Mundurnya "Sang Makrifat" Dari BPIP | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day

Mundurnya "Sang Makrifat" Dari BPIP

Ceknricek.com - PRO kontra soal hak  keuangan para petinggi BPIP belum reda. Jumat (7/6/18) sejak dini hari, publik kembali dikejutkan sebuah pesan. Berasal dari akun Facebook Yudi Latif. Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) itu menuliskan pesan pamit mundur sebagai kepala BPIP. "Saya mohon pamit," katanya.

‘Segala yang lenyap adalah kebutuhan bagi yang lain, (itu sebabnya kita bergiliran lahir dan mati). Seperti gelembung-gelembung di laut berasal, mereka muncul, kemudian pecah, dan kepada laut mereka kembali’ (Alexander Pope, An Essay on Man).”

Itulah penutup pesan Yudi Latif, penulis buku renungan Makrifat Pagi. Agak puitis seperti biasa terhidang dalam tulisannya, Yudi Latif kemudian memaparkan alasan pengunduran dirinya di akunnya.

Cendekiawan muda—ia lahir di Sukabumi, 53 tahun lalu— memilih momen pamit: 7 Juni. “Persis setahun setelah saya memangku jabatan sebagai Kepala (Pelaksana) Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).”

Reaksi atas pesan pamit itu sontak ramai. Terutama di media sosial. Maklum, nama Yudi Latif cukup sohor sebagai sosok intelektual muda berintegritas dan rajin menulis. Tulisannya terutama di media massa disukai orang karena lirih, sejuk, berwawasan agama dan kebangsaaan—juga selalu mencerahkan.

Banyak rekannya memang terkejut ketika, tahun lalu anak Sukabumi, lulusan Fikom Unpad, Bandung, yang menyelesaikan studi magister Sosilogi dan Ph D di Australian National University itu, menerima jabatan sebagai Kepala (Pelaksana) Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).

Mereka heran. Bagamana bisa Yudi mendekat ke kekuasaan eksekutif. Maklum, selama ini Yudi dikenal sebagai figur intelektual yang independen. Namun, tak sedikit juga yang kemudian bisa memahami. Situasi dan kondisi negara mungkin membutuhkan dia. Dan sosok macam Yudi dianggap pas memegang posisi pembina ideologi tersebut. Maka, tak banyak resistensi atas pelantikannya di Istana Merdeka, Jakarta.

Ia bahkan sempat dilantik dua kali oleh presiden. Setelah pelantikan pertama Juni tahun lalu, posisi UKP PIP—ditetapkan lewat Perpres no 54 tahun 2017–belakangan unit kerja itu itingkatkan posisinya menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Badan ini, sesuai Perpres no 7 tahun 2018, langsung di bawah presiden. Dan Yudi bersama sejumlah tokoh nasional yang diangkat sebagai Dewan Pengarah—diketuai Megawati Soekarnoputri—dilantik lagi Maret 2018.

Tugas utama BPIP: mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah memandang perlu pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh masyarakat dan juga penyelenggara negara, menyusul terjadinya pelbagai aksi kekerasan, teror dan radikalisme yang secara keseluruhan disimpulkan terjadi, antara lain, akibat lemahnya pemahaman atas ideologi negara.

Yudi Latif, memang cendekiawan muda yang sering menuliskan pemikirannya di pelbagai media—juga dalam pelbagai buku—berkaitan dengan masalah keagamaan (Islam) dan kenegaraan. Salah satunya dalam buku "Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, Aktualitas Pancasila".

Itulah agaknya dia dipilih memimpin BPIP. Presiden Jokowi kemudian juga mengangkat 8 tokoh nasional untuk menjadi Dewan Pengarah BPIP, setelah mengangkat Megawati Soekarnoputeri. sebagai ketua. Delapan anggota itu, antara lain, Try Sutrisno, K.H Ma’ruf Amin, Prof Dr Syafi’i Maa’rif, dan Prof Dr Machfud MD, dan K.H Said Agil Siradj.

Setahun setelah berkiprah tidak terdengar masalah dalam hubungan antara Dewan Pengarah dan Pembina ideologi itu. Reaksi publik baru ramai setelah media massa melansir ihwal hak keuangan para Pengarah dan Pembina Pancasila.

