Ceknricek.com—Bupati kontroversial. Mungkin ini julukan yang tepat untuk Budhi Sarwono, Bupati Banjarnegara yang kini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Banyak ucapan dan tingkahnya yang jadi bahan perbincangan masyarakat. Terbaru, ia mengucap nama Luhut Binsar Pandjaitan dengan Luhut Penjahit. Ucapan ini membuat Budhi Sarwono akhirnya meminta maaf, setelah banyak pihak yang mengkritiknya.
Mengutip www.sabakota.id, lelaki Tionghoa ini lahir di Banjarnegara, 27 November 1962 dari pasangan Soegeng Bordhiarto dan Karolinna. Budhi Sarwono memiliki delapan saudara. Soegeng merupakan seorang pengusaha yang juga anggota veteran.
Menurut pengakuannya, Budhi Sarwono alias Wing Chin, sempat menjadi seorang bandar narkoba dan kemudian sempat mengalami mati suri akibat overdosis. Di saat itulah dirinya mengalami perjalanan spiritual ketika mati suri. Setelah itu, Budhi Sarwono menemukan hidayah dan memeluk agama Islam pada tahun 1998.
Budhi Sarwono selanjutnya menjalani profesi sebagai kontraktor dengan mendirikan PT. Bumi Rejo Banjarnegara. Dari profesi inilah Budhi Sarwono tumbuh menjadi pengusaha sukses. Di dunia konstruksi, Budhi Sarwono menjabat sebagai Ketua Umum Aspal Beton Indonesia, sedangkan di dunia sosial Budhi Sarwono menjabat sebagai salah satu Ketua DPP Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).
Sempat Kalah Pilkada
Dengan profesi pengusaha jasa kontruksi yang disandangnya, Budhi Sarwono banyak berhubungan dengan para pejabat, termasuk diantaranya para kepala daerah. Tidak hanya sampai di situ, Budhi Sarwono bahkan banyak memberikan dukungan kepada para calon kepala daerah dalam bentuk finansial saat Pilkada. Setelah banyak calon bupati yang dia sukseskan, Budhi Sarwono tertarik pula untuk ikut serta dalam kontestasi Pilkada di Banjarnegara.
Pada Pilkada Banjarnegara tahun 2011, Budhi Sarwono ikut bertarung sebagai Calon Bupati berpasangan dengan Kusuma Winahyu. Namun pada Pilkada saat itu, Budhi/Winahyu yang maju dari jalur independent, mengalami kekalahan dengan raihan 144.901 suara (33,9%), terpaut tipis dengan pasangan Sutejo Selamet Utomo-Hadi Supeno yang kemudian dinyatakan sebagai pemenang dengan raihan 166.444 suara (39,4%).
Tidak kapok dengan kekalahan yang dialaminya, Budhi Sarwono akhirnya maju kembali dalam Pilkada Banjarnegara tahun 2017. Saat itu Budhi Sarwono berpasangan dengan Syamsudin dan diusung oleh Partai Golkar, PPP, dan Partai Demokrat.
Saat itu terdapat 3 pasang calon, dimana Budhi/Syamsudin mampu memenangkan Pilkada dengan raihan suara hingga 54,21% atau sebanyak 285.088 suara, jauh di atas dua pesaingnya. Budhi/Syamsudin memenangkan pertarungan di 19 kecamatan dari 20 kecamatan di kabupaten Banjarnegara.
Dukungan kuat masyarakat kepada Budhi/Syamsudin karena program utama yang ditawarkan adalah perbaikan jalan di seluruh wilayah kabupaten Banjarnegara. Kebetulan saat itu, kondisi jalan di kabupaten Banjarnegara mengalami kerusakan parah dan akses jalan/jembatan di daerah terpencil tidak tersedia. Beberapa kali masyarakat protes kepada pemkab Banjarnegara dengan cara menanam pohon pisang di jalan yang rusak atau dengan menaburkan bibit ikan di kubangan jalan yang rusak.
