Surat Terbuka Kepada Presiden Jokowi
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Ceknricek.com--Simaklah demonstrasi yang terjadi dalam hari-hari terakhir ini. Demonstrasi di Jakarta memang terjadi hampir setiap hari, tapi demonstrasi yang terjadi belakangan ini sungguh lain: melibatkan hampir semua komponen masyarakat, dan terutama ditujukan kepada Toean Presiden Jokowi. Para akademisi, guru besar, mahasiswa, seniman, artis, komedian, buruh, emak-emak sampai rakyat sahaja berhimpun berdemo untuk protes dan bahkan melawan Toean Presiden. Demonstrasi pun diikuti di berbagai kota lainnya.
Mirisnya, demonstrasi ini terjadi justeru di ujung jabatan Toean Presiden yang cuma tinggal sekitar dua bulanan lagi. Jangan lupa, sebagian dari demonstran atau para pendukung demonstran itu, sejatinya, sebelumnya para teman, sahabat, pendukung, pemuja dan fans Toean Presiden sendiri.
Apa artinya ini semua?Setidaknya ada tiga point atau arti penting. Pertama, terjadi berbagai krisis kepercayaan, krisis demokrasi, dan krisis nepotisme. Rakyat melawan terhadap krisis itu.
Kedua, ada suatu arus gelombang balik besar yang dahulu mendukung Toean Presiden Jokowi, kini justeru menerpa dan melawan Toean sendiri. Kebanggaan dan keteladanan yang sebelumnya melekat pada Toean Presiden, kini berbalik menjadi kecaman, celaan, cemooh dan ketidakpercayaan.
Ketiga, ada kesadaran terhadap perlunya mengawal proses pembentukan pola berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan konstitusi dan dinilai yang bukan sesuai pikiran Toean Presiden Jokowi. Muncul semacam penilaian, jika langkah politik yang belakangan ini diterapkan Toean Presiden diikuti, bakal memberikan dampak berbahaya bagi kehidupan dan penghidupan bangsa dan negara Indonesia.
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Ketika Toean memulai karier di kancah politik, Toean Jokowi mengejutkan warga Indonesia, bahkan juga dunia. Rakyat kagum, di Indonesia ada rakyat jelata yang rumahnya dulu di Solo sampai tiga kali kena gusur, dapat menduduki jabatan Presiden Republik Indonesia. Dunia pun kagum, bagaimana seorang tukang kayu dapat meraih kursi presiden di sebuah negara berpenduduk nomor lima terbesar di dunia ini. Membanggakan lantaran anak seorang warga sahaya mampu menjadi presiden. Hadirnya anak dari keluarga dengan strata ekonomi pas-pasan, tentu sangat luar biasa, kalau tak mau disebut setengah ajaib . Dengan begitu, membuka mata kita semua, sistem dan stratifikasi sosial, budaya bangsa, membuka peluang kepada siapa saja tanpa diskriminasi untuk meraih jabatan tertinggi di Indonesia: presiden! Keberhasilan ini membuka kotak pandora, siapapun kita, dari kelompok ekonomi manapun, di Indonesia terbuka peluang untuk meraih apa saja yang kita cita-cita.
Toean Jokowi waktu itu menjadi prototipe bagaimana di Republik Indonesia segala serba memungkinkan. Tak ada diskriminasi. Tak ada privilege. Sebagai pejabat pun Toean Jokowi sesungguhnya memulai kariernya dengan prestasi yang menghentakkan dunia. Sebagai walikota Solo Toean begitu sabar sampai lebih 30 kali hanya untuk membujuk para pedagang mau pindah lokasi. Ada kesabaran dan keuletan disana. Ada pula rasa empati kepada pedagang sebagai rakyat.
Lantas sebagai gubernur Jakarta, Toean menggebrak lagi dengan berbagai inspeksi mendadak alias sidak. Juga blusukan. Sidak dan blusukan yang tidak basa-basi. Beberapa kali Toean Presiden mengulangi mengunjungi tempat yang sama untuk memastikan sidak atau blusukannya ditindaklanjuti atau tidak. Toean kala itu tidak hanya duduk di kursi empuk di balik meja.
Tak sekedar itu. Toean Presiden juga langsung mengecek detail masalah pembangunan. Toean tanpa risi langsung turun memeriksa gorong-gorong. Pagi-pagi datang ke Kelurahan memeriksa kesiapan dan aparatnya melayani rakyat. Dari sana Toean Presiden mengetahui berbagai problem masyarakat.
Tak heran citra seperti itu membuat dalam pemilihan presiden (Pilpres) Toean Presiden mampu menumbangkan seorang jenderal dari keluarga tradisi politik dan finansial “berdarah biru .” Toean Jokowi dua kali menaklukan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden. Dahsyat. Luar biasa!
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Manakala Toean Jokowi menduduki jabatan presiden yang pertama, Toean masih memberikan banyak harapan kepada rakyat bangsa ini. Blusukan masih terus Toean Presiden lakukan. Politisi dunia sampai berdecak kagum. Beberapa di antara pimpinan mereka bahkan mau melakukan blusukan bersama Toean Presiden saat berkunjung ke Indonesia.
Tak cuma itu. Toean Presiden membangun pula banyak infrastruktur. MRT salah satunya. Transportasi yang kini menjadi salah satu andalan warga Jakarta ini tak dipungkiri bagian dari karya Toean Presiden Jokowi. Begitu juga pelbagai pembangunan jalan yang menghubungkan berbagai daerah, sehingga persatuan Indonesia bukan sekedar slogan kosong, tapi memperoleh wujud nyata.
Lebih dari itu Toean Presiden pun masih memperlihat nilai-nilai yang membanggakan. Kehidupan dan penghidupan keluarga Toean Presiden masih terjaga sederhana. Ketika ada urusan pribadi dan keluarga Toean harus ke luar negeri, Toean tak segan memakai pesawat komersial.
Isteri Toen Presiden, Bu Iriana, tampil sangat sederhana. Sangat bersahaja . Sangat lugu, sehingga jika berdampingan dengan istri pejabat setingkat eselon satu seperti Bu Dirjen saja, nampak Bu Iriana, penampilannya jauh lebih sederhana.
Demikian juga keluarga anak-anak Toean Presiden. Selain masih santun kepada tetua, mereka lebih suka, dan tak malu, berjualan martabak atau pisang goreng. Pada waktu itu saat Toean Presiden ditanya wartawan apakah anak-anak akan ikut terjun ke politik, Toean Presiden lugas menjawab, anak-anak tidak tertarik ke dunia politik. Lebih suka bisnis saja. Cuma Toean Presiden masih sempat menyinggung, mungkin Bobby Nasution, mantu, yang ada sedikit minat ke arah politik. Lainnya tidak. Jawaban yang mengisyaratkan, anak-anak Toean Presiden tak akan ikut berpolitik. Anak-anak Toean tidak akan memakai fasilitas presiden bapaknya untuk meniti karier politik. Tata nilai yang dihormati dan dibanggakan publik. Dalam hal ini oleh sebagian masyarakat Toean Presiden dijadikan role model pemimpin. Dijadikan contoh yang baik. Tak mengherankan Toean Presiden terpilih kembali untuk kedua kalinya.
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Memasuki periode kedua kepresidenan, terutama setengah bagian terakhir, terus terang, Toean Presiden mulai menunjukan tanda-tanda perubahan. Pengalaman sebagai presiden pertama dan pengetahuan mengenai seluk beluk politik, kesadaran adanya power negara di tangan, dan perkenalan dengan para pengusaha, mulai menyebabkan Toean Presiden dapat merasakan nikmatnya kekuasaan. Toean seperti disadari betapa hebatnya kekuasaan di tangan, dan dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan apapun. Benih-benih gangguan pun perlahan merasuki diri Toean .
Pada fase ini, tujuan-tujuan mulia ketika memulai kekuasaan perlahan menyempit. Tujuan-tujuan dan janji-janji dulu, mulai tidak begitu kentara. Mulai tidak terlihat. Disana sini justeru muncul banyak tanda tanya mengenai kemurnian hasrat Toean Presiden membenahi negara dengan memberikan yang the best. Yang terbaik.
