Ceknricek.com -- Menko Polhukam Mahfud MD memerintahkan Jaksa Agung ST Burhanudin, untuk segera menangkap narapidana dan buronan kelas kakap, Joko Sugiarto Tjandra.
Menurut Mahfud Djoko harus ditangkap karena masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)musk telah melakukan peninjauan kembali.
“Ini adalah buronan yang masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang). Oleh sebab itu Kejaksaan Agung maupun Kepolisian harus segera menangkapnya. Tidak ada alasan bagi orang yang DPO meskipun dia mau minta PK lalu dibiarkan berkeliaran," kata Mahfud dalam keterangan tertulis , Kamis (2/7/20).
Mahfud juga mengingatkan berdasarkan undang-undang orang yang mengajukan Peninjauan Kembali harus hadir dalam pengadilan. Jika tidak, maka peninjauan kembali tidak bisa dilakukan.
“Saya minta Polisi dan Kejaksaan untuk menangkapnya dan segera dijebloskan ke penjara sesuai dengan putusan pengadilan yang telah inkracht (berkekuatan hukum tetap) Jadi tidak ada penundaan hukuman bagi orang yang sudah minta PK. Itu saja demi kepastian hukum dan perang melawan korupsi," tegas Mahfud.
Joko Tjandra dikabarkan berada di Indonesia. Dia menjadi buron kasus cessie Bank Bali sejak tahun 2019 diketahui masuk ke Indonesia dan sempat mendaftarkan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan bahwa tidak ditemukan adanya data dalam sistem yang dimiliki Kemenkumham mengenai keberadaan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra di Indonesia.
Baca juga: Mahfud Sebut RUU HIP Punya Masalah Prosedural dan Substansial
"Dari mana data bahwa dia tiga bulan di sini, tidak ada datanya kok. Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya. Kemenkumham tidak tahu sama sekali di mana. Makanya kemarin kan ada dibilang ditangkap, kita heran juga. Jadi kami sudah cek sistem kami semuanya, tidak ada," kata Yasonna, dalam keterangan di Jakarta, Selasa, (30/6/20).
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menjelaskan mengenai kronologi status Joko Tjandra yang masuk daftar pencarian orang.
Arvin menuturkan, permintaan pencegahan atas nama Joko Soegiarto Tjandra oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan pada 24 April 2008. Pencegahan tersebut berlaku selama 6 bulan.
Kemudian, 'red notice' dari Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra terbit pada 10 Juli 2009. Pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI berlaku selama 6 bulan.
Pada pada 12 Februari 2015 terdapat permintaan DPO dari Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia terhadap Joko Soegiarto Tjandra.
Ditjen Imigrasi lalu menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Pada 5 Mei 2020, terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa 'red notice' atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung RI.
Ditjen Imigrasi kemudian menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Pada 27 Juni 2020, terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung RI, sehingga nama yang bersangkutan dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.
"Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan tidak ditemukan dalam data perlintasan," terang Arvin dalam keterangan tertulis.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini