Oleh Redaksi Ceknricek.com
01/20/2020, 12:14 WIB
Ceknricek.com -- Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, adanya rencana distribusi elpiji secara tertutup oleh pemerintah harus direncanakan secermat mungkin dan tidak terkesan terburu-buru.
"Jangan sampai rencana itu malah menimbulkan 'panic buying' yang akhirnya akan menimbulkan masalah baru bagi pemerintah," kata Sofyano Zakaria dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, seperti dikutip Antara, Senin (20/1).
Apalagi, menurut dia, distribusi tertutup elpiji subsidi sudah pernah dilakukan di Malang, Bali, Tarakan, Batam, Gunung Kidul namun tidak diketahui keberhasilannya dan hingga saat ini distribusi masih dijalankan secara terbuka seperti di daerah lainnya.
"Distribusi elpiji subsidi tidak bisa dikatakan tidak tepat sasaran karena tidak ada peraturan pemerintah yang tegas dan jelas terkait siapa pengguna yang berhak, dan juga tidak ada sanksi hukum terhadap pelanggarannya," ujarnya.
Menurutnya, pengalihan subsidi kepada orang langsung untuk tujuan mengurangi beban pemerintah atas subsidi harusnya dilakukan secara adil, karena pemerintah tidak melakukan hal yang sama, misalnya terhadap BBM solar subsidi yang ternyata nyaris bisa dibeli bebas oleh siapapun.
Baca Juga: Menteri ESDM: Atur Ulang Distribusi LPG 3 Kg Masih Tahap Kajian
"Jika pemerintah yakin bisa mengalihkan subsidi elpiji kepada orang langsung, maka seharusnya juga bisa dilakukan kepada solar subsidi yang pada nyatanya pembeli dan penggunanya adalah kendaraan berbahan bakar solar dan hal ini bisa menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat," katanya.
Terus membengkaknya subsidi elpiji tidak semata disebabkan oleh pengguna tidak tepat sasaran, tapi juga bisa disebabkan naiknya harga elpiji dunia, sementara HET elpiji subsidi tidak pernah dikoreksi sejak program konversi minyak tanah ke elpiji dijalankan sejak tahun 2007, yakni sebesar Rp4.250 ribu/kilogram.
Sumber: Jurnalasia.com
"Jika pemerintah berkeberanian mengoreksi HET elpiji subsidi sebesar Rp5.000/kilogram maka berpotensi menghemat subsidi sekitar Rp34,5 triliun, jika kuota elpiji rata-rata 6,9 miliar kilogram per tahun," ungkapnya.
Pada dasarnya, masyarakat sudah terbiasa membeli elpiji subsidi jauh di atas ketentuan HET para bupati atau walikota, dan masyarakat nyaris tidak komplain soal harga tapi akan bereaksi keras jika elpiji langka.
"Karena itulah harusnya pemerintah mengkaji hal ini," katanya.
Menurut dia, dengan sudah terbiasanya masyarakat membeli elpiji subsidi jauh di atas HET lewat peran pengecer seharusnya ini bisa dijadikan pertimbangan untuk mengoreksi HET yang ada, namun pemerintah harus menjamin bahwa akan terjadi elpiji satu harga di seluruh pelosok negeri.
"Untuk membuat dan menjamin terwujudnya elpiji satu harga, maka peran pengecer elpiji yang ada selama ini harus ditetapkan sebagai mata rantai distribusi dengan menjadikannya sebagai sub pangkalan dan harus ada di setiap RT, dan nantinya ini harus dibina dan diawasi penuh oleh pemerintah daerah," kata Sofyano.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia mulai semester II-2020 akan menghentikan subsidi pada harga elpiji tiga kilogram (gas melon) yang menuai penolakan dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia, khususnya kelas menengah ke bawah.
"Elpiji ini tantangan kita di 2020, secara prinsip elpiji tiga kg hanya untuk masyarakat yang berhak, sedang persiapan subsidi langsung pada masyarakat. Mudah-mudahan pertengahan tahun ini bisa diterapkan, ujar Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto di Jakarta, Selasa (14/1).
BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar