"UN tidak dihapuskan, namun diganti dengan evaluasi atau penilaian yang lebih baik. Karena kita ingin penilaian ini nantinya lebih mengarah pada tingkat penalaran siswa," ungkap Totok di Jakarta, Kamis, (12/11) dilansir dari Antara.
Ia menambahkan selama ini UN didominasi oleh penguasaan konten mata pelajaran. Padahal kedepannya yang dibutuhkan oleh siswa menurutnya adalah kemampuan bernalar.
“Jadi perubahan itu, yang tadinya UN lebih menilai kepada pemahaman konten anak-anak kita nantinya lebih kepada kemampuan bernalar dan kemampuan berpikir secara kritis,” jelas dia.
Selain itu, Totok juga menegaskan UN tidak bisa dihapuskan karena amanat UU. Namun hanya diganti dengan penilaian yang menekankan pada kemampuan bernalar.
Nantinya, bentuk penilaiannya seperti soal-soal PISA (Programme for International Students Assessment) maupun AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia) yang dibuat oleh Kemendikbud untuk survei karakter, karakter seperti apa yang dibutuhkan pada masa depan.
Totok pun mengatakan kemampuan anak tidak bisa dibangkitkan pada saat ujian saja, melainkan harus dalam kesehariannya. "Melalui penilaian yang formatnya sudah berubah itu, maka bisa diketahui bagaimana kemampuan anak yang sebenarnya," ujarnya.
Baca Juga: 'Merdeka Belajar': UN Dihapus, Zonasi Lebih Fleksibel
Menurutnya guru-guru harus melakukan penilaian yang sifatnya formatif, atau perbaikan secara terus-menerus. Semangat belajar pun harus dibangkitkan dalam keseharian, melalui penilaian harian, mingguan dan bulanan.
Mulai 2021, Kemendikbud mengubah format UN yang sebelumnya dilakukan pada akhir jenjang, menjadi pertengahan jenjang. Penilaian itu untuk mengukur kompetensi siswa dan karakter yang dimiliki oleh mereka.
Sebagaimana diwartakan pada Rabu, (11/12) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim menegaskan bahwa tahun 2020 akan menjadi tahun pelaksanaan UN terakhir kalinya di Indonesia.
“Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” jelas Mendikbud.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.