Kisah J.S Badudu, Sang Pengkritik Tata Bahasa Soeharto | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Detak.Co

Kisah J.S Badudu, Sang Pengkritik Tata Bahasa Soeharto

Ceknricek.com - Beliau memiliki kepribadian yang tenang dan tegas, sedikit bicara tapi galak (Ananda Badudu).

Hari ini 93 tahun silam, Gorontalo melahirkan putra Indonesia. Namanya Jusuf Sjarif Badudu atau yang lebih dikenal J.S. Badudu. Ia seorang pakar bahasa Indonesia dan Linguistik. J.S. Badudu adalah guru besar di Universitas Padjadjaran dan dikenal luas di masyarakat sebagai pembawa acara Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI (1974-1979). 

Terlanjur cinta Bahasa Indonesia

Dalam usia 13 tahun, Badudu kecil manamatkan Sekolah Rakyat di Ampana, Sulawesi Tengah. Menginjak lima belas  tahun, ia mengikuti kursus Volksonderwijser atau CVO (Pengajar umum) di Luwuk, Sulawesi Tengah (1941). Tahun 1949 ia menyelesaikan pendidikan Normaal School di Tentena, Sulawesi Tengah. Ia melanjutkan sekolah di KweekschooI atau SGA, Makassar, Sulawesi Selatan, dan tamat pada tahun 1951. 

Sumber: kompasiana.com

Badudu muda sangat tertarik pada bidang matematika. Bahkan awalnya ia ingin mengambil jurusan tersebut. Namun apa daya, karena kebijakan pemerintah pada masa awal kemerdekaan RI, Badudu harus  melepaskan pilihannya dan terpaksa menekuni bidang Bahasa Indonesia karena saat itu masih memiliki lowongan.

Karena keterpaksaan ini Badudu akhirnya justru mencintai Bahasa Indonesia. Ia sangat konsisten terhadap hal yang telah dipilih sehingga kecintaan terhadap Bahasa Indonesia pun tumbuh.

Pendidikan 'keterpaksaan' Badudu berlanjut. Tahun 1955 Badudu menyelesaikan pendidikan B.1 Bahasa Indonesia di Bandung dan menyelesaikan pendidikan S1-nya di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung (1963).

Tahun 1971-1973 Badudu melanjutkan pendidikan pada Postgraduate Linguistics di Leidse Rijksuniversiteit Leiden, Belanda. Ia meraih gelar Doktor Ilmu Sastra dengan pengkhususan linguistik di Universitas Indonesia, Jakarta, melalui disertasi yang berjudul "Morfologi Kata Kerja Bahasa Gorontalo" pada 1975.

Tak Banyak Bicara

Badudu dikenal sebagai seseorang yang “sedikit bicara”, tapi memiliki kepribadian yang tenang dan tegas. Tak sedikit murid dan mahasiswa yang pernah memperoleh ilmu dari Badudu beranggapan dia sosok yang “galak”.

Saat mengajar di sekolah menengah atas (SMA) Badudu selalu berpakaian rapi dan berdasi, meskipun guru-guru lainnya tidak berpenampilan seperti itu. Ketelitian Badudu pun sangat dipuji oleh murid-muridnya. Contonya ketika Badudu sedang memeriksa tugas-tugas sekolah, semua dilakukan dengan cepat dan tepat tanpa butuh waktu yang lama.

Mengkritik Tata Bahasa Soeharto

Sumber: liputanlima.com

Kritik atas kekeliruan penggunaan bahasa Indonesia selalu Badudu lakukan kepada siapapun. Sebagai pemerhati bahasa, ia mencatat fenomena dan kejanggalan bahasa dan memperbaiki yang salah, termasuk di masyarakat umum.

Badudu pernah secara terbuka dianggap mengkritik penggunaan bahasa yang digunakan Presiden Soeharto. Kritik Badudu terkait penggunaan akhiran "kan" yang sering dilafalkan menjadi "ken", menurutnya tidak spesifik merujuk pada Soeharto. 

Badudu menilai fenomena yang terjadi di masyarakat di masa itu adalah kesalahkaprahan sistematis akibat banyak masyarakat yang turut mencontoh cara berbahasa yang ditunjukkan pemimpinnya. Inilah yang dibendung Badudu supaya tidak meluas, dengan mengkritik Presiden Soeharto dalam menggunakan kalimat berbahasa Indonesia tidak secara baik dan benar.

Penghargaan

Dalam usia 76 tahun Badudu tidak hanya aktif sebagai guru, dosen, penatar bahasa Indonesia, tetapi juga aktif sebagai penulis artikel tentang bahasa Indonesia di surat kabar dan majalah.

Sumber: bintang.com

Sejak tahun 1977 hingga 2016, ia menjadi penulis, mengisi rubrik tentang pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di majalah Intisari Jakarta.

Badudu banyak menghasilkan karya-karya dalam bentuk buku seperti, Pelik-Pelik Bahasa Indonesia; Membina Bahasa Indonesia Baku (2 jilid); Bahasa Indonesia: Anda bertanya?; Inilah jawabnya Ejaan Bahasa Indonesia Sari Kesusasteraan Indonesia untuk SMA (2 jilid), dan masih banyak lagi. Total ada 14 buku yang ditulis Badudu.

Karena jasanya, Badudu pernah menerima bintang jasa Pemerintah RI, yaitu Satyalencana 25 tahun Pengabdian dan Bintang Mahaputra. Bintang jasa ini diberikan pemerintah sebagai penghargaan atas jasanya membina bahasa Indonesia selama bertahun-tahun bagi seluruh lapisan masyarakat indonesia.

Badudu menikah dengan Eva Henriette Badudu pada 9 Mei 1953. Mereka dikaruniai sembilan putra-putri, antara lain Dharmayanti Francisca, Erwin Suryawan, Chandramulia Satriawan, Chitra Meilani, Armand Edwin, Rizal Indrayana, Sari Rezeki Adrianita, Mutia Indrakemala, dan Jussar Laksmikusala.

J.S. Badudu mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Sabtu 12 Maret 2016, dalam usia 89 tahun. 



Berita Terkait