Ceknricek.com--Harapan banyak orang terhadap momentum cantik menyaksikan turunnya seorang Presiden Indonesia dari panggung kekuasaan dengan penuh kedamaian dan puja puji di saentero negeri punah sudah. Setidaknya awal dari punahnya harapan itu adalah sejak munculnya keputusan Mahkamah Konstitusi yang penuh kontroversi, yang serta merta memplesetkan MK menjadi Mahkamah Keluarga atau Membantu Keponakan.
Keputusan MK yang penuh kontroversi tersebut adalah putusan No.90 Tahun 2023, yang intisarinya menyatakan bahwa batas usia capres dan cawapres sekurang-kurangnya berusia 40 tahun atau yang berusia dibawah itu sepanjang telah berpengalaman menjadi pejabat negara dan/atau kepala daerah yang didapatkan melalui proses Pemilu atau Pilkada.
Keputusan itu mengundang pertanyaan besar karena ternyata, keputusan tersebut mengandung substansi yang berimplikasi langsung kepada potensi peluang majunya Anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres, yang usianya belum mencapai 40 tahun. Keputusan MK itu juga mengundang pertanyaan besar lainnya, karena ternyata yang menjabat sebagai ketua MK saat keluarnya keputusan tersebut adalah Anwar Usman yang merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka. Dua permasalahan besar yang sangat sulit diterima logika dan akal sehat orang yang waras.
Beruntung kedua pertanyaan besar itu segera dijawab dengan lugas yaitu, diberhentikannya Anwar Usman sebagai ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Keputusan ini tentu saja merefleksikan tentang masih dijunjung tingginya tingkat kredibilitas sebuah Lembaga negara yang harus dihormati kita semua sebagai makhluk yang berakhlak. Lembaga Negara dari sebuah negara besar yang berdasar Pancasila.
Persoalan belum berhenti disini, karena ternyata ada penjelasan yang cukup aneh yaitu bahwa : ternyata walaupun ketua MK dijatuhkan sanksi, akan tetapi putusan yang dihasilkannya “tetap berlaku”. Dalam hal ini orang bisa menganalogikan sebagai berikut : Seorang juru masak yang bertugas menghidangkan makanan terbukti menghidangkan masakan yang mengandung racun. Sang juru masak dinyatakan bersalah dan dihukum. Disisi lain makanan mengandung racun yang dihasilkannya tetap saja dihidangkan dan tidak bisa di tarik dari peredaran. Dengan demikian tinggal ditunggu saja, siapa nanti yang menyantap hidangan beracun tersebut. Aneh tapi Nyata. Sebuah analogi yang menunggu jawaban dari pihak yang berkompeten.
Pertanyaannya menjadi sederhana yaitu mengapa seorang pengambil keputusan yang salah dan terbukti bersalah dan kemudian di hukum, akan tetapi keputusan yang dihasilkannya tetap dinyatakan berlaku. Pertanyaan ini sederhana akan tetapi ternyata sulit memperoleh jawaban yang sederhana. Jawaban yang ternyata tidak mudah dirumuskan menjadi sebuah pernyataan atau jawaban yang bisa dimengerti oleh orang awam. Mungkin pada titik ini kita memerlukan seorang pemimpin yang hebat untuk dapat menjawabnya. Jenderal Colin Powell mengatakan bahwa Pemimpin yang keren atau yang hebat adalah Pemimpin yang selalu menjadi penyederhana yang hebat, yang mampu mematahkan argumen, perdebatan dan keraguan dengan menawarkan sebuah solusi yang dapat mudah dipahami semua orang. "Great leaders are almost always great simplifiers who can cut through argument, debate and doubt to offer a solution everybody can understand.". (Gen.Colin Powell).
Kepemimpinan
Kegaduhan yang muncul dipermukaan sebagai akibat dari Keputusan MK yang kontroversial ini tidak terlepas dari aspek kepemimpinan atau leadership. Mengupayakan anak sendiri untuk bisa lolos dari persyaratan usia sebagai cawapres jelas merupakan sebuah tindakan yang tidak pantas untuk ditiru. Sebuah tindakan yang jauh dari sikap keteladanan seorang pemimpin. Sebuah tindakan merubah aturan yang berlaku untuk kepentingan anak sendiri justru memberikan contoh buruk seorang pemimpin terhadap mereka yang dipimpinnya. Lebih jauh lagi tindakan tersebut juga dapat dinilai sebagai langkah menyalahgunakan kekuasaan yang diembannya. Sebuah tindakan tercela yang dari sisi leadership dikategorikan sebagai “abuse of power”. Padahal semua tindakan seorang pemimpin akan dicontoh atau menjadi contoh oleh semua anak buahnya. Tuntutan dari seorang pemimpin dalam aspek leadership adalah jangan memberikan contoh yang buruk. Yang harus selalu diingat adalah bahwa pemimpin itu seorang role model yang ideal. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa prinsip sangat mendasar dari kepemimpinan yang meletakkan pemimpin sebagai panutan telah diabaikan.
