Ceknricek.com -- Kementerian Luar Negeri menyoroti kejahatan lintas batas yang terjadi selama pandemi COVID-19. Menurut Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, kejahatan lintas batas jamak terjadi pada pemalsuan obat dan serangan siber terhadap infrastruktur kesehatan vital.
Dalam pidatonya pada Peringatan 20 tahun Konvensi PBB Melawan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention against Transnational Organized Crime/UNTOC) yang diselenggarakan secara virtual dari New York, AS, Jumat, (13/11/20) atau Sabtu, (14/11/20) waktu Indonesia, Menteri Retno menekankan pentingnya kerja sama melawan kejahatan lintas batas.
Menurutnya, untuk menghadapi tantangan kejahatan lintas negara yang terorganisir, perlu membangun dan memelihara kerja sama antarnegara secara global.
“Tidak ada satu negara pun yang dapat mengatasi masalah ini sendirian, tidak sebelumnya dan tidak dalam masa pandemi COVID-19 ini,” papar Retno dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, (14/11/20).
Klik video untuk tahu lebih banyak - SOSIALISASI 3M DARI YESSY GUSMAN
Dalam pandangannya, bahwa tidak ada solusi one-size fits all yang dapat mengatasi seluruh jenis kejahatan terorganisir. Sebab, karakteristik kejahatan lintas negara cenderung berbeda dari satu negara dan negara lainnya sehingga pendekatan yang diambil harus bersifat situasional.
Lebih lanjut, Retno Marsudi menjelaskan pendekatan dan solusi yang diambil harus terus mengalami penyesuaian dengan karakteristik kejahatan. Atas dasar itu, UNTOC perlu melakukan adaptasi terus menerus agar selalu relevan dalam mengatasi kejahatan lintas negara terorganisir.
Secara ia menyinggung masalah pengungsi Rohingya sebagai bentuk kejahatan penyelundupan dan perdagangan manusia terorganisir. Indonesia saat ini menampung lebih dari 900 orang yang telah menjadi korban perdagangan manusia dan terlantar di laut.
Indonesia kembali menekankan pentingnya penyelesaian masalah Rohingya dari akar masalahnya melalui repatriasi secara sukarela, aman, dan bermartabat.
“Bagi Indonesia, Myanmar adalah rumah bagi pengungsi Rohingya,” tegasnya.
Seperti diketahui UNTOC diadopsi di Palermo, Italia tahun 200. Konvensi tersebut menjadi instrumen hukum internasional dalam mengatur masalah penanggulangan perdagangan orang, penyelundupan manusia, dan perdagangan gelap senjata api. Indonesia telah menjadi negara yang meratifikasi konvensi tersebut sejak tahun 2009.
Baca juga: Menlu Dalami Kerja Sama Vaksin Covid-19 dengan Swiss dan Inggris
Baca juga: Ada Peran Imigran Turki Di Balik Vaksin COVID-19 Buatan Pfizer