Ceknricek.com -- Bagaimana musik memproyeksikan atau mengambil inspirasi dari benda-benda mekanik di tengah arus moderenisme atau pascamoderenisme ini?
Yang terjadi tentu saja komposisi-komposisi suara yang keluar dari konvesi lumrah, bahwa musik adalah sesuatu yang harmonis. Alih-alih dikatakan bising, nakal, dan tidak lugas. Namun dari balik kekacauan komposisi itu ternyata menghadirkan keindahan sendiri yang tertangkap oleh telinga pendengar.
Helaan-helaan napas pada tempo tertentu-yang kadangkala tertahan, simpul senyum yang tiba-tiba merekah dalam temaram lampu, atau anggukan-anggukan kecil dalam mengikuti irama nada. Seperti itulah nampaknya yang dialami penonton dalam koneser Jakarta City Pilharmonic (JCP) yang mengangkat tema "Manusia dan Mesin" di Gedung Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Rabu (23/10) malam.
Foto: Eva Tobing DKJ
Pada edisi ini JCP memang menghadirkan repertoar musik era modern dengan membuka wacana antara manusia, mesin, beserta estetika di dalamnya. Dengan pengaba utama Budi Utomo Prabowo, konser kali ini menampilkan karya-karya non konvensional dari komposer-komposer yang memiliki minat dalam mengkplorasi bunyi suara mesin, seperti Johns Adams, Alexander Moslov, Jean Sibelius, dan tentu saja Sergei Prokofiev, seorang komponis yang dianggap"Futuris dan tidak beradab" dari Rusia di masanya.
"Komponis lebih senang menciptakan kekacauan daripada ketertiban," ungkap Aditya Pradana Setiadi dalam buku pengantar konser yang dimulai setelah magrib ini.
Baca Juga: Konser JCP Ubah Paradigma Anak Muda Memandang Musik Klasik
Tidak dapat disangkal memang, modernisme turut berpengaruh dalam sendi-sendi kehidupan serta menjadi feomena di masyarakat urban (perkotaan). "Citra penghacuran kreatif menjadi sangat penting dalam memahami modernitas. Penciptaan baru dalam biang seni-musik, sastra, dan arsitektur tidak dapat diciptakan tanpa merusak pakem yang ada," seturut ungkapan Aditya.
Foto: Eva Tobing DKJ
Dari sinilah antar manusia dan mesin kemudian juga dapat dianggap tepat dalam menggambarkan persaingan di era modern. Era dimana mesin menjadi elemen penting dalam efisiensi kepraktisan manusia. Serta munculnya wacana baru bahwa mesin akan menggantikan posisi manusia di beberapa bidang profesi.
Yang terjadi kemudian memang suara-suara seperti genderang perang. Bunyi-bunyian dengan karakter lincah dan mekanistik, melodi yang seketika tajam menggebrak-heboh, lalu perlahan-lahan yang muncul adalah keheningan. Antara terkesiap atau tidak mengerti, dan disusul gemuruh tepuk tangan penonton ketika komposisi piano koncerto no.2 in G Minor, Op.16 karya Prokofiev yang dikolaborasikan oleh pengaba tamu Vincent Gunawan dengan pianis Stephen Kurniawan Tamadji mencapai puncaknya.
Tidak hanya itu, komposisi-komposisi lain seperti, Pabrik: musik mesin, Op.19 “Pengecoran Besi” karya Mosolov (1900-1973), Simfoni ketujuh dalam C mayor, Op.105 karya Jean Sibelius (1865-1957), dan Perjalanan Singkat Mengendarai Mobil Supercepat karya John Adams (1947), kemudian turut membius telinga dan ruang imajiner penonton hingga akhir pertunjukan.
Foto: Eva Tobing DKJ
Untuk diketahui, JCP adalah program kesenian yang digelar oleh Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta. Konser regular yang diadakan tiap satu bulan sekali ini diselenggarakan untuk menjawab kebutuhan kultural masyarakat metropolitan, khususnya di bidang musik. Sepengetahuan penulis, konser ini pun gratis, alias tidak berbayar.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
Editor: Farid R Iskandar