Ceknricek.com - MENDAGRI Tjahjo Kumolo dan Presiden Jokowi menuai kritik tajam. Ini gara-gara pemerintah—melalui Mendagri—melantik Komisaris Jenderal Pol M. Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jawa Barat, Senin (18/6).
Acara yang dilaksanakan saat semua aparatur sipil dan militer sedang menikmati libur nasional Idul Fitri itu, kali ini benar-benar mendapat penolakan serius. Tak hanya dari partai politik yang sejalan, dan yang yang berseberangan dengan pemerintah—seperti lantang disuarakan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon (Gerindra). Tapi, juga oleh Ketua Ombudsman RI La Ida Ode. “Presiden Jokowi harus diingatkan. Pengangkatan seorang jendral polisi aktif sebagai Pejabat gubernur Jawa Barat telah secara terbuka mempertontonkan pelanggaran dua UU. “ kata Ida Laode.
Yakni UU Kepolisian (pasal 28 ayat 3) dan UU tentang Pilkada (pasal 2001 ayat 1). Ia menegaskan, Presiden Jokowi seharusnya menghentikan kebijaksaan mendagri itu.
“Karena presiden sudah disumpah untuk jalankan UUD 1945 dan sekaligus wajib patuhi UU yg berlaku,” tambah Laode. Bukan hanya Ombudsman, pimpinan lembaga negara dan wakil partai politik di DPR juga mengeritik pelantikan pejabat gubernur Jawa Barat itu.
“Pelantikan Komjen M Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jawa Barat, sebagai bentuk kebohongan publik. Bahkan penipuan terhadap rakyat,” tulis Fadli Zon, Senin (18/6) lewat keterangan pers yang diterima Ceknricek.com. Ia menilai pemerintah tampaknya benar-bener memaksakan kehendak.
Menkopulhukam Pernah Batalkan
Maklum, rencana pengangkatan perwira tinggi aktif kepolisan sebenarnya sudah pernah bocor dan kemudian ditolak publik. Saat itu, mantan Kapolda Jaya M. Irawan yang masih berpangkat Irjen Pol dan menjabat sebagai Asisten Operasi Kapolri, pernah diusulkan menjadi Pejabat Gubernur Jawa Barat oleh Kepmendagri no 1 tahun 2018 pada Januari 2018. Namun, penunjukan itu kemudian menimbulkan protes dan penolakan luas.
Menanggapi kritik pedas dan penolakan masyarakat tersebut, Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan Menko Polhukam pada tanggal 20 Februari 2018 menyatakan usulan tersebut dibatalkan.
Tapi mengapa sekarang malah dilakukan? Kepada wartawan ceknricek.com Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, sebenarnya setelah gagalnya Irjen Pol Irawan, ia pernah mengusulkan Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo untuk diangkat sebagai pengganti Gubernur Achmad Heryawan. Tapi, usul itu, tidak disetujui Presiden Jokowi. Sebab, ternyata, Presiden Jokowi lebih memilih Iriawan atau yang akrab disapa Iwan Bule sebagai Pj Gubernur Jabar. “ Sekjen Kemendagri kemudian dipindahkan ke daerah lain,” tukas Mendagri.
Rupanya memang Presiden Jokowi yang ingin Iwan Bule menjadi Jabar 1. “Saya memahami posisi Pak Tjahjo memang sulit,” komentar DR Rizal Ramli, Mantan Menko Bidang Maritim yang diberhentikan Presiden Jokowi tidak lama setelah memangku jabatannya. Ia seperti sudah faham bagaimana Presiden Jokowi bersikap dan mengambil keputusan. Makanya, dengan nada tak sabar Rizal sempat berucap: “Kita yang sekarang berada di luar harus berani mengatakan; enough is enough,” imbuh Rizal.
Apa boleh buat, suara keras menyikapi pelanggaran undang-undang itu memang nyaring terdengar. Didik Mukrianto, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI,terus terang menilai, apa yang kini dilakukan Mendagri itu adalah suatu pelanggaran serius dalam kehidupan berbangsa & bernegara. Rencana pengangkatan itu, katanya, melalui rilis yang sengaja dikirimkan kepada wartawan, sudah pernah ditolak rakyat. “Namun, hari ini ternyata pemerintah tidak mendengar suara rakyat, dan melawan kehendak rakyat,” tegas Didik.
