Memperkuat Peradaban Hukum, Konstitusi dan Demokrasi Indonesia | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Memperkuat Peradaban Hukum, Konstitusi dan Demokrasi Indonesia

Ceknricek.com--Dalam sejarah peradaban manusia, perubahan adalah suatu keniscayaan. Dinamika manusia membuat perubahan - perubahan akan terus terjadi oleh berbagai hal, misal pertambahan penduduk, konflik/peperangan, wabah penyakit (Covid-19), penemuan dalam bidang teknologi dan seterusnya.

Perubahan - perubahan tersebut , dampak positif dan negatif senantiasa beriringan, dan tentu saja akan dirasakan oleh masyarakat. Jika berdampak positif, maka perubahan tersebut akan berintegrasi dengan masyarakat. Namun jika berdampak negatif, maka perubahan tersebut akan menyebabkan disintegrasi, terlebih jika perubahan tersebut menggerus moral dan etika masyarakat.

Dalam kondisi itulah, dibutuhkan mekanisme atau instrumen yang mampu untuk mengontrol perilaku / ketaatan sesuai dengan norma - norma yang ada dalam masyarakat. Mekanisme kontrol tersebut salah satunya yaitu norma hukum. Dalam fungsinya, hukum bersifat mengintegrasikan kepentingan - kepentingan anggota masyarakat yang dilakukan dengan jalan mengatur (menertibkan). Bahkan, lebih dari itu, hukum tidak hanya memperhatikan relasi aspek ketertibannya saja, tetapi juga hukum harus mampu menentukan ukuran - ukuran atau parameter - parameter tertentu yang bermuara terwujudnya keadilan.

Di sisi lain, hukum juga dituntut untuk mengekspresikan jawaban tersebut. Jawaban atas perubahan tersebut dilakukan hukum melalui aturan - aturan formal yang telah dipositifkan. Positifikasi hukum atau yuridis formal menuntut semua warga negara mematuhi aturan - aturan tersebut, seperti yang dikatakan Plato : hukum diberlakukan dengan maksud untuk membantu manusia menciptakan kesatuan dalam kehidupan harmonisasi atau ketertiban sosial, demi terciptanya kebaikan umum.

Bahkan, tidak jarang terjadi pergeseran, baik pada tingkatan struktural, dan organisasi masyarakat ( transformasi struktural ), juga menyangkut norma dan nilai (transformasi kultural). Dengan begitu ketika terjadi pergeseran - pergeseran dalam masyarakat, maka hukum menjadi subsistem yang terbuka untuk menerima perubahan tersebut. Hal itu senada yang dikatakan seorang Hakim Agung Amerika Serikat Oliver Wendell Holmes, bahwa dalam kehidupan yang nyata, law has not been logic, it is exparience. Hukum bukanlah suatu sistem teks normatif yang tertutup. Hukum berhimpit dengan subsistem , politik, sosial, kultural dalam komunitas - komunitas. Maka, hukum itu bukan saja menjadi urusan para juri, pengacara, politikus, melainkan juga menjadi urusan publik pada umumnya.

Lantaran menjadi urusan publik, maka hukum suatu bangsa dapat menunjukkan pencerminan karakter bangsa. Karakter yang penuh dengan nilai - nilai etika dan moral. Ternasuk mencegah putusan hakim yang menyimpang dari koridor etika dan moral, tak cukup hanya dengan memperbaiki tata kelola, tetapi juga dengan mengedepankan moralitas untuk menegakkan hukum di Indonesia.Bagaimanapun, landasan hukum bersumber dari etika.

Oleh sebab itu, untuk menuju pemilu 2024 yang bersih, berkualitas, dan bermartabat. Maka, segala Ikhwal penyelundupan hukum, penyelewengan konstitusi dan pelecehan demokrasi terkait pelaksanaan pemilu sebagai salah satu pilar demokrasi haruslah "dibersihkan" dari segala sikap culas.dan sikap kemunafikan. Tak boleh dikalahkan dengan akal bulus dan akal fulus (Jimly, Kompas.com, 26 Oktober 2023).

Pertanyaan penting dan mendasar buat kita, mengapa etika dan moral menjadi hal penting dalam kehidupan bernegara ?. Dalam kehidupan berbangsa di era multi politik yang sarat dengan kepentingan, sehingga bukan hal yang mustahil bisa mendatangkan dampak negatif yaitu hal - hal yang melanggar etika dan moral.

Lantaran etika itu sendiri adalah norma atau hukum yang mengikat kepada para anggotanya. Maka, pada dasarnya ketika melanggar etika tertentu otomatis ada sanksi hukumnya, mulai dari peringatan sampai pada tahap pemecatan. Maka hubungan antara etika, moral, norma, dan hukum adalah mengatur bagaimana manusia berperilaku baik sebagai individu maupun bermasyarakat dalam memberikan batasan yang jelas sehingga tak boleh di langgar, sebab jika terjadi pelanggaran hukumannya pun telah diatur (normatif).Mulai dari aturan paling bawah sampai pada jenjang aturan teratas dalam konstitusi (grondwet).

Oleh sebab itu, melewati rentang waktu lebih dari 78 tahun kemerdekaan RI seharusnya bangsa Indonesia telah memiliki landasan bernegara yang kuat. Baik dalam berpikir maupun bertindak.   untuk memperkuat peradaban hukum, konstitusi dan demokrasi .

Bagaimanapun, ciri negara hukum adalah memperkuat peradaban konstitusi dalam mewujudkan demokrasi substansial di tengah dinamika politik yang kompetitif. Jadi tak ada lagi tempat transaksional (fulus) dan tumbuhnya akal bulus. Sebab kewarasan bernegara akan senantiasa tampil "membentengi" eksistensi negara hukum.

Jakarta, 7/11/2023

Abustan

Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait