“When people ask me if I went to film school I tell them, No, I went to films” -- Quentin Tarantino
Ceknricek.com -- Tahun 2018 kamus Bahasa Inggris Oxford (EOD) memasukkan istilah dan lema baru yang sering dipakai pegiat dunia sinema. Istilah untuk memberi kemudahan bahwa sinema memiliki bahasanya sendiri. Bahasa ini bisa ‘dibaca’ ketika orang menonton adegan-adegan yang sudah diedit, pergerakan kamera, sampai musik latar sebagai bentuk komunikasi yang khas.
Nama Quentin Tarantino masuk ke dalam daftar kamus tersebut, “Tarantinoesque”. Istilah ini merujuk pada gaya film Quentin Tarantino yang sejak pertengahan 1990-an mempopulerkan gaya bertutur non-linier, dialog tajam, dan cerita yang kental unsur kekerasan dan darah.

Sumber : IMD
Quentin Tarantino lahir tepat pada tanggal hari ini, 27 Maret 1963, di Knoxville, Tennessee, Amerika Serikat. Ia anak seorang perawat bernama Connie McHugh Zastoupil. Sementara ayahnya, Tony Tarantino, seorang aktor dan musisi amatir. Tarantino tumbuh besar di Los Angeles dan sejak saat itulah ia mulai tertarik dengan film.
Berawal Dari Tempat Persewaan Video
Umur 15 tahun, Tarantino keluar dari sekolah dan melanjutkan pendidikan di sekolah akting di James Best Theater Company. Karena kegemarannya pada film, di umur 22 tahun Tarantino juga sempat bekerja di sebuah tempat penyewaan video di daerah Manhattan. Di tempat itulah ia bertemu dengan Roger Avary (sutradara Film Amerika), yang kelak sering berkolaborasi untuk menulis beberapa naskah film seperti True Romance dan Pulp Fiction.
Tarantino memulai debut sutradaranya melalui film kriminal Reservoir Dogs (1992). Film berbujet minim dengan dibintangi aktor-aktor kelas dua ini berkisah tentang perampokan oleh sekelompok gangster, namun uniknya aksi perampokannya sendiri tidak pernah diperlihatkan. Meski tidak dipromosikan secara besar-besaran, film ini mampu meraih hasil cukup baik bahkan hingga luar Amerika. Di Inggris misalnya, film ini meraih 6,5 juta Pound sterling.

Pulp-Fiction-Salah Satu adegan Ikonik Pulp Fiction (Umma Thurman dan John Travolta). Sumber : Best Clasic Bands
Popularitas Reservoir Dogs kelak semakin terangkat setelah sukses film kedua Tarantino, Pulp Fiction (1994). Sebuah film yang mendapat perhatian di Sundance Film Festival, karena gaya filmnya yang khas berupa plot non-linier, aksi kekerasan yang vulgar, budaya pop amerika yang kental, serta dialog-dialog tempelan yang tidak berhubungan dengan plot filmnya. Gaya ini menjadi trademark tersendiri dalam film-film Tarantino kelak.
Pulp Fiction sukses secara kritik dengan mampu menyabet Piala Oscar untuk naskah orisinil terbaik dengan tujuh nominasi termasuk Film Terbaik.
A Band Apart
Kesuksesan Pulp Fiction dengan pola plot non-linier, aksi kekerasan vulgar, budaya pop lokal, lagu dan musik 70-an, hingga dialog tempelannya mampu membangkitkan kembali gairah film independen di dunia serta menginspirasi banyak film setelahnya. Banyak pengamat film yang bahkan menganggap Pulp Fiction sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa.

Quentin Trantino. Sumber : Highsnobiety
Dalam proses yang terus berkelanjutan, Tarantino bersama Lawrance Bender (produser film) membuat perusahaan produksi sendiri yang diberi nama A Band Apart . Nama ini diambil dari film gerakan French New Wave, yakni Bande à part(1964/Band of Outsiders) garapan Jean-Luc Goddard yang filmnya sangat mempengaruhi Tarantino dan rekan-rekannya.
Setelah menggarap film-film unik seperti Four Rooms (1995) dimana ia menggarap satu segmen cerita dari empat segmen dalam film tersebut, Tarantino beberapa kali bermain sebagai aktor pembantu dalam dua film yang digarap sohibnya, Rodriguez, yakni Desperado(1995) dan From Dusk Till Dawn (1995).
Tarantino memproduksi film ketiganya, Jackie Brown (1997), yang naskahnya ditulis sendiri berdasarkan novel Rum Punch karya Elmore Leonard. Film ini merupakan tribute Tarantino terhadap film-film kulit hitam (blaxploitation) era 70-an.
Film yang diibintangi oleh sederet nama-nama besar seperti Robert De Niro, Pam Grier, Robert Forster, Bridget Fonda, Michael Keaton, serta Samuel L. Jackson ini mampu meraih nominasi Oscar untuk aktor pembantu terbaik (Robert Forster), serta dua nominasi Golden Globe Award.
Karya-Karya Fenomenal
Setelah absen selama hampir enam tahun, pada tahun 2003, Tarantino memproduksi film aksi-kriminal, Kill Bill Vol. 1 (2003), yang berlanjut dengan sekuelnya, Kill Bill Vol. 2 (2004). Awalnya film ini akan dirilis dalam satu film namun akhirnya dipecah menjadi dua karena durasi total sekitar empat jam. Dalam dua film ini, Tarantino memadukan beberapa genre sekaligus, yakni silat Hong Kong, samurai (Chanbara), hinggaspaghetti westerns.