Ia menambahkan, bukan hanya diindikasikan adanya perlawanan terhadap kehendak rakyat. Lebih lanjut, aksi itu bisa diindikasikan sebagai kebohongan publik yang dilakukan pemerintah. Makanya, ia menyerukan perlu ada sesuatu yang cukup serius, dan harus dilakukan, yaitu, koreksi terhadap pemerintah. “Setidak-tidaknya ada indikasi pelanggaran terhadap tiga Undang-Undang, “ jelas Didik. Yaitu, UU 5/2104 ttg Aparatur Sipil Negara, UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
“Pelanggaran terhadap pelaksanaan undang-undang, apalagi terhadap tiga undang-undang sekaligus, bisa dikatakan suatu “skandal besar” dalam konteks tata kelola pemerintahan, berbangsa dan bernegara,” ujar, wakil rakyat mewakili Partai Demokrat itu.
Gencarnya kritik langsung tertuju kepada presiden itu, menyebabkan Mendagri Tjahjo Kumolo terpaksa tampil untuk menghadang semua kritikan yang bermunculan.
“Terima kasih atas masukannya. Saya bertanggung jawab sesuai undang-undang. Tidak mungkin saya ajukan nama untuk Keppres kalau itu melanggar UU. Dan Keppres keluar pasti sudah ada telaahan tim Hukum Sekretariat Negara.” kata Menteri Tjahjo Kumolo kepada Ilham Bintang wartawan ceknricek.com yang mewawancarinya Senin (18/6) petang.
Ia haqqul yakin putusan dan langkahnya tidak melanggar undang-undang. Ia mengatakan saat menunjuk Irjen Irawan sebagai Plt Gubernur Jabar Januari lalu, timbul protes di masyarakat. "Karena Iriawan merupakan pejabat aktif Mabes Polri. Tapi, sekarang Irawan sudah tidak menjabat struktural lagi di Mabes Polri. Sekarang, statusnya di Lemhanas sebagai pejabat eselon satu. Setara sekjen atau dirjen,” kilahnya.
Ia malah sempat menyebut contoh lain: Irjen Pol Carlo Tewu yang juga pernah diangkatnya sebagai plt gubernur. Namun, dalih ini agaknya terbantahkan. Sebab, realitasnya Komjen M Irawan saat ini belum pensiun.
Dalih pembelaan diri pemerintah mengangkat Komjen Irawan sebagai pejabat gubernur, sekali ini memang tidak didukung Partai Nasdem, salah satu partai pendukungnya. Buktinya, kritik juga datang dari anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem Luthfi Andi Mutty. Ia menilai dilantiknya Komjen Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat melanggar beberapa aturan perundang-undangan.
Anggota Komisi II DPR RI yang membidangi Pemerintahan Dalam Negeri ini menjelaskan, memang ada undang-undang yang dilanggar. Pertama, UU nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri. Pada pasal 28 ayat 3 menyebutkan, bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Kedua, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pada pasal 210 ayat 10 mengatur bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai pelantikan gubernur, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Jika ditafsirkan secara a contrario, ketentuan UU no 3 tahun 2002 tentang Polri, pasal 28 ayat tiga, berarti seorang anggota Polri yang belum berhenti atau pensiun dilarang menduduki jabatan di luar kepolisian," kata Luthfi Andy Mutty.
Walhasil, pada akhirnya, pengangkatan Komjen Irwan sebagai pejabat gubernur Jabar telah memicu bangkitnya sikap kritis terhadap Presiden Jokowi sebagai pengemban amanah konstitusi bagi tegaknya hukum dan demokrasi. Dalam bahasa Ida Laode, jika tidak diindahkan pemerintah, bisa memunculkan persepsi: “Pak Jokowi itu tidak peduli lagi dengan peringatan semua kalangan. Ini sangat memprihatinkan.”