Satu Hari, Satu Tulisan | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Satu Hari, Satu Tulisan

Hikmah dari Buka Bersama Satupena

Ceknricek.com--Amel dan Tami mengundang Wina Armada ke depan. Penulis senior 64 tahun ini tampil kece. Rambutnya dipangkas model anak muda sekarang. Dia menggantungkan semacam syal di lehernya. Warnanya merah di atas dasar putih, serasi dengan baju hitamnya. Dia tampak rapi dan modis. Terkesan sangat menghargai pengundang dan tamu yang hadir.

Tapi yang lebih dahsyat adalah pidatonya. Katanya, dia menulis sehari satu tulisan. Kadang-kadang dua judul. Isinya, sketsa serba serbi salat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya.

Edisi 16 sketsa salat subuh itu berjudul “Niat Ingsun”. Terbit Jumat tanggal 7 April pukul 13.49. Isinya kesaksian Wina tentang seorang jamaah salat subuh, yang tinggal di RW yang sama dengan Wina. Dia pensiunan PNS dan memiliki banyak rumah kontrakan. Tetangga satu RW ini mendengar bahwa Wina ingin menjual lapangan basket yang sudah tidak dipakai lagi, di sekitar rumah WIna. Secara sistematis tetangga ini mendekati Wina dengan rajin ikut salat subuh berjamaah di masjid Wina. Tujuannya agar bisa membeli tanah Wina itu dengan harga murah. Pria ini berhasil mengambil hati Wina karena rajin salat subuh bareng di masjid yang sama. Lalu jual beli tanah sah secara hukum dengan harga lebih murah dibandingkan harga pasar. Ketika membeli tanah itu untuk lapangan basket, Wina membayar di atas harga pasar. Membeli dengan harga mahal, menjual dengan harga murah. Alasannya, Wina tidak mencari untung dari tetangganya. Apalagi pembeli tanah ini adalah jamaah salat subuh di masjid dekat rumahnya. Eh, ternyata, setelah transaksi murah hati Wina, si tetangga tidak muncul lagi ke masjid. Jadi, Wina mempertanyakan niat tetangga itu ikut salat subuh berjamaah. Itu hanya siasat agar mendapatkan tanah dengan harga murah.

Tulisan asli Wina di atas enak dibaca, dan menghibur, juga ada nilai-nilai kebaikan yang ditanamkan pada tubuh cerita. Panjang tulisan berjudul “Niat Ingsun” itu adalah 6.670 karakter, kira-kira sama panjang dengan tulisan di rubrik opini Kompas halaman 6. Menurut Wina, satu tulisan itu bisa dikerjakan dalam dua jam. Sampai kini Wina masih menulis tiap hari. Satu hari, satu judul. Kadang-kadang dua judul. Tema tetap: serba serbi salat subuh. Ini luar biasa.

Selain Wina, kita juga tahu suhu di Satupena, Jaya Suprana, menulis tiap hari di rubrik Kolom pada media online Kompas.com. Tulisan pertamanya di rubrik Kolom Kompas.com berjudul “Wabah Penyakit Menular Terjadi Setiap 100 Tahun”, dimuat tanggal 24 Maret 2020, pukul 12.44. Hingga kini, Jaya sudah menulis dan menayangkan 798 judul untuk kolomnya. Tulisan terbaru di kolom Jaya berjudul “ Jangan Samakan DPR dengan TK”, panjangnya 2.537 karakter. Ini panjang tulisan yang lebih terasa pas jika disebarkan melalui media sosial. Semua artikel Jaya Suprana di rubrik kolom itu telah dibaca 5.587.525 kali. Jumlah yang luar biasa.

Sebelum mengunggah tulisan di Kompas.com, Jaya mengambil jarak waktu sekitar dua jam, lalu membaca ulang, untuk memperbaiki bagian yang salah, jika ada.

Ketua umum Satupena, Denny JA juga menulis hampir setiap hari. Tulisan baru Denny JA selalu dibagikan ke semua WAG yang diikutinya. Setelah itu, tulisan tersebut juga disebarulangkan oleh beberapa media online pada hari yang sama. Panjangnya beragam. Tulisan yang berasal dari pidato sambutan Acara Berbuka Puasa Satu Pena panjangnya adalah 8.277 karakter. Tetapi, pembaca merasa nyaman saja membacanya karena tulisan itu “mengalir”.

Denny JA berbeda dengan Wina dan Jaya dalam hal memilih media tayang yang digunakan. Wina dan Jaya menggunakan media online saja. Lalu link tulisan tersebut disebarkan melalui media sosial, terutama WAG. Ini adalah cara keren menyebarkan tulisan. Sedangkan Denny menggunakan media lebih banyak. Hampir semua tulisannya berasal dari pidato pada acara Satupena, puisi esai, esoterika, bahkan pidato perkawinan dan ulang tahun teman. Pidato tersebut direkam, lalu disebarkan melalui Youtube.

Jadi, publik bisa memilih versi yang diinginkannya untuk menikmati gagasannya: memeriksa videonya melalui Youtube atau membaca teks di WAG. Denny pernah berkata begini: untuk menulis Denny selalu riset. Lalu membuat analisis, dan menuangkannya dalam teks. Sayang sekali jika hasilnya tidak direkam dalam video. Maksudnya, ada nilai yang besar dalam setiap gagasannya yang dituangkan dalam tulisan sehingga sangat baik jika disebarkan dalam berbagai format media.

Ada satu contoh lagi dari senior kita di Satupena: yaitu Ilham Bintang Dia wartawan, penulis, dan pengusaha media. Saya tidak tahu apakah Ilham menulis setiap hari secara rutin. Tetapi yang saya ketahui, Ilham hampir selalu menuliskan acara yang dihadirinya dalam bentuk reportase yang ditambahi opini di dalamnya. Yang lebih menarik adalah reportase ini langsung tayang ketika sebuah acara yang dihadirinya masih berlangsung, atau beberapa menit setelah acara bubar. Artinya, Ilham adalah seorang penulis cepat. Tulisan Buka Puasa Satupena ditulis dan disebarkan pada pukul 20.37, saat acara berakhir. Lalu disambung dengan tulisan kedua yang lebih panjang dan lengkap pada keesokan harinya, Jumat pukul 12.11 di media online Antara Kaltara.

Ilham dan Denny menulis menggunakan telepon genggamnya. Bisa menulis di mobil, di kursi restoran, atau sambil tiduran. Jadi terlatih menulis menggunakan HP.

Hikmah dari cerita di atas adalah para senior Satupena telah memberikan teladan baik dalam menulis: yaitu menulis satu hari satu judul.

Wina Armada menulis sketsa dari pengalaman sehari-hari, yaitu salat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya. Isinya reportase plus yang diimbuhi opini dan nilai-nilai baik yang diselipkan di dalamnya. Jaya Suprana menulis tentang tema yang menarik perhatiannya. Kadang-kadang dia merespon peristiwa penting yang terjadi di negara. Kira-kira seperti pengamat. Tema tulisan Denny adalah pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Ilham Bintang sering membuat reportase tentang acara yang dihadirinya.

Para senior ini adalah orang yang luar biasa dalam menulis. Mereka seperti menerima “wahyu”, lalu menuliskannya dengan segera dan langsung menyebarkannya ke publik.

Ayo, kita belajar dari senior Satupena: menulis satu hari, satu tulisan. Menulis tentang apa saja. Tergantung “wahyu” yang datang atau minat. Bisa juga tulisan yang berisi respon terhadap peristiwa atau isu yang menarik perhatian media.

#Jonminofri nazir, koordinator satupenaTV

 


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait