga hasil swab Antigen mendeteksi saya, positif,” sambung pria berkumis lebat yang 22 Juli kemarin menginjak usia 71 tahun.
Namun, 27 Juni lalu, Erros kehilangan adiknya Budi Djarot, yang terpapar Covid-19. Keadaan itu mengguncangnya. Sang adik, seperti ditulis di Instagramnya, adalah " adikku, sobatku, kawan seperjuanganku". Selama percakapan, Erros terus berpesan kepada masyarakat supaya berhati-hati. Ini serius. Mengingatkan semua teman. Seluruh keluarga harus tingkatkan kewaspadaan.
" Anda juga. Hati-hati deh. Kita sudah pada tua. Virus ini gawat. Jangan main-main saya sudah kehilangan adik, "wanti-wanti politikus, seniman musik dan film, adik aktor ternama Slamet Rahardjo Djarot itu.
PPKM tiga hari lagi berakhir, 23 Agustus. Keputusan memperpanjang atau tidak menjadi hak pemerintah. Kita tunggu saja apa putusannya.
Editor: Ariful Hakim