Negara Miskin, Taipan Kaya, dan Meroketnya Coronavirus | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Sumber: Istimewa

Negara Miskin, Taipan Kaya, dan Meroketnya Coronavirus

Ceknricek.com -- Jika kita googling "anggaran coronavirus", google memberitahu catatan mulut menteri keuangan beberapa hari terkahir soal anggaran coronavirus ke depan. Terakhir disebutkan Rp 62 T, sebelumnya Rp 50 T, sebelumnya lagi 27 T, sebelumnya lagi Rp 8,5 T dan sebelumnya lagi antara Rp 5-10 T.

Roy Salam, dari Budget Center menutup hasil searching itu dengan mengatakan bahwa anggaran "Bencana Non Alam" sebagaimana akan ditetapkan  rezim Jokowi untuk kasus coronavirus tidak ada dalam klausul UU APBN 2020. Harus diubah undang-undangnya dulu. Nah, artinya rencana Sri Mulyani itu masih angan angan.

Foto: Istimewa

Angka-angka rencana anggaran yang terus meningkat dan tetap sebagai rencana berjalan seiring dengan meroketnya coronavirus di udara republik ini. Korban terus berjatuhan, frontliner alias jajaran medis rumah sakit mulai kewalahan, dan juru bicara pemerintah si Fadjroel, eh bukan, juru bicara pemerintah urusan Covid-19, Achmad Yurianto, hari demi hari, muncul berwibawa di televisi mengumumkan angka-angka kematian yang terus meninggi.

Baca Juga : Update Covid-19 Sabtu, 21 Maret, Positif 450, Meninggal 38 Orang

Negara Republik Indonesia yang kata mulut-mulut elit kuasa sudah masuk negara besar jajaran G-20, sudah dinyatakan pemerintah Amerika sebagai negara maju, sudah dinyatakan PBB sebagai anggota Dewan Keamanan PBB, sudah diprediksi menjadi negara terkaya keempat di dunia tahun 2050 oleh Pricewaterhouse Copeers dan diperkirakan Jokowi dan LBP rupiah meroket ke Rp  1000/dollar, ketahuan belangnya hanyalah negara miskin tak berdaya ketika diserang virus corona.

Foto: Isitmewa

Negara tetangga Malaysia tidak sedang menghitung rencana-rencana.Mmereka sudah menetapkan anggaran perang  coronavirus ini sebesar Rp. 76 Triliun ($4,8 Milyar). Angka ini untuk penduduk Malaysia 32 juta jiwa. Hanya tidak sebesar penduduk Jawa Barat. Mesir sudah menetapkan anggaran di atas Rp. 100 T. Belanda menetapkan anggaran 65 Milyar Euro alias 70 Milyar dollar. Dan lainnya.

Negara Miskin, Taipan Kaya

Setelah ketahuan negara miskin, kita mengetahui yang kaya di Indonesia adalah taipan-taipan. Berbagai media telah memberitakan kebaikan kebaikan taipan itu berjasa dalam mengatasi wabah ini, a. l. Sinar Mas Group, Adaro Energi, Artha Graha, Djarum, Agung Sedayu, Indofood, Puradelta, Triputra.

Secara terpisah Charoen Poekpand Indonesia memberi bantuan via Yarsi, Wardah Group ke beberapa rumah sakit, Sandi Uno ke Ok Oc,  Yayasan Buddha  Tzu Chi ke NU, dll. Bahkan berita-berita dan medsos di republik ini banyak mengunduh terima kasih Jack Ma, pengusaha RRC, sudah kirim bantuan ke mana-mana.

Baca Juga : Hadapi Covid-19, PMI Bangun Gudang Tambahan

Namun, dibalik kebaikan taipan-taipan itu, akhirnya kita mengetahui bahwa selama 75 tahun Indonesia merdeka, fungsi negara untuk melindungi segenap tumpah darah kita, telah diambil alih swasta. Sedangkan negara masih berdebat soal realokasi anggaran.

Jika seorang menteri Republik Indonesia yang membawahi BUMN, membanggakan terima kasih pada swasta-swasta, maka negara telah kehilangan kebanggaan. Sejarah negara di Indonesia terkesan hampir berakhir.

