Ceknricek.com - Saat musim penghujan, hampir setiap hari terjadi hujan yang membuat udara dan lingkungan menjadi terasa lebih sejuk. Aktivitas tidur menjadi lebih nyaman karena tidak pengap. Namun, jangan terlena, karena ada bahaya yang mengancam di musim yang dingin ini.
Bahaya tersebut berasal dari makhluk kecil, nyamuk. Dibandingkan dengan musim kemarau, memang populasi nyamuk saat musim hujan tidak lebih banyak. Tetapi jangan salah, di musim ini nyamuk akan lebih banyak bertelur. Pasalnya, akan ada banyak genangan-genangan air yang dapat menjadi tempat berkembang biak larva nyamuk.
Salah satu yang berbahaya adalah nyamuk jenis Aedes Aegypti, pembawa virus dengue yang menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) harus benar-benar diwaspadai saat musim hujan. Nyamuk Aedes memiliki telur yang dapat bertahan tetap kering dalam kondisi tertentu. Nah, saat telur-telur itu terkena air hujan, ia akan menetas menjadi jentik-jentik yang siap bermetamorfosis jadi nyamuk.
Jika digigit nyamuk ini, ada potensi tubuh terinfeksi virus dengue. Saat musim hujan, daya tahan tubuh juga cenderung melemah, sehingga mudah terserang penyakit.
Kepala Sub Direktorat Arbovirosis Kementerian Kesehatan RI Guntur Argana mengajak masyarakat untuk mewaspadai DBD saat Indonesia musim hujan.
“Kita juga harus antisipasi nanti musim awal penghujan bulan Oktober, November, Desember, itu kita yang was-was,” kata Guntur, Rabu (18/7), seperti dikutip Antara.
Ia menegaskan tentang sampah-sampah yang dapat menjadi sarang nyamuk.
“Ketika musim hujan, tempat yang bisa menampung air seperti kaleng dan botol bekas dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor atau serangga penular penyakit DBD,” jelasnya.
Perlu kesadaran masyarakat untuk upaya pemberantasan sarang nyamuk. Beberapa hal mendasar yang perlu dilakukan yakni menutup tempat penampungan air dengan rapat. Selain itu juga tidak membiarkan kaleng bekas dan botol-botol terbuka yang dapat menampung air hujan dan menjadi tempat nyamuk bertelur dan berkembang.
Kepada Sub Direktorat Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Kementerian Kesehatan Suwito menegaskan bahwa peningkatan populasi nyamuk Aedes Aegypti sejalan dengan peningkatan kasus DBD.
“Populasi nyamuk vektornya meningkat apabila ada tempat-tempat pengembangbiakan. Pada musim hujan yang tadinya tidak ada air, yang tadinya tempat botol kaleng kosong dan tidak air, kemudian ada air, itu akan memungkinkan untuk nyamuk tumbuh cepat menjadi banyak, akan diiringi dengan peningkatan kasus DBD,” tuturnya.
Dalam pencegahan dan pengendalian penyakit DBD, masyarakat perlu meneruskan cara hidup sehat 3M. Pertama, menguras tempat-tempat penampungan air secara rutin, minimal setiap pekan. Kedua, menutup rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak bisa hinggap. Ketiga, mendaur ulang barang bekas atau mengubur yang tidak terpakai.
Berbagai pihak melawan nyamuk
Pemerintah menggalakkan kegiatan “Satu Rumah Satu Jumantik (Juru Pemantau Jentik)”, yakni mengusahakan agar dalam satu rumah, setidaknya ada satu orang yang melaksanakan pemantauan jentik rutin. Hal ini merupakan langkah pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan tempat tinggal masing-masing.
Sumber daya manusia seperti tenaga ahli laboratorium juga harus ditingkatkan untuk memperkuat diagnosa penyakit. Tentu tak lupa dokter juga harus ditingkatkan untuk keberhasilan pengobatan.
Kerjasama antara berbagai pihak juga perlu dilakukan. Misal dengan kementerian agar melakukan pembangunan rumah yang memiliki potensi kecil untuk menjadi tempat berkembang biak nyamuk atau lokasi tempat wisata yang lebih steril dari nyamuk.