Beberapa Film Quentin Tarantino. Sumber : LiveJournal
Tidak seperti film-film Tarantino sebelumnya, Kill Bill mengambil lokasi syuting di banyak wilayah dan negara, seperti California, Texas, Beijing, Hong Kong, Tokyo, hingga Mexico. Film dengan bujet produksi masing-masing sekitar US$30 juta ini mampu meraih lebih dari total US$400 juta pada rilisnya, baik domestik maupun internasional serta menuai kesuksesan komersil yang luar biasa.
Tahun 2007, Tarantino kembali berkolaborsi bersama Robert Rodriguez, membuat dua seri film (double feature) yang diberi judul, Grindhouse (2007). Ide ini terinsipirasi dari poster film double feature klasik era 50-an yang berisi dua film. Grindhouse sendiri diinspirasi dari nama bioskop-bioskop era silam yang hanya memutar film-film kelas B. Rodriguez membuat film pertama yang berjudul Planet Terror (2007) dimana Tarantino sendiri mendapat peran kecil dalam filmnya. Sementara Tarantino membuat film kedua, Deathproof (2007).
Dua film ini memang dikemas dengan unik layaknya film aksi kelas B dengan gambar yang sengaja dibuat cacat, menyajikan beberapa iklan (film) fiktif, hingga ”missing reel”. Dalam film ini untuk pertama kalinya Tarantino bertindak sebagai sinematografer. Sekalipun dua film ini mendapat respon positif dari kritikus namun gagal secara komersial.
Tahun 2009, Tarantino kembali menyuguhkan film segar berbalut sejarah, Inglourious Basterds, dengan menyeleksi bintang film papan atas Brad Pitt dan Christoph Waltz. Film tersebut terinspirasi dari film perang tahun 1978 dengan judul yang sama.
Dalam film ini, hampir semua gaya khasnya ketika membuat film ia munculkan dengan gaya bertutur non konvensional. Yakni pola plot non-linier serta multiplot; seperti sebuah novel dengan menggunakan chapter atau babak, yang seringkali ia beri judul.
Film Inglourious Basterds juga memenangkan nominasi Oscar (2010) aktor pendukung terbaik dari Christoph Waltz. Ia bermain sangat cerdas dan apik dalam memerankan Kolonel SS Hans Landa, seorang antagonis The Jew Hunter (Pemburu Yahudi) yang ditugaskan Hitler dalam memburu orang-orang Yahudi di Perancis. Film dengan latar perang dunia kedua tersebut juga menampilkan betapa jeniusnya Tarantino dalam ‘memenggal’ sejarah. Dimana kematian Hitler yang masih jadi misteri diambil dan dimasukannya ke dalam film dan ia mati diberondong dengan senapan di dalam sebuah bioskop.
Kelak dikemudian hari film-film dengan gaya chapter ini juga akan menginspirasi sinematografer dan sutradara Indonesia seperti Mouly Surya dalam film garapannya, Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak (2017) yang mendapatkan 10 nominasi terbanyak dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2018 serta mewakili Indonesia dalam nominasi Oscar 2019.
Menunggu 'Once Upon a Time in Hollywood'
Baru-baru ini Quentin Tarantino memberitahukan dalam Instagramnya akan merilis film terbarunya yang berjudul Once Upon a Time in Hollywood pada 26 juli 2019. Film yang diisi oleh aktor-aktor papan atas Hollywood seperti Leonardo Dicaprio, Brad Pitt, Al Pacino, hingga Margot Robbie tersebut menggambarkan ledakan budaya tandingan pada era 60-an saat revolusi hippie terjadi dan ikut ambil bagian dalam perubahan besar-besaran di Hollywood.

Poster Film 'Once Upon a Time in Hollywood' Sumber : Instagram Quentin Tarantino
Tentu saja film ini telah ditunggu-tunggu jutaan penggemarnya di dunia. Bagaimana kisahnya? Kita tunggu saja film tersebut di bioskop kesayangan kita.