Setengah orang mulai ribut, atau berbisik-bisik, mengenai niatan Toean Presiden ingin memperpanjang jabatan menjadi tiga kali. Waktu itu hamba termasuk yang tidak percaya. Dalam benak hamba tak mungkinlah seorang Jokowi mau “mengangkangi” konstitusi dengan ambisi menjadi presiden tiga periode, meskipun harus mengubah konstitusinya sendiri.
”Saya orang pertama yang akan menghadapi Jokowi dengan jiwa dan raga, kalau benar Jokowi sampai ingin tiga periode menjadi presiden,” kata hamba, dan hamba pun sudah tulis dimana-dimana. Rupanya hamba terlalu naif. Dari berbagai sumber A1 (dapat dipercaya), ada kejelasan soal keinginan itu. Hanya lantaran sebagian besar tidak setuju dengan gagasan ini, keinginan itu kandas di jalan. Hamba waktu itu rupanya terlalu naif, dan menafikan keinginan itu berasal dari Toean Presiden.
Pertanyaan terhadap keseriusan ingin membangun negara, terutama dari aspek penegakan hukum juga mulai muncul. Persetujuan atau bahkan dorongan Toean Presiden terhadap terpilihnya calon ketua KPK kala itu, Firli Bahuri, semakin mengeraskan berbagai omongan, calon ketua KPK itu merupakan “titipan” atau “pesanan” Toean Presiden. Padahal sudah banyak pihak memperingatkan, Firli bukanlah calon ketua KPK yang tepat karena sudah banyak masalah. Dikhawatirkan, jika terpilih Firli justeru akan menimbulkan banyak masalah di KPK. Dengan kata lain, terpilihnya Firli sudah diduga banyak orang bakal juga menimbulkan masalah. Toean Presiden bukannya mendengarkan alarm itu tetapi malah membantu menciptakan suasana agar Firli dapat dipilih secara aklamasi. Dan memang Firli akhirnya terpilih secara aklamasi menjadi ketua baru KPK, kala itu. Hanya saja, sesuai dengan prediksi banyak kalangan, memang lantas terbukti pula Firli bermasalah di KPK. Dia diduga “membegal” Jassin Limpo dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi entah kenapa belum juga ditahan apalagi diadili.
Banyak yang menganalisis pemilihan Firli agar Toean Presiden punya “mulut” di KPK yang dapat dipakai untuk dipinjam “menggigit” siapapun yang berani mengusik Toean Presiden. Berkali-kali memang Toean Presiden menegaskan, akan “menggigit” orang yang bermain-main dengan diri Toean, tapi tidak dilakukan sendiri melainkan melalui kepolisian, kejaksaan atau KPK. Diusungnya Firli klop dengan pernyataan Toean Presiden itu.
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Kendati telah banyak pendapat umum yang menentang, namun manakala Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anak Toean Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi dapat mencalonkan diri sebagai wakil presiden, hamba tetap tidak memiliki kecurigaan. Waktu itu MK memutuskan, selain syarat batas usia minimal, mengatur pula seorang calon wakil presiden dapat diterima jika calon atau orang yang pernah mengikuti Pilkada. Hamba tetap menghormati keputusan MK. Gibran pernah mengikuti dan menang Pilkada Solo. Maka Gibran pun dapat melenggang mencalonkan diri menjadi wakil Presiden. Belakangan Gibran “dijodohkan” dengan calon Presiden Prabowo Subianto, mantan lawan sekaligus pembantu Toean Presiden. Akhirnya pasangan ini menang mutlak. Satu putaran. Berarti langsung dapat meraih lebih dari 50%.
Meski pun MK saat itu dipimpin oleh Anwar Usman, adik ipar Toean Presiden, hamba menilai keputusan MK tetap sah, serta final dan mengikat. Oleh sebab itu hamba masih membela MK dan bahkan hamba tidak setuju dengan terminologi Gibran disebut sebagai “anak haram Konstitusi.” Bagi hamba, konstitusi tak mungkin melahirkan anak haram. Keputusan MK, betapapun buruknya, dan betapapun kita tak setuju, tetap harus didukung. Dihormati. Makanya hamba juga tetap menghormati pasangan “Prabowo - Gibran” sebagai produk konstitusi yang sah, termasuk kemenangan mereka satu putaran
Bahwa belakangan ketua MK yang merupakan paman dari Gibran dikenakan sanksi etik oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) itu persoalan lain lagi. Meski tak dapat dipisahkan, tetapi persoalan yang berbeda. Prabowo -Gibran merupakan produk sah sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Sesuai dengan mekanisme yang ada, posisi Anwar Usman sendiri, hemat hamba, memang sesuai yang diputuskan oleh MKMK: melanggar etik, sehingga patut dikenakan sanksi.
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Kotak pandora mulai terbuka dan suhu politik memanas saat Ketua umum Golkar, Airlangga Hartarto tanpa hujan dan angin, bagaikan petir di siang bolong, “terpaksa” atau “dipaksa” mengundurkan diri. Seperti biasa, tentu Toean Presiden sudah membantah ikut campur dalam perkara pengunduran diri Airlangga. Toean Presiden berdalih, itu merupakan dinamika internal partai Golkar sendiri. Betulkah?
Fakta pada akhirnya menemukan jalannya sendiri. Sebagian orang sudah tahu, ditambah dengan berbagai analisis pendukung, peristiwa itu tak mungkin terlepas dari kekuasaan yang sangat tinggi kalau tak mau disebut yang tertinggi: Toean Presiden sendiri. Tentu, seperti biasa, agar tangan tetap bersih, Toean Presiden tak memakai mulut sendiri buat menggigit. Ingatkah Toean Presiden telah mengemukakan Toean Presiden memiliki kekuatan “menggigit” kepada yang tidak selaras dengan Toean Presiden. “Tentu saya tidak melakukannya sendiri, tetapi melalui kepolisian, kejaksaan atau KPK,” kata Toean Presiden yang sudah tersiar luas di berbagai media. Tak syak lagi publik pun mengkaitkan pengunduran diri Airlangga dengan “gigitan” Toean Presiden. Dari sanalah lantas muncul anekdot “Bagaimana Cara Tukang Kayu merobohkan Pohon Beringin.”
Peristiwa ini membuat banyak ketua partai gerah. Airlangga yang banyak kontribusinya dan begitu dekat saja dengan Toean Presiden, dan ketua umum partai besar, dapat didepak begitu saja, bagaimana pula ketua partai menengah dan kecil.
Kejadian ini, membuat orang memahami, terlihat atau tidak terlihat, betapa berkuasanya Toean Presiden. Tanpa disadari hal ini membuat masyarakat merasa Toean Presiden ingin tetap memiliki kekuasaan. Dengan dapat menguasai Golkar, bagi masyarakat, dirasakan Toean Presiden akan dapat eksis dalam kekuasaan. Lewat Golkar Toean Presiden bukan cuma ingin menunjukkan memiliki power yang besar, tetapi sekaligus juga diduga untuk tetap “mengawasi,” bahkan mengontrol Presiden terpilih Prabowo Subianto. Lewat Golkar Toean Presiden memberikan sinyal kepada Prabowo, agar jangan macam-macam dengan Radja Jawa yang satu ini.
Pergunjingan pun muncul dimana-mana. Dari kampus sampai pasar. Dari wartawan sampai emak-emak. Toean Presiden digunjingkan kenapa sampai begitu ingin tetap memiliki kekuasaan. Kenapa Toean Presiden tega “mengusur” orang kepercayaannya sendiri yang sudah berjasa kepada Pak Presiden. Tak boleh dilupakan Airlangga memberikan sumbangsih membantu perekonomian Indonesia, termasuk ketika covid-19, perekonomian Indonesia tetap dapat tubuh sekitar 5%, sementara negara lain cuma di angka 2% - 3%, bahkan sebagian malah minus.
