Ceknricek.com - GUGATAN agar Jusuf Kalla bisa kembali menjadi wakil presiden mulai disidangkan. Mahkamah Konstitusi (MK) Senin (30/7/18) kembali memeriksa berkas gugatan uji materi itu yang diajukan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Partai pendukung Presiden Jokowi ini, memasukkan gugatan uji materi UU Pemilu tahun 2017 ke MK. Secara spesifik, gugatan itu menyoal tafsiran pasal 169 huruf n no 7 tahun 2017) terhadap Pasal 7 UU 1945 terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Pasal 169 huruf n UU Pemilu itu menyebutkan, “ Persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: belum pernah menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.”
Kuasa Hukum Partai Perindo Ricky K. Margono mengatakan, sesuai penjelasan pasal 169 UU Pemilu 2017 memang ada frasa berturut-turut dan tidak berturut-turut. “ Partai Perindo ingin menghilangkan frasa tidak berturut-turutnya. Ya, hanya pada masa berturut-turut saja,” tambah Ricky.
Dengan begitu karena tidak berturut-turut dua kali sebagai wapres —wapres ke-10 (2004-2009) dan wapres ke-12 (2014-2019)—JK masih bisa kembali diajukan dan dipilih menjadi wapres. Sekjen Perindo Ahmad Rofiq terus terang mengatakan, Perindo memang ingin JK dapat kembali mendampingi Presiden Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2019.
Hanya sekitar dua minggu setelah gugatan uji materi Perindo masuk dan mulai diperiksa MK, Jusuf Kalla melalui kuasa hukumnya Irmanputera Sidin dkk, mendadak masuk dan mengajukan diri menjadi saksi terkait gugatan materi Perindo itu. Aksi Ini sontak mengundang reaksi para wakil parpol pengusung Jokowi dan bermunculannya kritik dari pakar Hukum Tata Negara. JK dituding berambisi terus duduk sebagai wapres dan merusak tatanan demokrasi di era reformasi yang sejatinya ingin membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal 10 tahun.
Kesediaan JK, yang sudah dua kali menjadi wapres itu, mengajukan diri untuk memberi kesaksian dalam gugatan uji materi ke MK, tak ayal, menambah semangat Ricky Margono dkk. Usai melengkapi perbaikan berkas uji materi di sidang lanjutan MK, Ricky sempat meminta MK agar dapat memutuskan permohonan uji materi itu secepatnya. “ Kalau bisa sebelum pendaftaran nama capres dan cawapres ke KPU (4 Agustus-10 Agustus),” katanya.
Sekjen Ahmad Rofik pun sudah berandai-andai. Bahwa jika MK mengabulkan gugatan uji materi mereka, Ketua Umum Perindo Harry Tanoesoedibjo akan langsung mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar menjadikan lagi JK sebagai wapresnya. Itu karena Perindo menilai JK adalah sosok yang tepat dan sudah teruji dalam mendampingi Presiden Jokowi.
Rofik mengatakan figur JK yang berpengalaman dan memiliki irisan cukup lengkap di kalangan politik, dunia usaha serta ummat Islam. Ia akan lebih menguatkan posisi Jokowi dalam memenangkan kontestasi Pilpres 2019.
Figur JK juga dianggap lebih akseptabel di internal koalisi partai pendukung Jokowi. Enam ketua umum partai politik (PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem dan Hanura), pekan lalu, sudah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor. Setelah berembuk sekitar tiga jam, mereka sudah sepakat menyetujui satu nama cawapres Jokowi. Nama Sang cawapres nanti Jokowi sendiri yang akan mengumumkannya.
Apakah Sang cawapres itu JK? Mungkin saja, jika MK berkenan. JK sendiri dalam wawancara dengan wartawan dan televisi, mengatakan bahwa dia mau menjadi saksi di sidang uji materi MK karena dia adalah pihak yang terkait langsung dengan gugatan uji materi Perindo di MK. “ Bukan ambisi. Kalau ambisi, ambisi saya ya istirahat,” kata wakil presiden yang kini sudah berusia 76 tahun itu, seperti bergurau.
