Ceknricek.com -- Pandemi COVID-19 sudah menjangkiti ratusan ribu orang di Tanah Air, namun tidak sedikit yang sembuh dan pulih kembali. Para penyintas COVID-19 demikian sebutan yang dialamatkan kepada pasien corona yang sudah sembuh. Meski sudah dinyatakan sembuh, namun masih stigma yang melekat pada diri para penyintas ini.
Dalam talkshow virtual yang dilaksanakan di Media Center Graha BNPB Jakarta, Selasa, (20/10/20) terungkap bahwa para penyintas COVID-19 mengalami stigma negatif dari lingkungan sekitarnya.
“Stigma itu anggapan atau pandangan yang keliru, sehingga mempengaruhi kesembuhan pasien, “papar Dr.dr. Irmansyah, SpKJ (K) Ketua Jaringan Rehabilitasi Psikososial Indonesia (JRPI).
Sikap masyarakat yang menganggap pasien COVID-19 sebagai kutukan menimbulkan double burden.
“Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Udah sakit dijauhi dan kondisi ini sangat tidak menguntungkan,”lanjut dia.
Hal senada disampaikan Nurul Eka Hidayati dari Independent Pekerja Sosial Profesional Indonesia. Menurut Eka, demikian sapaan akrabnya, stigma negatif terhadap COVID-19 berasal dari ketidaktahuan dan informasi yang salah.
“Sekarang ini banyak informasi yang ilmiah dan tidak ilmiah bercampur aduk, jokes yang menyudutkan para penyintas COVID-19, sehingga memperparah keadaan,” ucapnya.
Klik video untuk tahu lebih banyak - KENA COVID-19, BUKAN AIB!
Menghadapi stigma-stigma negatif terhadap penyintas COVID-19 tidak ada jalan lain, kecuali dukungan dan solidaritas lingkungan di sekitarnya.
“Orang dalam kondisi mental yang tidak stabil karena penyakit yang diderita sangat butuh dukungan, khususnya keluarga yang menjadi orang terdekatnya,” terang Irmansyah.
Sementara dari lingkungan sosial, demi mengatasi hambatan terhadap akses kepada pelayanan pasien COVID-19, Nurul Eka Hidayati mengatakan pihaknya saat ini membentuk unit-unit kecil di tingkat RT dan RW kemudian bersinergi mendampingi para penyintas.
“Kita memberikan penguatan berupa capacity building menyiapkan kader-kader dengan melakukan training, bimbingan teknis agar mereka bisa bersinergi, “ujarnya.
Hal terpenting dalam penanganan penyintas COVID-19 agar terbebas dari stigma negatif menurut Irmansyah dan Nurul Eka Hidayati mengajak masyarakat ikut bertanggung jawab sebagai bagian dari social resilience.
“Bagaimana merespons sebuah keadaan dengan melindungi diri kita sebagai bagian dari upaya melindungi orang lain,” papar ahli psikososial ini.
Sedangkan bagi Nurul Eka Hidayati, seharusnya masyarakat Indonesia kembali kepada kearifan nasional seperti gotong royong dan tepa selira.
“Memberikan penguatan terhadap diri sendiri kemudian keluarga serta orang sekitar itu penting. Perlu solidaritas dan kerja sama. Sebab ini wabah, jika satu orang kena, kemungkinan yang lain bisa kena,”tandasnya.
Baca juga: Suara Orang Terdekat Percepat Kesembuhan Pasien Covid-19
Baca juga: Selain 3M, Ada Juga 3K Untuk Lawan COVID-19