Ceknricek.com--Profesor Merle Calvin Ricklefs pantas digelar sebagai seorang cerdik-cendiakawan. Prof. yang tutup usia pada akhir Desember tahun 2019 itu adalah salah seorang sejarawan yang diakui kepakarannya dalam bidang sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
Bukan itu saja, melainkan juga Profesor kelahiran Amerika yang fasih berbahasa Belanda, Jerman, Prancis dan Jawa/Indonesia (serta tentu saja bahasa Inggris) itu dianggap telah mewariskan pusaka dalam bentuk karya-karyanya, yang di antaranya merupakan hasil dari sepak terjangnya ketika menjadi dosen di Universitas Monash, Melbourne, Australia.
Dan saya merasa beruntung karena pernah mengenalnya bukan saja ketika saya mengerjakan tesis untuk persiapan ke jenjang pasca sarjana S-2 di bidang ilmu politik (Judul Tesis Pembangunan dan Hak Asasi Manusia di Indonesia) , melainkan juga dalam pergaulan sehari-hari khusus di Universitas Monash, bersama antara lain Herb Feith, salah seorang pakar kajian Indonesia yang juga sangat disegani.
Merle Ricklefs, dijuluki dengan berbagai gelar yang patut sangat membanggakan. Dalam Wikipedia berbahasa Inggris akan kita temui keterangan berikut:
“Sejarah tibanya agama Islam di Indonesia tidak begitu jelas. Ada teori yang menyebutkan bahwa Islam tiba di Indonesia langsung dari Arab sekitar abad ke-9 Era Bersama, bersamaan dengan masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Ada pula teori yang menyebutkan bahwa Islam dibawa ke Indonesia oleh orang-orang Sufi di abad ke-12 atau 13 EB, mungkin dari Gujarat, India, atau Persia (Iran). Ada pula yang menyebutkan suku Cham dari Vietnam Tengah.”
Apa pun, kalau kita bicara tentang Prof. Merle Ricklefs, maka pada hematnya, khusus ketika ia bicara tentang masuknya Islam ke Indonesia, maka abad ke-14 merupakan waktu yang menurutnya sangat mungkin Islam dibawa ke Indonesia oleh orang Arab, orang Gujarat/India dan orang Tionghoa.
Kita tidak perlu terlalu heran kalau nama Tionghoa disebut-sebut dalam kasus masuknya Islam ke Indonesia. Dalam bukunya “Lost Islamic History”, penulis Firas Al-Khateeb, seorang tenaga pengajar di Amerika Serikat, menuturkan bahwa ketika memangku jabatan Khalifah, Utsman bin ‘Affan sekitar tahun 650 EB mengutus Sa’ad ibn Abi Waqqas sebagai duta-besar ke Tiongkok yang waktu itu diperintah oleh Dinasti Tang. Namun barulah dalam tahun 700-an EB kehadiran Muslim di Tiongkok benar-benar dirasakan.
Dalam tahun 750 EB para laskar Muslim dari Madinah dikirim ke Tiongkok atas permintaan pemerintah negara itu untuk melatih prajurit-prajurit Tiongkok. Berangsur-angsur para pelatih dari Madinah itu ikut dalam struktur pemerintahan Tiongkok. Mereka sengaja dibujuk agar jangan kembali ke negeri asal mereka, dan lambat laun terjadilah pernikahan antara para Muslim dari Arab itu dengan perempuan-perempuan setempat. Jadi hadirnya Muslim di Tiongkok memang sudah sejak lebih awal daripada masuknya Islam ke Nusantara.
Tidak mengherankan kalau sejarawan seperti Merle Ricklefs mengatakan bahwa Muslim-Muslim dari Tiongkok pada gilirannya ikut dalam memperkenalkan Islam kepada masyarakat di apa yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia. Menurut sejarawan Merle Ricklefs, ketika pengembara Italia (asal Venetsia) Marco Polo mendarat di Sumatera dalam perjalanan pulang sesudah mengembara di Tiongkok dalam tahun 1292, ia mendapati bahwa Islam sudah ada pemeluk-pemeluknya di Perlak – bahkan ia menyebut Perlak sebagai sebuah “Kota Muslim”.
Pengembara dari Maroko Ibnu Batutah, ketika dalam perjalanan ke dan dari Tiongkok dalam tahun-tahun 1345 dan 1346, mendapati bahwa penguasa kawasan Samudra (maksudnya Kerajaan Samudera Pasai di sekitar Lhokseumawe, Aceh) adalah penganut Mazhab Syafi’ie. Bagi sejarawan terkemuka Merle Ricklefs, “Masuk dan menyebarnya Islam merupakan salah satu proses yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia, namun pada waktu yang sama juga sebagai salah satu proses yang paling samar.(?)”
Bagi Merle Ricklefs dan pakar Australia lainnya tentang Islam, Prof. Antony Johns, pemikiran kalangan Muslim di Indonesia punya akar yang sangat dalam dan subur, dan ini melenyapkan pandangan dominan sebelumnya bahwa adalah pemikiran Barat – dan tokoh-tokoh elit penimba ilmu dari Barat – yang merupakan satu-satunya sumber signifikan dari gagasan-gagasan politik dan falsafah.
"Bagi saya yang juga menarik adalah penegasan Merle Ricklefs ketika dalam suatu seminar di Melbourne bahwa 'Islam brought modernity to Indonesia' – Islam membawa modernitas ke Indonesia. Penegasan itu mirip judul buku pakar Islam dari India Maulana Wahiduddin Khan bahwa 'Islam (the) Creator of The Modern Age' – Islam Pencipta Era Moderen (Goodword Books 2013)".
Merle Ricklefs juga tidak segan-segan mengusulkan kepada Dekan Jurusan Sejarah Universitas Monash, Constant Mews, agar mengontrak saya sebagai dosen tamu selama dua tahun untuk mata kuliah “Pandangan Seorang Muslim Awam Tentang Agama Islam”. Thanks Dear Merle.
Editor: Ariful Hakim