Kisah Seorang Ibu yang Sabar dan Kuat, Makam Air Mata Ibu | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Ashar/C&R

Kisah Seorang Ibu yang Sabar dan Kuat, Makam Air Mata Ibu

Ceknricek.com--Seperti yang kita tahu, Madura mempunyai banyak pantai yang belum banyak orang kenal namun keindahannya tidak kalah dari pantai-pantai yang lain di daerah Jawa Timur. Madura juga sangat dikenal dengan wisata religi, kebudayaannya dan peninggalan sejarah. Salah satunya yang kita kunjungi adalah Makam Aer Mata Ebu yang terkenal dengan cerita sejarahnya.

Dari kejauhan saat kita sampai di desa Buduran, Kecamatan Arosbaya Bangkalan, kita akan disambut dengan pemandangan puluhan anak tangga yang menanjak menuju ke pintu masuk utama dari komplek pemakaman ini. Konon di pemakaman ini telah dimakamkan seorang Ratu bernama Syarifah Ambami, istri dari penguasa wilayah Madura, Raden Praseno.

Sejarah mencatat, Raden Praseno lebih dikenal dengan nama Cakraningrat I, seorang raja yang hidup pada jaman keemasan kerajaan Mataram di Jawa. Syarifah Ambami sendiri masih keturunan Sunan Giri di Gresik. Cakraningrat I adalah seorang raja Madura yang tinggal di Keraton Sampang. Dia menjadi raja di wilayah Madura pada tahun 1626 atas perintah dari Sultan Agung dari Mataram.

Sejarah  dari nama pemakaman ini membawa sebuah cerita terciptanya sebuah mata air yang  dipercayai oleh masyarakat setempat. Mata air yang terletak di bawah bukit tempat petilasan itu dipercaya oleh banyak orang bisa membawa berkah dan juga menyembuhkan berbagai macam penyakit. Jadi tidak heran bila banyak peziarah yang langsung turun menuju ke mata air tersebut setelah mengunjungi makam Ibu Ratu. Mata air ini juga tidak pernah kering atau surut walaupun musim kemarau melanda.

Saat memasuki pintu masuk utama menuju ke area komplek pemakaman, kita langsung bisa melihat pemandangan dari beberapa makam di kanan kiri dekat pintu masuk, yang ternyata adalah makam-makam dari para pengikut ibu Ratu Syarifah pada waktu itu. Berjalan sedikit lagi ke arah depan di area padepokan, di sana juga terdapat beberapa makam yang dikabarkan adalah makam dari pangeran dan pembesar keraton lainnya, dilihat dari bentuk batu nisannya yang lebih bagus daripada yang di luar. Pada umumnya, bentuk makam di kompleks ini mempunyai ciri khas perpaduan Hindu, Budha, dan Islam.

Foto: Ashar /CnR

Untuk makam Kanjeng Ratu Syarifah sendiri terletak paling utara dari komplek pemakaman, dengan konstruksi makam yang lebih tinggi dari makam yang lainnya. Selain itu juga dipagari dengan pagar kayu dan ditutupi oleh kain hijau. Beberapa hari sekali, kain dan bunga di makam Ibu Ratu akan diganti oleh juru kunci makam.

Raja Cakraningrat yang memimpin Madura pada tahun 1626 atas perintah Sultan Agung dari Mataram. Karena Sarifah Ambani (Ratu Ibu) sering di tinggal bertugas, ia memutuskan untuk bertapa memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar nanti ke tujuh turunannya dapat di takdirkan menjadi penguasa pemerintahan Pulau Madura. Setelah Raja Cakraningrat (suaminya) pulang, ia bercerita tentang doa yang ia panjatkan agar ke tujuh turunannya menjadi penguasa pemerintahan pulau Madura.

Raja Cakraningrat kecewa mendengarnya, karena Sarifah Ambani (Ratu Ibu) hanya mendoakan tujuh turunannya bisa menjadi penguasa pulau Madura namun Raja Cakraningrat ingin semua turunannya menjadi penguasa di Madura. Sarifah Ambani (Ratu Ibu) merasa bersalah dan membuat kecewa terhadap suaminya ia kembali ke tempat pertapaannya yakni di desa Buduran. Ratu Ibu terus menangis tanpa henti, hingga air matanya membanjiri tempat pertapaannya. Setelah berapa lamanya, hingga ia wafat dan di kebumikan di tempat persemediannya. Sampai saat ini nama tempat itu di sebut dengan Aer Mata Ibu.

Dan konon kabarnya air mata ibu ratu itulah yang akhirnya menjelma menjadi mata air keramat yang dipercaya mempunyai khasiat dan membawa berkah bagi siapa yang meminumnya.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait