Oleh Redaksi Ceknricek.com
12/16/2020, 0:31 WIB
Ceknricek.com—Menyusul penahanan Habib Rizieq Shihab (HRS), tim pengacara HRS yaitu Kamil Pasha dan Sumadi Atmadja mengajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/12/20). Praperadian diajukan atas penetapan Tersangka HRS oleh pihak penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, dengan register no. : 150/Pid.Pra/2020/PN.JKT.SEL.
Dalam permohonan praperadilan tersebut Kamil Pasha meminta agar hakim Praperadilan menyatakan penetapan tersangka terhadap HRS yang dilakukan pihak penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya beserta jajarannya adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Akibatnya, segala penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka tersebut - termasuk penangkapan dan penahanan- juga tidak sah dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat, serta penyidikan atas perkara a quo juga harus dihentikan (SP3).
Menurut Kamil, penetapan tersangka tersebut mengada-ngada, dan tidak berdasarkan hukum, antara lain dikarenakan hal sebagai berikut :
1.Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah Pasal 160 KUHP yang dikenakan terhadap klien kami sebagai delik materiil, sehingga penerapannya harus pula disandarkan pada bukti materiil, bukan semata-mata berdasarkan selera penyidik, harus jelas siapa yang menghasut, dan siapa yang terhasut sehingga melakukan tindak pidana dan telah terbukti bersalah di pengadilan, misalnya adanya suatu hasutan sehingga menyebabkan orang terhasut membuat kerusuhan, atau anarkisme, lalu diputus bersalah oleh pengadilan, dan telah berkuatan tetap. Bukti tersebut tidak mungkin ada, karena sebelum HRS ditetapkan sebagai tersangka, tidak ada didapati bukti materiil itu. Oleh karenanya kuasa hukum HRS berpendapat bahwa Pasal 160 KUHP tersebut semata-semata digunakan agar dapat menahan HRS sebagai orang yang kritis menyuarakan kebenaran;
2.Bahwa Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juga salah jika disangkakan kepada Pemohon, unsur terpenting dari Pasal tersebut adalah “menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat”, maka dengan tidak adanya bukti penetapan karantina wilayah, juga tidak mengakibatkan adanya penetapan kedaruratan kesehatan dalam hal ini Karantina Wilayah dan PSBB yang diumumkan oleh pemerintah pusat cq menteri kesehatan yang diakibatkan langsung oleh perbuatan HRS, sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 49 ayat (3) UU No. 6 Tahun 2018 Kekarantinaan Kesehatan : “Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri”, penggunan Pasal tersebut oleh pihak kepada HRS jelas salah, dan mengada-ngada, serta tidak disandarkan pada bukti materiil;
3.Bahwa hubungan sebab-akibat tersebut di atas harus didukung dengan adanya minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP, dan karena delik materiil haruslah didukung oleh bukti materiil pula. Oleh karena tidak adanya bukti materiil yang mendasari penggunaan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai “predicate crime”, dan Pasal 160 KUHP, maka secara otomatis penggunaan Pasal 216 KUHP gugur karena pasal tersebut tidak dapat berdiri sendiri atau harus berkaitan dengan predicate crime-nya.
Baca Juga : Sekitar 12 Jam Diperiksa, Habib Rizieq Akhirnya Ditahan
Baca Juga : Buntut Investigasi Laskar FPI, Edy Mulyadi Dipanggil Mabes Polri