Ceknricek.com -- Salah satu minuman karbonasi yang dikenal di Indonesia, Pepsi, dikabarkan meninggalkan pasar tanah air. Menurut informasi yang beredar di kalangan media, PT Anugerah Indofood Barokah Makmur (AIBM) dan PepsiCo.Inc (PepsiCo) sepakat untuk mengakhiri kontrak per 10 Oktober mendatang. Artinya, minuman yang mulai diperkenalkan di Indonesia pada 1995 itu sebentar lagi bakal hilang dari peredaran.
Minggatnya Pepsi dari pasar Indonesia menjadi bukti sulitnya minuman berkarbonasi menembus pasar minuman non alkohol di Indonesia. Menurut data Statista, pada tahun 2018 minuman karbonasi memang hanya menguasai 8,9 persen pangsa pasar minuman ringan di Indonesia. Posisi pertama masih diduduki oleh air minum dalam kemasan (AMDK) dengan 39,4 persen, diikuti oleh teh siap saji (ready to drink tea atau RTD tea) dengan 19,4 persen.
Sumber: Statista
Padahal menurut data dari Investopedia, baik Pepsi dan rivalnya Coca Cola sama-sama menguasai pasar industri minuman non alkohol secara global. Keduanya diperkirakan menguasai 60 persen pangsa pasar minuman ringan dunia, dengan perkiraan pembagian 40 persen untuk Coca Cola dan 20 persen untuk Pepsi.
Baca Juga: Kia Tutup Satu Pabriknya di China
Kesaktian kedua merek global ini tak berlaku di Indonesia. Terlepas dari fakta bahwa air putih menjadi salah satu kebutuhan primer, maka bisa dikatakan sebenarnya RTD tea saat ini menguasai pasar minuman non alkohol nasional.
Data dari Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) menyatakan nilai industri ini paling tidak sudah mencapai Rp50 triliun atau sekitar 2 miliaran liter pada tahun 2017. Penjualan RTD tea memiliki tingkat pertumbuhan yang stabil selama periode 2005—2017, dengan rata-rata 13 persen per tahun.
Sumber: Kalinax
Survei dari Nielsen pada tahun 2017 mengatakan bahwa ada lima merek produk yang memiliki top brand index tertinggi, yakni Teh Botol Sosro (32 persen), Teh Pucuk Harum (22,7 persen), Teh Gelas (12,7 persen), Teh Kotak (6,8 persen), dan Frestea (6,3 persen). Merek pertama itu sendiri sebagai merek tertua dalam industri ini.
Salah satu bukti sahih dari kedigdayaan Teh Botol ialah kala mereka mengambil alih pengelolaan gerai McDonald's di seluruh Indonesia melalui PT Rekso Nasional Food, tahun 2009 lalu. Sekadar informasi, PT Rekso Nasional Food adalah anak perusahaan Rekso Group, yang merupakan induk usaha PT Sari Sosro produsen Teh Sosro.
Akibatnya, kombinasi paket burger McDonald dengan Teh Botol jamak ditemui di Indonesia. Padahal di belahan dunia lain, burger biasanya ditemani oleh Coca Cola. Tak heran apabila Pepsi memutuskan untuk minggat dan menyatakan siap fokus mengembangkan produknya ke negara lain.
Adapun sebelumnya Pepsi masih menjadi pemasok untuk minuman berkarbonasi dengan dua perusahaan makanan, PT Sarimelati Kencana Tbk (Pizza Hut) dan PT Fast Food Indonesia Tbk (KFC). Menurut pemberitaan yang berkembang, dikabarkan Pizza Hut dan KFC ke depannya akan mengganti Pepsi dengan Coca Cola.
Tak Pengaruhi Industri Dalam Negeri
Minggatnya Pepsi dari tanah air tak teralu diratapi oleh Kementerian Perindustrian. Direktur Jenderal Industri Makanan dan Minuman Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim menyebut hengkangnya PepsiCo tidak akan mempengaruhi industri minuman di dalam negeri.
“Secara makro nasional tidak terlalu besar dampaknya. Persoalan yang mengakibatkan Pepsi keluar dari Indonesia lebih terkait kerja sama dengan mitra Pepsi berupa pemutusan kontrak bisnis,” kata Abdul Rochim seperti dikutip Antara.
Rochim menyebut pangsa pasar Pepsi untuk jenis minuman ringan non alkohol (Non Alcohol Ready to Drink atau NARTD) di Indonesia tidak terlalu besar. Akibatnya, keluarnya Pepsi tidak mencerminkan iklim bisnis di dalam negeri yang tidak kondusif. Data yang ada saat ini, menunjukkan pertumbuhan industri minuman masih positif.
Sumber: Reuters
Baca Juga: Industri Tekstil Kita di Pintu Kebangkrutan
“Khusus untuk pertumbuhan NARTD di Indonesia memang menurun tidak terlalu besar, per Agustus 2019 turun sebesar 0.7 persen karena penurunan penjualan di pasar tradisional. Sedangkan untuk ritel dan pasar modern justru mengalami peningkatan,” papar Rochim.
Sektor industri minuman pada semester I Tahun 2019 menunjukkan pertumbuhan sebesar 22,74 persen, yang berkontribusi sebesar 2,01 persen terhadap industri pengolahan non migas dengan nilai investasi penanaman modal asing (PMA) sebesar US$68,72 juta dan investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp1,43 triliun.
Realisasi investasi di sektor industri minuman pada semester I Tahun 2019 mencapai Rp1429,74 miliar untuk PMDN dan US$68,72 juta untuk PMA.
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.