Tak boleh dilupakan pula Golkar pula melalui Airlangga yang pertama mengajukan Gibran sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo. Walaupun dicerca dan menghadapi berbagai tantangan, Airlangga dengan gagah perkasa tetap mengusulkan Gibran jadi calon wakil presiden. Keberanian Airlangga lewat Golkar mengusung Gibran tentu sesuatu yang sangat berarti. Tak heran jika lantas banyak orang malah menjadi heran mengapa Toean Presiden tega “menghempaskan” Airlangga melalui “gigitannya.”
Presiden Jokowi yang terhormat,
Boleh jadi Airlangga memiliki banyak kelemahan, termasuk kelemahan di bidang hukum. Tak hanya Airlangga, ketua-ketua partai lain pun mungkin punya kelemahan di bidang hukum. Nampaknya Toean Presiden mengetahui kelemahan-kelemahan ini. Lantas muncullah berbagai kabar di masyarakat, Toean Presiden memanfaatkan benar kelemahan-kelemahan ini buat “menggigit” para ketua partai jika mereka tidak mau mengikuti kehendak atau pikiran Toen Presiden. Bukan rahasia umum lagi, muncul pernyataan “Presiden sudah memegang buntut” semua ketua umum partai! Siapapun ketua umum partai yang membangkang bakal digigit (melalui kepolisian, kejaksaan atau KPK).
Toean Presiden, jika Toean mengetahui pembantu-pembantu presiden dan ketua-ketua umum partai memiliki problem hukum, tentu tidak baik membiarkan mereka. Sewajarnya Toean Presiden mencegah kekurangan itu menjadi lebih besar lagi. Bukannya malah membiarkan dan memanfaatkannya buat kepentingan Toean Presiden sendiri, terutama kepentingan untuk mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan.
Sebagai pemegang komando tertinggi, jika Toean Presiden mengetahui adanya kelemahan pada “all president's man,” harusnya diperbaiki. Jika ada masalah hukum yang tak ditangani lagi, ya serahkan saja ke aparat penegak hukum. Tidak usah dipakai untuk bargaining position. Tak elok kekurangan pihak lain dimanfaatkan buat “memegang buntutnya,” tetapi tidak dicegah. Ini dapat membuat masyarakat antipati.
Puncak kekecewaan rakyat terjadi, ketika Toean Presiden bersama sekutu-sekutu berupaya menjegal keputusan MK. Sekedar mengingatkan saja, ada dua putusan MK yang agak di luar prediksi. Pertama, untuk pencalonan Pilkada MK memutuskan mengubah syarat 20% kursi menjadi syarat perolehan suara : 8,5%,7,5% dan 6,5% tergantung jumlah penduduknya untuk partai dapat ikut mengusung calon dalam pilkada.
Lantas yang kedua, MK menetapkan batas umur calon peserta Pilkada terhitung saat mendaftarkan diri, dan bukan dihitung waktu pejabat dilantik, sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA). Putusan MK yang kedua inilah yang nampaknya membuat para sekutu Toean Presiden tersentak. Hal ini lantaran kalau syarat keputusan MK yang dipakai, maka Kaesang Pangarep, putra bontot Toean Presiden, bakal gagal mencalonkan diri. Dia bakal terhempas dari persaingan Pilkada. Sebab pada saat mendaftarkan diri usia Kaesang belum memenuhi syarat. Padahal meski dirumorkan akan maju sebagai wakil gubernur Jawa Tengah, sejatinya Kaesang mengincar kursi wakil walikota Malang Raya. Dia sudah mengambil surat keterangan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Jika keputusan MK yang dipakai tertutup sudah pintu Kaesang untuk mencalonkan diri.
Apa akal? Perlu rekayasa peraturan formal yang tetap dapat meloloskan Kaesang. Mendadak Badan Legislatif (Baleg ) DPR memasukan pembahasan RUU Pilkada. Tujuannya, dalam UU Pilkada diatur yang berlaku syarat umur saat dilantik, sesuai keputusan MA. Itu artinya kartu Kaesang hidup lagi dan dia tetap dapat lolos dan mencalonkan diri lagi.
Di Baleg dalam dua hari RUU Pilkada yang tiba-tiba muncul, meluncur mulus. RUU besoknya langsung akan dibahas dalam sidang pleno DPR. Sekaligus untuk disahkan. Dikebutnya RUU Pilkada karena mengejar tenggat pendaftaran yang tinggal beberapa hari lagi (27 - 29 Agustus). Disinilah, Toean Presiden Jokowi yang terhormat, terjadilah perlawanan habis-habisan. Hampir seluruh struktur lapisan masyarakat menolak RUU Pilkada disahkan. Terjadilah demo besar-besaran!
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Mereka berdemonstrasi dan protes, terus terang, lantaran merasa Toean Presiden terlalu menerapkan nepotisme. Hampir semua anggota keluarga Toean Presiden diberi jalan karpet merah untuk menduduki jabatan publik. Mula-mula Gibran diberi karpet merah untuk jadi wakil presiden. Lantas sang menantu, Bobby Nasution, setelah menjadi walikota medan, disorong menjadi calon Gubernur Sumut. Lalu Kaesang diduduki sebagai ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Akhirnya Kaesang juga mau dimajukan dalam arena pilkada sebagai calon walikota (Malang). Maaf, ini dianggap sikap “serakah, ” sekaligus mencoba “mengakali” keputusan MK. Publik tidak dapat menerima pemimpin yang dipandang culas. Sekali lagi maaf, Toean Presiden, Toean dinilai inkonsisten. Jika sebelumnya sedemikian mendukung keputusan MK yang meloloskan Gibran sebagai wakil presiden, sebaliknya kini manakala keputusan MK tidak meloloskan Kaesang, ditolak.
Rupanya rakyat tak senang dengan sikap seperti itu . Dulu waktu Toean Presiden muncul sebagai presiden, tidak ada privilege atau keistimewaan apapun untuk siapapun. Pejabat atau anak pejabat manapun tak diberi keistimewaan. Harus bertarung di lapangan tanpa dispensasi apapun. Makanya Toen Presiden dapat menang dan meraih jabatan presiden. Kini sikap Toean Presiden justeru memberikan banyak keistimewaan kepada anak mantu keluarga presiden sendiri!!!
Selain itu “mengakali” secara formal agar keputusan MK tidak berlaku, merupakan sebuah sikap yang hanya mau menerima keputusan badan peradilan menguntungkan diri sendiri atau keluarga saja. Waktu MK memutuskan yang meloloskan Gibran disambut meriah, tapi giliran MK memutuskan yang tidak meloloskan Kaesang langsung ditolak. Masyarakat merasa ini sikap oportunis, munafik dan mengutamakan dinasti. Toean Presiden dinilai hanya mau melestarikan kekuasaannya saja. Makanya rakyat protes. Marah. Demonstrasi. Alhamdulillah , pembahasan RUU Pilkada ditunda. Ini bukan berarti DPR setuju dengan MK, melainkan karena mekanisme sidang DPR belum kourum saja. Jadi terpaksalah yang dipakai dasar keputusan MK.
Presiden Jokowi yang terhormat,
Kejadian-kejadian akhir-akhir ini bak menenggelamkan kebaikan Toean Presiden. Jejak langkah Toean Presiden seperti lenyap ditelan bumi akibat kejadian-kejadian belakangan ini. Para pengagum, pendukung, dan fans Toean Presiden dulu, kini terang-terangan atau setengah diam, malah berhadap-hadap menentang Toean Presiden. Mereka menilai Toean Presiden sudah berubah total. Toean Presiden sudah bermetamorfosa dari dahulu seorang yang sangat sederhana, lurus, bersih, pekerja keras berubah drastis menjadi seorang yang ambisius, penuh trick, penuh nepotisme, tak mengindahkan etika dan haus kekuasaan.
Di ujung kekuasaan yang tinggal sepenggalan waktu lagi, Toean Presiden menciptakan citra yang berbanding terbalik dari citra awal Toean Presiden. Dari superhero menjadi bad guy.
Dramatis dan tragis.