Manajemen
Pada aspek manajemen modern, maka dalam dinamika mengelola organisasi sudah secara otomatis semua kegiatan akan terikat pada aturan dan atau regulasi yang berlaku. Dalam kasus Keputusan MK Nomor 90 Tahun 2023 terlihat jelas dan terang benderang tentang apa yang melatarbelakangi keluarnya Keputusan tersebut. Lebih lagi dengan posisi Ketua MK yang merupakan Paman dari Gibran, maka rekayasa keluarnya keputusan tersebut sangat sarat dengan kepentingan tertentu dan jauh sekali dari kepentingan negara sebagai sebuah organisasi. Pedoman kerja seorang manajer adalah selalu dan senantiasa merujuk kepada aturan, ketentuan dan prosedur yang berlaku. Adalah merupakan pantangan besar seorang manajer bertindak tidak sesuai aturan dan moral serta etika. Apalagi untuk membenarkan tindakannya itu justru aturan yang tengah berlaku kemudian dirubah, sesuai keinginan Sang Manajer.
Diabaikannya aspek kepemimpinan dan manajemen dalam hal Keputusan MK itu menjadi sulit untuk dibantah bahwa ada upaya dan niat serta hasrat yang besar untuk memuluskan jalan Gibran menjadi Cawapres. Sebuah langkah yang sangat melanggar nilai etika yang pasti didorong oleh nafsu kekuasaan dan uang. Kesemua itu menjadi sebuah model dan pola yang dengan serta merta akan diikuti oleh banyak pihak yang memiliki mental kepribadian serupa. Sebuah model dari format yang secara tidak langsung memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk mencontohnya.
Maka menjadi tidak aneh dengan gaya kepemimpinan dan model atau pola manajemen yang seperti itu hal tersebut kemudian memunculkan para elit yang hipokrit alias munafik dan mencla mencle plus mudah berkhianat. Memunculkan jajaran para elit yang kurang jelas job description nya. Memunculkan para elit yang kadang kadang berstatus sebagai petugas sapujagad alias yang menangani macam macam kerjaan. Kondisi ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya pada mereka. Mereka mereka itu adalah produk dari gaya kepemimpinan dan pola kerja manajemen yang diterapkan oleh Sang Pemimpin. Pada pelaksanaan sebuah misi yang gagal, tidak ada anak buah yang salah kecuali pemimpin yang lemah. Kegagalan pada umumnya acap kali dihasilkan dari leadership failure dan mismanagement.
Pada titik inilah muncul kebutuhan untuk membela diri dengan cara mencari-cari alasan pembenaran yang bertopeng atau mengatasnamakan bahwa semua itu adalah biasa dilakukan dalam Dunia Politik. Terminologi giat dalam dunia politik telah menjadi alasan logis untuk membenarkan tindakan munafik, pengkhianatan dan sikap mencle mencle dari para elit. Padahal betapapun dinamisnya perkembangan dalam dunia politik tetap saja ada tuntutan etika dan nilai moral dalam mengukur kredibilitas seseorang. Nafsu kekuasaan memang akan selalu menabrak etika , moral dan budi pekerti siapa saja yang tidak mampu menahan diri. Nafsu kekuasaan akan selalu menghilangkan kesadaran tentang nilai nilai luhur mengenai cinta, pengabdian dan tanggung jawab terhadap negara dan bangsa. Nafsu kekuasaan akan selalu berorientasi kepada kepentingan pribadi, kelompok dan golongan belaka. Yang pasti kecenderungannya akan jauh dari memikirkan kepentingan organisasi, negara dan bangsa.
Apabila skandal Keputusan MK dan rentetan yang mengikutinya tidak memperoleh klarifikasi yang masuk akal, maka khalayak ramai akan dengan mudah tiba pada sebuah kesimpulan sederhana bahwasanya Jokowi memang tengah Menggali Lubang Kuburnya Sendiri.
Jakarta 10 Februari 2024
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia
Editor: Ariful Hakim