Foto: Istimewa

Fakta negara miskin sudah tidak usah dipungkiri lagi. Jangan ada lagi dusta diantara kita masih puja puji sana sini. Kita juga tidak sedang menihilkan arti kebaikan orang orang kaya dalam situasi seperti ini. Semua kita anggap saja dalam maksud baik. Tanpa melupakan urusan perampokan Jiwasraya dll.

Lalu Bagaimana Ke depan?

Pembicaraan kita fokus tetap pada pertanyaan kenapa 75 tahun Indonesia merdeka negaranya miskin, taipan-taipam yang kaya?

Negara yang di desain oleh "founding fathers", Sukarno dkk, bukanlah negara yang miskin, taipan yang kaya. Negara yang di desain sejak mengusir penjajah kulit putih adalah untuk membuat semua orang-orang sawo matang alias pribumi menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Untuk itu langkah pertama Sukarno dkk selama 25 tahun pertama Indonesia merdeka, mengambil alih semua kekayaan yang dimiliki Belanda, seperti kebon-kebon, hutan-hutan, tambang-tambang, lading-ladang  minyak, rel kereta api, airport, Java Bank, dll.

Baca Juga : Singapura Umumkan Dua Pasien Covid-19 Meninggal, Salah Satunya WNI

Langkah kedua Sukarno dkk, adalah membangun ekonomi sosialistik, yakni membangun kekayaan kolektif bagi semua oleh semua. Artinya kekayaan yang diciptakan bukan untuk segelintir orang dan juga bukan dimiliki serta dikerjakan segelintir orang.

Foto: Istimewa

Kini, setelah sekian lama kita merdeka, ternyata negara kita tidak menunjukkan arah sebagaimana founding fathers itu merencanakan. Ketimpangan kepemilikan asset, khususnya dalam situasi krisis, memperlihatkan rakyat tidak berdaya, dan mirip pengemis di mata orang-orang kaya.

Situasi ini adalah kekonyolan yang harus di ubah. Sebuah bangsa dan sebuah negara adalah eksistensi diatas semua institusi yang ada. Negara harus dijadikan ultimate goal penyerahan kedaulatan individual kedalam kedaulatan kelompok besar atau bangsa atau negara. Jika penyerahan kedaulatan itu bisa dikalahkan oleh sub kedaulatan, seperti taipan-taipan, maka ke depan semua harus dirombak ulang.

Penutup

Wabah Coronavirus telah membuka mata kita negara tidak berdaya. (Bahkan sesungguhnya sudah tidak berdaya memenuhi janji membangun rumah-rumah hancur gempa di Lombok). Untuk menggelontorkan uang menyelamatkan manusia terlambat sekali dibandingkan berbagai negara di dunia, baik dalam ukuran negara sedang seperti Malaysia dan Mesir, apalagi Belanda dan Amerika. Akhirnya, negara mengundang swasta untuk mengatasi situasi buruk yang ada.

Foto: Istimewa

Kita tidak perlu berprasangka negatif atas kebaikan swasta-swasta ini, namun kita tidak boleh membiarkan negara di bawah swasta. Sebab, swasta pasti hukum kebaikan mereka adalah prinsip ekonomis "dengan modal sekecil- kecilnya, untung sebesar-besarnya". Sebab lainnya, bahkan yang utama, negara adalah ultimate goal dari penyerahan kedaulatan individual. Tidak ada gunanya negara jika kedaulatan individu sudah diambilnya, namun negaranya tak berdaya.

Ke depan, jika wabah coronavirus berhasil mereda, kita harus mendorong negara dan bangsa kita dikembalikan pada cita-cita pendiri bangsa (founding fathers) kita, yakni satu satunya tempat perlindungan segenap tumpah darah kita, sebagaimana dimuat dalam konstitusi. Sebuah jalan sosialistik. Atau bisa juga mengambil arah sesuai jalan Habib Rizieq Sihab, Negara Bersyariah. Yang jelas negara harus ubber alles, di atas swasta bukan di bawahnya.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini




Berita Terkait