Ceknricek.com - Menurut pengamat politik Irwan Martua, isu tentang seks dan korupsi menjadi salah satu cara untuk menjatuhkan lawan politik. Berikut penuturannya kepada ceknricek.com
Baca : Inilah Sampah Digital Para Aktor Politik (Bagian 1)
Sebenarnya, ini bicara soal politik dan seksualitas. Dalam banyak contoh, tak hanya di Indonesia tapi di banyak negara, namanya di dunia politik, sering kali tersandung skandal seksualitas. Apapun bentuknya. Kadang pelacuran. Bahkan, kadang belum tentu kasus tersebut benar. Saya pikir, persoalan seksualitas adalah isu yang paling dekat dengan soal moralitas. Seorang tokoh politik, tak jauh dari persoalan moral. Kalau dia terkenal dan public figure, seharusnya menjaga moralitas karena masyarakat umum akan selalu melihat dia.
Baca : Rahayu Saraswati Djojohadikusumo : "Saya Serahkan ke Kakak Saya” (Bagian 2)
Sekali dia tersandung, apakah itu benar atau isu yang diembuskan, tapi sering kali seksualitas menjadi salah satu cara untuk menjatuhkan lawan politik. Seperti kasus dahulu, saat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky. Itu salah satu contoh. Tapi banyak lagi. Terakhir, Donald Trump dengan Stormy Daniels (aktris porno). Jadi, seks salah satu cara orang lain untuk menyerang lawan politik. Persoalan pentingnya, seks selalu dikaitkan dengan moral. Itu ekspekstasi publik.
Baca : Sinta Melyati Meminta Pertanggungjawaban (Bagian 4)
Mengapa seks karena berkaitan dengan persoalan privacy. Ketika seseorang adalah politisi, dia harus menjaga privacy-nya. Seks berhubungan dengan kesusilaan dan moral. Kadang dengan dosa. Maka, konsep menjadi malu adalah penting. Contoh, jika seseorang itu malu, kan bukan hanya dia. Ada keluarga dan kerabat. Malu tidak hanya untuk individu tapi meluas. Ada pemahaman, misalnya di keluarga, jangan bikin aib dan malu keluarga. Jadi, persoalannya bukan sesederhana individu.
Baca : Kasus Jalan di Tempat (Bagian 5)
Kalau bicara seksualitas, bagi banyak orang, itu sensasional. Malaysia contohnya. Ketika Mahathir Mohamad menjadi perdana menteri, Anwar Ibrahim (wakil perdana menteri Malaysia), dituduh sodomi dan sampai dipenjara. Sekarang, keduanya kembali bergandeng.
Baca : Brigjen (Pol) Muhammad Iqbal: Kami Dahulukan Upaya Persuasif (Bagian 6)
Kalau menyangkut skandal seks adalah laki-laki, saya merasa, pada beberapa saat, menjadi sesuatu seperti menjatuhkan kariernya. Tapi kemudian, nanti kedepan, dia masih bisa berkecimpung. Berbeda kalau terjadi pada perempuan atau tokoh politiknya perempuan. Pasti sanksi sosial, efeknya. Persoalannya di kita adalah standar ganda. Laki-laki, kemudian, kalau selingkuh, masih bisa dimaklumi. Ramai sesaat, setelah itu hilang. Ini problemnya terkait norma gender atau sosial. Berbeda kalau terjadi pada perempuan, tekanannya akan lebih besar. Ceppy F Bachtiar