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Sudahlah, sebaiknya sekarang fokus kepada transisi kekuasaan dengan sebaik-baiknya. Kekuasaan adalah amanah. Kekuasaan cuma titipan. Dia harus dipergunakan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan bangsa dan negara Indonesia. Untuk rakyat Indonesia. Setelah waktunya rampung, kekuasaan bakal diambil kembali oleh yang punya, melalui rakyat.
Waktu 10 tahun cukup sudah buat Toean Presiden memegang dan mengendalikan kekuasaan. Selebihnya biarlah orang lain yang memegang dan melaksanakan kekuasaan versi orang lain itu. Kita tidak perlu merasa harus terus menerus menjaga kekuasaan kita, termasuk lewat anak, menantu, ipar dan keluarga-keluarga lainnya. Kita harus ikhlas kekuasaan pastilah beralih dari kita. Pesta pasti berakhir.
Buanglah semua beban ingin terus mempertahankan kekuasan, apalagi dengan cara yang tak beretika. Toean Presiden bukanlah seorang Radja yang seluruh darahnya mengandung kekuasaan dan dapat dialihkan ke anak mantu atau keluarga lainnya. Jika selama berkuasa, ada hal yang tak beres, jejak itu bakal digali orang terus. Sebaliknya jika Toean Presiden melaksanakannya sesuai amanat, dengan harum, maka wanginya tak mungkin disingkirkan orang. Kenapa mesti takut?
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Ingatlah , power trend to corrupt. Di seluruh jagad bumi kekuasaan cenderung korupsi. Jadi lepaskanlah kekuasaan tepat pada waktunya. Kekuasan itu nikmat, tapi sekaligus memabukkan. Jika tidak sadar, kita selalu dan selalu ingin menggenggam kekuasaan yang pernah kita miliki. Kita enggan melepaskannya. Walhasil kita dapat terjebak dalam ketamakan, kelicikan dan tidak peduli dengan orang lain. Oleh sebab itu relakan saja sebentar lagi Toean bakal melepaskan jabatan presiden. Sebaiknya,sekali lagi, Toean Presiden, mengantarkan ke pemerintah Prabowo sebaik-baik. Jangan sampai sekitar dua bulan di akhir masa jabatan Toean Presiden, ada gejolak, gaduh, apalagi jika sampai Toean Presiden harus berhadapan frontal dengan rakyat Indonesia sendiri.
Bagaimanapun, orang baik, karena kekuasan dapat berubah menjadi orang berbeda sama sekali : menjadi orang lupa diri. Ingatlah selalu itu, Toean Presiden. Jangan sampai tingkat kepuasan terhadap Pemerintah Toean Presiden yang sempat mencapai 80% berubah terjun menjadi minus dan diiringi dengan hujatan, makian dan hinaan. Tuhan melalui alarm alam, sudah mengatur kekuasan dengan sangat luar biasa. Sebagaimana dulu Toean Presiden sebagai tukang kayu dapat menjelma menjadi presiden dua periode, jika tidak menahan diri, bukan tidak mungkin ada keajaiban lain, dalam waktu kurang dari dua bulan, rakyat terus bergerak menggulingkan Toean Presiden, setidaknya memberikan cap tidak sedap, kalau tak mau disebut hina dina, setelah Tuan Presiden meletakan jabatan.
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Jangan percaya pada pembisik-pembisik dorna atau sengkuni. Belajarlah dari kasus Presiden Soeharto karena mengikuti nasehat salah satu orang kepercayaan, terguling. Surat terbuka ini dapat menjadi warning buat Toean Presiden jangan mengalami peristiwa seperti Pak Harto. Itupun jika Toean Presiden bersedia mengikutinya. Oleh sebab itu, tolonglah waktu sekitar dua bulan ini Toean Presiden mempersiapkan transisi dengan ikhlas, sehingga berjalan dengan mulus. Tidak gaduh. Soft landing. Dan Toean Presiden selamat.
Toean Presiden Jokowi yang terhormat,
Demikianlah surat terbuka hamba kepada Toean . Terima kasih.
T a b i k.
Editor: Ariful Hakim