Ceknricek.com--Presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto memberikan pidato pertamanya usai diresmikan oleh KPU pada Rabu 24 April 2024. Prabowo berterima kasih kepada awak media dan pers yang terus mengawal dunia politik di Indonesia. Prabowo kemudian menyebut media dan pers kadang meresahkan bagi pemimpin politik Indonesia. Pernyataan ini sontak membuat Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan dan Agus Harimurti Yudhoyono tertawa.
Menanggapi statemen Prabowo, Ketua Dewan Penasehat PWI Pusat yang juga wartawan senior Ilham Bintang menyebut pernyataan Prabowo itu wajar saja. Hal itu dikatakan Ilham saat jadi narasumber Radio Silaturahmi Islam (Rasil), Kamis (25/4/24) pagi.
“Prinsip kerja jurnalistik secara universal itu memang membuka apa apa yang sering ditutup oleh orang lain. Jadi wajar saja dan bukan guyonan tapi lebih ke curahan hati dari Pak Prabowo bahwa dia resah terhadap pers,”kata Ilham Bintang.
Menurut Ilham Bintang, di Indonesia baru saja melewati fase yang sangat menggelisahkan masyarakat karena bagaimana penyimpangan penyimpangan terjadi di depan mata. Lalu kemudian bukan hanya pers yang berteriak. Tapi juga para tokoh dan guru bangsa di kampus kampus keluar dari pertapaannya untuk mencegah itu.
Kondisi itu, celakanya oleh Mahkamah Konstitusi yang dinubuatkan menjadi semacam semacam resi atau pengambil fatwa justru malah kondisinya dibuat semakin resah.
“Jadi kita akan terbiasa dengan keresahan. Yang mau saya sampaikan Pak Prabowo siap siap beli obat anti resah. Karena kalau pers tidak melaksanakan fungsi dan tugasnya mengganggu pemerintah yang tidak berjalan secara on the track, ini juga sama dengan mengkhianati amanatnya sebagai wartawan,”lanjut Ilham Bintang.
Menurutnya, pers sebagai pilar keempat demokrasi secara legalistik tidak ada. Itu hanya istilah kalau pers bekerja dengan baik. Kuncinya, sesuai dengan amanat UU pers, yaitu disiplin verifikasi. Kalau dalam bahasa agama Islam disebut tabayun.
“Jadi tidak hantam kromo tapi berbasis fakta. Dengan begitu terjadi keseimbangan dan fungsi pers sebagai pilar keempat itu akan terasa oleh rakyat. Sama sama berimbang. Tidak mentang mentang karena insan pers lantas tidak mengikuti prinsip jurnalisme yang benar,”kata Ilham.
Terkait fungsi pengawasan pers terhadap pemerintah, Ilham melihat pers Indonesia sedang menghadapi banyak tantangan. Misalnya pers sedang mengalami disrupsi media. Media media mainstream mengalami bencana “kekeringan” iklan yang berkepanjangan. Sehingga mengganggu juga kinerja para awak medianya.
Kondisi ini, menurut Ilham Bintang, seperti menghadapi musuh di depan, sementara kalau mundur ada laut di belakang. Serba dilematis. Meski begitu, Ilham melihat kondisi saat ini seperti sedang menampi beras. Terasa goyangannya, nanti pers yang abal abal dan meresahkan seperti yang disebut Prabowo akan lenyap sendiri.
“Nah,proses ini sedang berjalan. Dia harus mematuhi prinsip kerja jurnalistik, mentaati kode etik jurnalistik dan mentaati UU pers yang memberi dia hak untuk meragukan apapun yang disampaikan oleh siapapun, kecuali yang disampaikan oleh Tuhan dan Rasul,”
“Kalau dia tidak melaksanakan fungsinya dengan benar, maka masyarakat juga akan membuat pers resah. Kenapa? Karena peran serta masyarakat juga diakomodasi oleh UU pers. Silahkan baca pasal 17 disebut peran serta masyarakat yang mengontrol pers. Jadi pers juga dikontrol,”sambung Ilham Bintang.
Tantangan Pers
Ilham juga menyoroti perkembangan jurnalisme warga yang sangat cepat. Kadang saat wartawan sungguhan sudah terlelap, mereka masih berselancar di dunia maya. Ilham mencontohkan siapa yang menemukan prajurit menginjak leher warga sipil di Papua kalau bukan netizen. Siapa yang menemukan pesta ulang tahun pejabat ketika terjadi pembatasan pergerakan masyarakat di zaman Covid, kecuali oleh jurnalis warga.
Begitu juga siapa yang menemukan pejabat yang flexing sehingga berlanjut pada pemeriksaan harta pejabat yang bersangkutan. Pers kita, kata Ilham, masih terkendala oleh mekanisme cek dan ricek atau verifikasi.
“Memang ada kelemahan dalam prinsip kerja jurnalisme warga. Mereka kadang tidak disiplin verifikasi. Sudah viral saja. Kita juga tidak bisa ikuti prinsip kerja itu. Tapi semangat dan militansi mereka itu menyadarkan pers yang mungkin ada yang sudah berada di zona nyaman itu agar terusik untuk kembali ke medan pertempuran,”urai Ilham.
Menurut Ilham, peran pers sebagai pilar demokrasi harus bisa diandalkan. Karena menurutnya, meminjam istilah Rocky Gerung, penyimpangan sudah makin sempurna. Menjadi domain pers untuk tidak berhenti mengkritisi. Karena sebuah penyimpangan akan melahirkan penyimpangan lain. Betapapun ada upaya untuk melegitimasi itu.
Ilham menyebut, kita sekarang berhadapan dengan dua kutub, yaitu etika dan hukum. Satu pihak yaitu aktivis pro demokrasi menganggap etika diatas hukum. Sedangkan penegak hukum utamanya para politikus menganggap hukum sebagai panglima tertinggi.
“Medan yang kita hadapi ini menarik sekali. Akan diuji yang mana gabah akan terbang yang beras akan tinggal,”tegas Ilham.
Menyinggung soal tantangan pers ke depan, Ilham mengurai tantangan paling berat pers adalah memahami posisinya. Kemudian mempelajari karakter disrupsi media. Ini tantangannya hampir sama dengan tantangan mengurusi diri sendiri dengan mengawasi pemerintahan.
“Karena kita masih belajar model bisnisnya media digital itu. Sehingga konsentrasi kita terpecah. Antara mau menyelamatkan diri kita yang sudah pakai baju pelampung dengan tingkah para politisi yang tidak Islami. Ini idiom yang pas karena saya khan bicara di radio Islam,”ujar Ilham.
Sebagai penutup, Ilham Bintang memberi pesan pada wartawan muda untuk menjadi jurnalis yang baik. Yaitu belajar pada filosofi puasa. Menurutnya, jangankan yang haram, yang halal saja ada waktu tertentu yang diharamkan untuk dinikmati. Ajaran Islam ini bahkan sudah jadi rujukan dunia medis. Ternyata manusia bisa bertahan 14 jam tanpa makan dan minum.
“ Artinya, kalau kita jadi pengusaha jangan lantas ingin cepat cepat kaya raya. Baru jadi wartawan jangan buru buru ingin seperti Mochtar Lubis. Belajar saja. Pegang prinsip kebenaran. Jadi kalau ada yang tergoda jadi wartawan yang dibayar, jadi corong pemerintah dll, berpeganglah pada filosofi puasa ini. Kita nggak mati kalau nggak makan dan minum. Tetapkan menahan diri. Nanti setelah adzan maghrib baru buka puasa. Nikmat banget itu,”pungkas Ilham Bintang.
Editor: Ariful Hakim