Raden Saleh, Maestro Dunia Pertama dari Indonesia | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: antaranews

Raden Saleh, Maestro Dunia Pertama dari Indonesia

Ceknricek.com. Dua di antara lukisan milik Museum Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah lukisan karya Raden Saleh bergambar potret diri Sri Sultan Hamengkubuwono VI dan Gusti Kanjeng Ratu Hageng. 

 

Nilai sejarah lukisan yang dibuat paruh kedua abad XIX ini tak bisa diremehkan. Apalagi yang membuatnya seorang maestro besar di zamannya. Karya-karyanya banyak dikoleksi para kolektor dunia. 

 

Raden Saleh memang bukan seniman biasa. Lahir di Semarang pada 1811, dia bahkan menjadi pelukis pertama dari Indonesia yang mendapatkan pendidikan khusus melukis di Eropa. Sejak kecil dia memang dititipkan pada keluarga seorang seniman asal Belgia, Antonie Auguste Joseph Paijen, yang sudah melihat bakat terpendam dalam diri Raden Saleh.

 

Joseph Paijen sengaja didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membuat lukisan pemandangan Indonesia, untuk dipajang di kantor-kantor pemerintahan Hindia Belanda. Dalam perjalanannya ke berbagai wilayah Indonesia ini, Paijen kerap mengajak Raden Saleh. Hingga membuat kemampuan melukisnya semakin meningkat.

 

Seiring bertambahnya usia, Paijen kembali ke negara asalnya. Raden Saleh lantas ikut bersama keluarga Belgia lain bernama Jean Baptiste de Linge. Bersamaan dengan tugas kerja ke Eropa, De Linge mengajak Raden Saleh untuk ikut tinggal di sana.

 

Di Eropa Raden Saleh seperti menemukan sebuah dunia baru yang membuatnya begitu nyaman. Ia enggan pulang lagi ke Indonesia. Dia terus mempererat jalinan hubungan dengan para golongan borjuis dan melukis wajah-wajah mereka. Karya-karyanya membuat nama Raden Saleh terkenal di Eropa. 

 

Gelar dari Kerajaan Inggris & Belanda

 

Raden Saleh juga menjalin hubungan dekat dengan keluarga Kerajaan Inggris. Ia bahkan menerima gelar kehormatan sebagai Knighthood of the Order of the Oaken Crown-Eikenkroon, pada 20 Desember 1844. 

 

Dalam tradisi Kerajaan Inggris, gelar itu biasa diberikan pada mereka yang berjasa di bidang sipil, militer, dan seni. Raden Saleh menganggap penghargaan tersebut sebagai sebuah anugerah besar yang sangat jarang diperoleh seorang keturunan Jawa.

 

Tak hanya dari Kerajaan Inggris, Raden Saleh juga mendapat penghargaan dari Kerajaan Belanda yang dipimpin Raja Willem III, sebagai Pelukis Sang Raja. Dalam berbagai pertemuan, Raden Saleh kerap diperkenalkan dengan sebutan Le Prince Javanais.

 

Melanglang buana selama sekitar 25 tahun di Eropa, membuat pola pikir Raden Saleh begitu liberal. Inilah yang kemudian makin memudahkan dia bergaul dengan kalangan bangsawan dari berbagai kerajaan, dan meminta jasanya untuk melukis anggota keluarga mereka. 

 

Selama hidup di Eropa, pengaruh para seniman di sana ikut melatarbelakangi aliran romantisisme yang dianut Raden Saleh. Inilah yang membuat karya Raden Saleh banyak disukai para kolektor dunia kala itu. 

 

Ciri romantisisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan sekaligus ketidakpastian takdir, juga tergambar kuat di karya-karyanya. Paradoksial itu ia tuangkan dalam suasana yang dramatis dan mencekam dengan sentuhan kecokelat-cokelatan. 

 

Penonjolan ekspresi dari obJek yang dilukis juga menjadi salah satu ciri aliran romantisisme. Karya Raden Saleh dipandang sebagai sebuah sindiran atas nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Sindiran ini tergambar di karya-karyanya yang bertema perburuan. 

 

Penentang Penindasan

 

Pendidikan barat yang ia dapatkan agaknya ikut membentuk pola pikir Raden Saleh yang idealis dan sangat menentang penindasan. Itu pula yang melatarbelakangi dirinya menciptakan karya besar, Penangkapan Pangeran Diponegoro. 

 

Lukisan itu sebenarnya menjadi kritik dari karya yang pernah dibuat pelukis Belanda, Nicolaas Pieneman, berjudul Penyerahan Diri Pangeran Diponegoro. Raden Saleh menganggap Pieneman tidak mendasari karyanya dengan penggambaran situasi yang sebenarnya saat itu. 

 

Menurut Raden Saleh, ada nuansa kelicikan saat panglima tentara Belanda, Jendera HM de Kock menangkap Pangeran Diponegoro. Dia sengaja menjebak pemimpin perang Jawa itu, dengan dalih perundingan damai. Namun, saat Pangeran Diponegoro datang ke Istana Karesidenan Magelang, dia justru ditangkap dan kemudian diasingkan.

 

Karya itu selanjutnya dihadiahkan ke Raja Willem III. Namun padA 1978 karya Raden Saleh itu diserahkan ke Pemerintah Republik Indonesia. Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan janji kebudayaan antara Indonesia-Belanda pada 1969, tentang kategori pengembalian kebudayaan milik Indonesia yang diambil, dipinjam, dan dipindahtangan ke Belanda pada masa lampau. 

 

Meski lukisan itu sebenarnya bukan milik Indonesia, karena hadiah dari Raden Saleh terhadap Raja Willem III, namun pihak Kerajaan Belanda menjadikannya sebagai hadiah. Lukisan berdimensi 112 x 178 cm itu dipajang di Istana Negara, Jakarta.

 

 

...

Untuk Iklan dan Partnership:

 

Whatsapp: 0816710450



Berita Terkait