Melalui Perpres 42 tahun 2018, yang dirilis Setneg, dilampirkan daftar hak keuangan para petinggi BPIP. Pers menyimpulkannya sebagai gaji, karena lampiran itu hanya menerakan angka. Ketua Dewan Pengarah menerima sebesar Rp 112 juta. Para anggota Dewan Pengarah sekitar Rp 100 juta. Sedangkan ketua Pembina ( Yudi Latif) sekitar Rp 76 juta. Baca; Gaji Besar Megawati dan BPIP.

Respon masyarakat umumnya negatif atas pengungkapan nominal “gaji” ratusan juta itu. Reaksi negatif itu juga di antaranya, yang ikut memukul Yudi Latif, seperti diceritakan seorang teman dekatnya.

Orang mengira BPIP lembaga yang banjir uang. Padahal, seperti ditulis Yudi, sekitar setahun mereka tidak menerima hak keuangan.

Ia dan semua personil yang sudah diangkat sudah bekerja optimal. Tapi tanpa anggaran yang jelas, prosedur serta birokrasi yang ketat dan berbelit,  ikut melemahkan semangat Yudi dkk.

“Kemarin, saya masih ngobrol ama dia. Kami semua ada 35 staf belum sama sekali menerima THR,” kata teman Yudi itu.

Dia menambahkan keluhan Yudi,” ini serius nggak sih, pemerintah ama kita.”

Eh, besoknya, Sang Kepala BPIP sudah menuliskan pengunduran diri. Surat malah sudah diterima Istana beberapan jam kemudian.

“Dalam suratnya, Pak Yudi Latif mengatakan,” kata Juru Bicara Presiden Jokowi Johan Budi, “beliau merasa tidak sanggup meneruskan tugasnya di BPIP karena masih ada urusan-urusan keluarga yang perlu diintensifkan."

Dalam surat pengunduran diri Yudi Latif, Johan Budi mengungkapkan alasan, adanya peningkatan kapasitas Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) menjadi Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) yang setara dengan menteri, membutuhkan tingkat kesibukan lebih tinggi.

Selain itu, Yudi Latif yang sudah menjabat selama satu tahun, merasa bahwa tugasnya dalam proses transformasi yang sedang dikerjakan BPIP dianggap selesai.

Kaget

Banyak yang kaget dan menyayangkan pengunduran diri Yudi Latif. KH Ma’ruf Amin, Ketua Umum MUI yang juga anggota Dewan Pengarah BPIP mengatakan,” dia figur yang sangat cocok dan pas untuk memimpin BPIP.” Makanya, “sayang betul, kok sampai mundur,” katanya kepada ceknricek.com.

Kepala Staf Kepresiden Moeldoko juga sama kaget dan ikut menyayangkan mundurnya Yudi Latif. Mantan Panglima TNI itu mengakui Yudi Latif memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menduduki posisi Kepala BPIP.

Dia sosok yang memiliki pemahaman nilai-nilai Pancasila yang mumpuni. "Semua orang tidak meragukan kapasitas Pak Yudi Latif. Kemampuan beliau dalam mengarusutamakan Pancasila karena memiliki background tentang pancasila yang luar biasa " ujar Moeldoko.

Namun, ada juga yang memuji Yudi Latif. Dalam cuitan twitternya Wakil Ketua DPR Fadli Zon, memuji pilihan mundur Yudi itu sebagai, “ tindakan yang pancasilais.”

Yudi Latif mundur? “Saya tak kaget. Seorang moralis seperti dia tak akan betah berlama-lama di suatu lembaga semacam BPIP yang bagi saya sendiri memang tak dibutuhkan,” tulis pakar Hukum Tata Negara Prof DR Refly Harun.

Pancasila, katanya, harus hidup di masyarakat secara bottom up, tidak top down dari negara. Negara cukup memberi contoh baik. “ Salut Yudi,”tulis Refly.

Apa pun, harus diakui mundurnya Yudi Latif, sosok intelektual muda beintegritas merupakan suatu pukulan telak bagi pemerintahan Presiden Jokowi.



Berita Terkait