Ceknricek.com -- Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengungkapkan, neraca perdagangan Februari 2019 kembali surplus, setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit sebesar US$ 1,1 miliar.
Dalam siaran persnya, Rabu (20/3), Mendag mengatakan, pada Februari 2019, nilai ekspor lebih besar dari nilai impor sehingga menghasilkan surplus sebesar US$ 329,5 juta. “Surplus ini disebabkan menurunnya permintaan impor bulanan yang lebih tinggi daripada penurunan ekspor,” kata Enggar.
Lebih rinci, Enggar menjelaskan surplus perdagangan Februari 2019 disumbang surplus perdagangan nonmigas sebesar US$ 793,6 miliar, dan defisit neraca perdagangan migas sebesar US$ 464,1 miliar. Negara-negara mitra dagang penyumbang surplus nonmigas terbesar selama Februari 2019 adalah Amerika Serikat, India, Filipina, Belanda, dan Singapura dengan nilai US$ 2,1 miliar.
Sementara itu, China, Thailand, Jepang, Australia, dan Argentina menjadi negara sumber defisit perdagangan nonmigas terbesar yang totalnya mencapai US$ 2,5 miliar.
Menurut Enggar, secara kumulatif neraca perdagangan Januari-Februari 2019 masih mengalami defisit US$ 734,0 juta. Hal ini karena besarnya defisit perdagangan migas yang mencapai US$ 886,0 juta belum dapat diatasi dengan surplus neraca perdagangan nonmigas yang hanya sebesar US$ 152,0 juta.
Surplus perdagangan bulan Februari belum dapat memperbaiki neraca perdagangan periode Januari-Februari 2019. Karena itu, pemerintah telah merumuskan strategi peningkatan ekspor produk bernilai tambah tinggi dan berdaya saing untuk mencapai target ekspor nonmigas di 2019, dan melebihi surplus neraca perdagangan nonmigas tahun 2018 yang mencapai US$ 3,84 miliar,” jelas Enggar.
Dorongan Ekspor Produk Bernilai Tambah
Kinerja ekspor Februari 2019 mencapai US$ 12,5 miliar atau turun 11,3% dibandingkan ekspor bulan yang sama pada 2018. Penurunan ini disebabkan penurunan ekspor migas sebesar 21,8% dan penurunan ekspor nonmigas sebesar 10,2%.

Sumber : SindoNews
Untuk mencapai target 2019, lanjut Mendag, kinerja ekspor nonmigas periode Januari-Februari 2019 memerlukan dorongan optimal kinerja ekspor bulan-bulan selanjutnya, Maret hingga Desember, yang diharapkan tumbuh minimal 10,3%.
“Hal ini menuntut kita berupaya keras mendorong peningkatan ekspor produk bernilai tambah tinggi dan berdaya saing yang strateginya telah kami rumuskan pada rapat kerja beberapa hari lalu,” jelas Enggar.
Pada Januari-Februari 2019, ekspor seluruh sektor mengalami pelemahan kecuali sektor pertanian. Ekspor sektor pertanian yang tahun lalu turun 12,1%, tahun ini naik 4,6%.
Sedangkan ekspor sektor industri tahun lalu naik 6,1%, tahun ini turun 6,0%; ekspor sektor pertambangan yang tahun lalu naik 39,5%, tahun ini turun 13,3%. Adapun ekspor sektor migas yang tahun lalu naik 9,1%, tahun ini turun 14,4%.
“Pelemahan kinerja ekspor Januari-Februari 2019 disebabkan faktor tekanan harga beberapa komoditas utama Indonesia di pasar internasional, seperti batu bara dan minyak sawit (CPO), meskipun volume ekspornya mengalami peningkatan. Oleh karena itu, strategi peningkatan ekspor fokus pada ekspor produk bernilai tambah tinggi dan berdaya saing,” lanjut Mendag.
Selain itu, secara keseluruhan penurunan ekspor nonmigas selama periode Januari-Februari 2019 juga dipicu melemahnya ekspor ke sepuluh besar pasar, kecuali ke Korea Selatan dan Vietnam yang naik, masing-masing sebesar 13,8% dan 25,2%.
Adapun nilai ekspor nonmigas ke pasar di urutan sepuluh besar mencapai USD 16,5 miliar atau turun 8,1%. Hal ini menyebabkan kontribusi sepuluh besar pasar mengalami penurunan dari 69,0% menjadi 68,2% dari total ekspor nonmigas.
Impor Januari-Februari 2019 Menurun
Impor selama Februari 2019 mencapai US$ 12,2 miliar atau turun 13,98% dibandingkan Februari 2018. Dengan demikian, tercatat bahwa selama 2 bulan pertama 2019, total impor Indonesia mencapai US$ 27,2 miliar atau menurun 7,8% dari total impor Januari-Februari 2018 yang mencapai US$ 29,5 miliar.
“Penurunan impor Januari-Februari 2019 ini terjadi setelah pada periode yang sama selama dua tahun sebelumnya mengalami kenaikan. Impor pada Januari-Februari 2018 meningkat 26,4% dan pada 2017 naik 13,0%,” ungkap Mendag.

Sumber : Katadata
Penurunan impor tersebut disebabkan penurunan permintaan impor seluruh golongan barang, yaitu impor barang konsumsi turun sebesar 18,8%, impor bahan baku/penolong turun 7,6%, dan impor barang modal turun 2,3%.
Adapun barang konsumsi yang impornya mengalami penurunan signifikan antara lain alat angkutan bukan untuk industri (-54,7%), bahan bakar dan pelumas (-26,3%), dan mobil penumpang (-25,5%).