Oleh Redaksi Ceknricek.com
06/05/2024, 15:56 WIB
Ceknricek.com -- Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut putusan MA mengenai batas umur yang telah diubah tidak otomatis harus dilaksanakan oleh KPU. Sebab, rangkaian Pilkada 2024 sudah berjalan. KPU bisa menggunakan putusan itu untuk Pilkada 2029.
Hal itu dikatakan Titi, usai mengisi seminar "Pilkada Damai 2024, Membangun pilkada sukses, aman, partisipatif", Rabu (5/6/24) di kantor Dewan Pers, Jakarta. Seminar dibuka oleh Ketua Umum PWI Pusat Hendry Bangun dengan moderator Agus Subagyo.
Dalam paparannya di seminar, Titi mendorong media massa untuk terus mengingatkan masyarakat agar berpartisipasi dan membangun kepedulian pada pelaksanaan pilkada di daerahnya, yang secara serentak akan mengadakan 37 pemilihan gubernur dan 508 pilkada kabupaten/kota diseluruh Indonesia.
"Sebab pilkada 2024 bukan hanya Pilkada Jakarta,"kata Titi yang membawakan makalah berjudul "Menuju Pilkada Serentak 2024: Optimalisasi Partisipasi Masyarakat di Tengah Kelelahan Politik Pasca-Pemilu 2024".
Titi awalnya menyoroti kinerja demokrasi Indonesia yang menurun. Dari data "Democracy Index 2023 Age of Conflict", Indonesia dimasukan dalam rezim demokrasi cacat (flawed democracy) dari 4 tipe rezim yang ada (demokrasi penuh (full democracy), demokrasi cacat atau flawed democracy, rezim hibrida (hybrid regime), dan rezim otoriter (authoritarian regime).Indonesia pada peringkat 56 dunia, turun dua peringkat dari tahun sebelumnya.
Dengan model keserentakan pemilu lima surat suara/lima kotak dengan jarak yang sangat dekat dengan pilkada bisa mengakibatkan situasi kelelahan politik dan kelelahan pemilih (political and voter fatigue).
"Dampaknya, pemilih mungkin tidak optimal mengawal persiapan tahapan pilkada apalagi berfokus pada gagasan, program, ataupun rekam jejak peserta pemilihan,"katanya.
Titi pun berharap media bersama kelompok masyarakat sipil memainkan peran krusial dalam mendorong masyarakat untuk ambil peran mengawal tahapan pilkada dan mewujudkan pilkada serentak 2024 yang damai, kredibel, dan berintegritas.
Orientasi pada politik gagasan, menurut Titi, akan mudah diakselerasi dengan dukungan jangkauan pemberitaan dan diskursus yang didorong oleh pemberitaan media.
Untuk mencegah efek domino ajang pilpres di pilkada, Titi berharap ada pengaturan dalam Peraturan KPU dan/atau Permendagri bahwa distribusi bansos yang berhimpitan dengan tahapan pilkada tidak boleh dilakukan pejabat publik berlatar belakang politik.
"Tidak boleh dilakukan simbolisasi penyerahan atau penggunaan simbol-simbol personal yang bisa memberi insentif elektoral,"ujar Titi.
Begitu pula pengaturan dalam Peraturan KPU dan/atau Permendagri berupa pelarangan penggunaan simbol-simbol petahana yang akan/maju di pilkada dalam program-program pemerintah dan iklan layanan masyarakat yang bisa memberi insentif elektoral.
Selain itu, diperlukan pula penyempurnaan dan penyiapan SIREKAP Pilkada secara serius . Pengaturan dalam Peraturan Bawaslu terkait persyaratan baku maupun tata urut atau pisau analisis yang harus digunakan oleh Bawaslu dalam menentukan bagaimana suatu peristiwa dianggap memenuhi atau tidak memenuhi syarat materiil, sehingga menyebabkan penarikan kesimpulan dari peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran pemilu bisa dilakukan secara komprehensif.
Editor: Ariful Hakim