JK mengatakan, kesediaan dia menjadi saksi terkait dalam gugatan uji materi Perindo, untuk memperjelas aturan tentang masa jabatan wakil presiden. Dia mengatakan, mau berkontribusi memperjelasnya agar makin ada kepastian hukum. Selain itu, JK juga terus terang mengakui, ada banyak pihak yang memintanya agar kalau memungkin bisa kembali bersama Presiden Jokowi melanjutkan pemerintahan.
Bagaimana kans kemenangan gugatan Perindo di MK? Cukup ramai yang menolak. Mulai pakar Hukum Tata Negara, akademisi lainnya dan politisi. Mereka mendesak MK agar menolak gugatan tersebut.
Reaksi paling sengit, misalnya, malah datang dari partai JK sendiri: Golkar. Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR Rambe Kamarul Zaman mengingatkan MK agar jangan sampai salah tafsir dalam memutuskan gugatan uji materi itu.” Kalau sampai salah, akan menimbulkan masalah seperti kegamangan atau kekacauan konstitusi,” ujar Rambe. Hampir semua tokoh Golkar memang berharap Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto bisa mendampingi Presiden Jokowi sebagai wapres pasca Pilpres 2019.
Selain Golkar-- yang paling baru-- muncul juga penolak lain. Yakni, gabungan enam tokoh dan pusat studi hukum yang dikoordinasikan Kuasa Hukum Integrity ( Indrayana Centre for Government Constitution and Society). Lembaga hukum ini dipimpin oleh mantan Wakil Menkumham masa Presiden SBY DR Denny Indrayana. “Hari ini kami berenam mengajukan diri sebagai pihak terkait yang menolak gugatan uji materi UU Pemilu 2017 yang diajukan Perindo,” kata Denny Indrayana kepada ceknricek.com.
Ia menjelaskan, sengaja datang ke Sidang MK, Senin kemarin, untuk memasukan permohonan itu mewakili enam pihak. Yaitu: Perludem (Perkumpulan untu Pemilu dan Demokrasi), Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi FH Jember, Pusat Studi Konstitusi FH Andalas, Padang, Pusat Kajian Hukum dan Demokrasi FH UNS, Solo, DR Jimmy Zeravianus Usfunan, dosen Hukum Tata Negara FH Udayana, Bali, dan Oce Mandrik SH, MA Gov, dosen Hukum Adminstrasi Negara FH UGM, Yogyakarta.
“ Kami menilai pengujian Pasal 169 huruf n Undang Pemilu ke MK senyatanya adalah permintaan untuk mengubah norma Pasal 7 UUD 1945. Agar pasal itu tidak lagi membatasi masa jabatan wakil presiden, tambah Denny.
Padahal, Pasal 7 UUD 1945 telah tegas dan jelas mengatur pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden.” Kalau pun pembatasan masa jabatan wakil presiden tersebut ingin diubah—sebaiknya tidak—maka yang berwenang melakukannya bukan Mahkamah Konstitusi, tetapi MPR,” tambah Denny.
Argumentasi ayat-ayat hukum dan konstitusi bisa dikeluarkan nantinya dalam sidang MK. Ihwal gugatan uji materi (judicial review) pasal 168 huruf n UU Pemilu 2017 itu bukan pula baru kali ini digugat orang. Pada 28 Juni 2018, MK sudah pernah menolak gugatan uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi (Perak) dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSBS). Gugatan mereka ditolak MK karena mereka dinilai tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing) untuk melakukan gugatan.
Sebenarnya beberapa pakar hukum, misalnya, Zainal Arifin Mochtar, pakar Hukum Tata Negara FH UGM juga menilai Perindo tidak atau belum memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan uji materi UU Pemilu. Karena Perindo adalah peserta baru Pemilu. “Yang bisa mengajukan gugatan tersebut adalah parpol yang punya hak mengajukan capres dan cawapres,” kata Zainal Mochtar pada Antara.
Toh, MK tetap memeriksa dan menyidangkan gugatan Perindo. Menariknya, partai ini di luar dugaan direspon JK yang mengaku mendapat restu dari Presiden Jokowi untuk mengajukan diri sebagai pihak terkait di MK. Maka, orang menduga, ada kesepakatan lain rupanya—semacam kartu alternatif—yang disiapkan presiden dan wakil presiden petahana guna menghadapi kontestasi seru di Pilpres 2019.