Setelah 4 tahun kepemimpinan Budhi/Syamsudin, kondisi jalan di wilayah kabupaten Banjarnegara menunjukkan kemajuan berarti sehingga hal inilah yang menyebabkan dukungan dan simpati masyarakat kepada Budhi makin kuat. Oleh sebab itu, banyak pihak yang menilai jika dalam Pilkada yang akan datang diperkirakan tidak akan ada pesaing yang bisa mengalahkan Budhi Sarwono. Bahkan tidak sedikit masyarakat Banjarnegara yang memunculkan Budhi Sarwono sebagai bakal calon Gubernur Jawa Tengah dalam Pilkada Jawa Tengah mendatang.
Sosok Kontroversial
Budhi Sarwono dikenal sebagai sosok kontroversial karena cara bicaranya yang menurut orang Banjarnegara, blaka sutha alias ceplas-ceplos. Pada tahun 2019, Budhi Sarwono pernah diprotes oleh warga Nahdlatul Ulama karena pernyataannya dinilai melecehkan Gus Dur. Budhi akhirnya minta maaf.
Budhi juga menjadi bahan pembicaraan ketika mengunggah slip gajinya yang kecil. Dia mengeluhkan gajinya yang kecil sehingga dirinya banyak nombok. Dia berharap agar Pemerintah dapat menaikkan gaji bupati agar tidak melakukan korupsi.
Ketika Indonesia dan seluruh wilayah di Jateng dirundung Covid 19, Bupati Banjarnegara itu justru membolehkan masyarakatnya beraktifitas seperti biasa. Dia bahkan menuduh ada indikasi rumah sakit mengcovidkan pasien.
Pada tanggal 9 Agustus 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi mengagetkan masyarakat Banjarengara. Tim anti rasuah itu datang ke Banjarnegara untuk keperluan penggeledahan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Banjarengara oleh karena adanya dugaan korupsi dan pemberian gratifikasi terkait dengan pemborongan, pengadaan atau persewaan pada DPUPR Kabupaten Banjarengara tahun 2017-2018.
Selesai menggeledah DPUPR, KPK melanjutkan penggeledahan di kantor PT. Bumi Rejo milik Budhi Sarwono yang berada di dalam komplek rumah pribadinya, tidak jauh dari kantor DPUPR Kabupaten Banjarnegara.
Pada hari berikutnya, 10 Agustus 2021,KPK kembali melakukan penggeledahan. Kali ini menyasar rumah dinas Bupati Banjarnegara, Kantor Bupati Banjarnegara, rumah kediaman Kedi Afandi orang kepercayaan Budhi yang juga berstatus tersangka, serta menggeledah PT. Sambas Wijaya Purbalingga rekanan bisnisnya.
Sementara itu mantan Kepala DPUPR Kabupaten Banjarnegara, Tatag Rochyadi, beberapa kali diperiksa KPK untuk dimintai keterangannya. Status Tatag Rochyadi hingga saat ini adalah sebagai saksi atas dugaan korupsi dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan pada DPUPR Kabupaten Banjarnegara Tahun 2017-2018, dan penerimaan gratifikasi.
Pada , 3 September 2021, KPK menetapkan Budhi Sarwono sebagai tersangka, bersama dengan orang kepercayaannya, Kedi Afandi. KPK menjerat Budhi dengan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 huruf i serta pasal 12B ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut Firli, dalam beberapa kali pertemuan Budhi Sarwono secara langsung maupun melalui Kedi Afandi, orang kepercayaannya, membuat kebijakan dengan menaikkan harga paket proyek sebesar 20%.
"Dari 20% tersebut, 10% diantaranya untuk Budhi Sarwono dan 10% lainnya untuk rekanan yang mengerjakan proyek,"terangnya.
Budhi Sarwono juga disangkakan ikut serta secara aktif dalam urusan lelang pekerjaan dengan mengikutsertakan perusahaan keluarganya untuk menangani proyek, serta menentukan pemenang lelang.
Kini keduanya telah ditahan di rumah tahanan KPK. Hari ini, Budhi Sarwono dan Kedi Afandi langsung ditahan pada dua tempat yang berbeda. Budhi Sarwono ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, sedangkan Kedi Afandi ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya.