Januari-Oktober 2019, Neraca Perdagangan Indonesia Masih Defisit | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Antaranews.com

Januari-Oktober 2019, Neraca Perdagangan Indonesia Masih Defisit

Ceknricek.com -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai neraca perdagangan Indonesia dari Januari hingga Oktober 2019 masih mengalami defisit sebesar US$1,79 miliar. Hal ini berarti hingga Oktober 2019, di tahun ini Indonesia masih lebih sering impor ketimbang ekspor.

Meski demikian, BPS mencatat angka ini lebih kecil daripada defisit neraca perdagangan Indonesia pada periode yang sama setahun sebelumnya. Pada Januari sampai Oktober 2018, besarnya defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai US$5,57 miliar dolar.

“Pergerakan surplus atau defisit neraca perdagangan pada sepanjang 2019 ini relatif lebih datar dibanding 2018. Secara rata-rata, jumlah surplus atau defisit pada 2018 relatif lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujar Kepala BPS, Suhariyanto dalam paparannya di Kantor BPS, Jakarta, Jumat (15/11).

Berdasarkan data BPS, selama empat bulan terakhir nilai surplus atau defisit rata-rata berada US$163,9 juta atau kurang dari itu. Sedangkan periode yang sama 2018, diketahui pada Oktober 2018 defisit US$1,75 miliar dan pada Juli 2018 defisit sebesar US$2,01 miliar.

Jika dibedah, maka nilai ekspor migas (minyak mentah, hasil minyak dan gas) Indonesia pada Januari hingga Oktober 2019 ialah mencapai US$10,3 miliar, sementara besarnya impor migas mencapai US$17,6 miliar, yang membuat terjadi defisit di sektor migas mencapai US$,2 miliar.

Sumber: BPS

Adapun besarnya ekspor nonmigas Indonesia mencapai US$128,7 miliar, sedangkan besarnya impor nonmigas mencapai US$123,3 miliar. Dengan demikian, di sektor non migas neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus US$5,5 miliar.

Baca Juga: Oktober 2019, Neraca Perdagangan Indonesia Surplus Tipis US$161,3 Juta

Tiga mitra dagang Indonesia yang mencatatkan surplus terbesar untuk neraca perdagangan Indonesia ialah Amerika Serikat (US$7,7 miliar), India (US$6,1 miliar) dan Belanda (US$1,8 miliar). Sementara mitra dagang yang mencatatkan defisit ialah Australia (2 miliar), Thailand (US$3,2 miliar) dan China (US$15,2 miliar).

Tarif Impor

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto juga mengatakan pengaruh kebijakan penerapan tarif yang lebih tinggi atau lebih rendah terhadap impor tidak bisa disamaratakan tetapi harus dilihat dampaknya untuk setiap komoditas.

"Saya tidak bisa menentukan bagaimana tarif mempengaruhi neraca perdagangan, karena pengaruh tarif ke setiap komoditas itu berbeda. Peningkatan atau penurunan bisa terjadi karena beragam faktor,” katanya seperti dilansir Antara, Jumat (15/11).

Foto: Antaranews.com

Suhariyanto menjelaskan contohnya, bila ada yang menyatakan bahwa penjualan kendaraan mobil menurun, maka bukan berarti bahwa hal tersebut menandakan menurunnya daya beli dari kalangan kelas menengah. Hal tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah tabungan di masyarakat masih tinggi, sehingga lebih tepat bila dikatakan bahwa warga lebih menahan diri untuk membeli kendaraan.

“Pergerakan harga komoditas yang terkait dengan produk ekspor-impor utama Indonesia di tingkat global akan dapat berpengaruh kepada total nilai ekspor-impor,” kata Suhariyanto menjelaskan.

Pada Oktober 2019 ini diketahui bahwa harga komoditas nonmigas yang mengalami peningkatan di tingkat global adalah coklat, minyak sawit, dan seng. Sedangkan harga komoditas nonmigas yang mengalami penurunan antara lain adalah harga karet dunia.

BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait