Sudirman Said: Krisis Keteladan, Penting Belajar dari Para Pendiri Bangsa | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Sumber: Istimewa

Sudirman Said: Krisis Keteladan, Penting Belajar dari Para Pendiri Bangsa

Ceknricek.com--Sebagai sebuah bangsa, Indonesia sedang dihadapkan pada suasana yang mengarah pada krisis keteladanan. Para pemimpin yang seharusnya bisa dijadikan panutan malah sibuk mengurus diri dan kelompoknya masing-masing. Rakyat dibiarkan saling curiga, konflik antar golongan tak kunjung mereda.

"Kondisi ini sangat tidak kondusif untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta menjaga ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial," kata Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said di kediamannya di Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (27/8/2020).

Prihatin dengan kondisi itu Sudirman mengajak seluruh komponen bangsa, terutama mereka yang mendapat amanah mengurus rakyat untuk meneladani para pendiri bangsa, yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Haji Oemar Said Tjokroaminoto, Soekarno, Muhammad Hatta, dan Panglima Besar Jenderal Sudirman adalah tokoh bangsa yang patut menjadi tempat bercermin para pemimpin hari ini. Keempatnya mewakafkan seluruh hidupnya untk kepentingan bangsa, bukan kepentingan kelompok. Apalagi kepentingan pribadi.

Baca Juga : Manajemen Krisis Para Menteri Lemah, Jokowi Ngomel

"Mereka berempat pemimpin sejati bangsa ini. Kita rindu dipimpin oleh orang-orang seperti mereka. Yang seluruh hidup dan kehidupannya didarmabaktikan untuk memajukan kehidupan bangsa," terang Sudirman.

Sudirman mengagumi keempat tokoh bangsa itu. Kekaguman dan kerinduan akan sosok pemimpin seperti mereka diwujudkan dengan memesan lukisan khusus yang menyandingkan keempat tokoh besar itu kepada pelukis kondang Hardi.  Lukisan cat minyak berukuran 1 x 2 meter itu akan jadi pengingat bagi dirinya dan anak bangsa lainnya untuk tidak melupakan sumbangsih besar  mereka kepada bangsa dan negara. Dan yang lebih penting mereka mewariskan keteladanan yang sangat baik bagi generasi penerus.

Ia menjelaskan, keempatnya tokoh ini mewakili tiga generasi Pemimpin Bangsa.  HOS Tjokroaminoto lahir tahun 1828, Bung Karno lahir tahun 1901, Bung Hatta 1902, dan Panglima Besar Soedirman 1916.  Bung Hatta mungkin tidak pernah bertemu Tjokro, begitupun Panglima Soedirman.   Yang menyambungkan mereka adalah nilai-nilai luhur: kejujuran, idealisme tentang bangsanya, visi, nasionalisme, dan patriotism.

"Yang menarik, mereka kaum terdidik yang memilih peran sebagai pendidik, pejuang, pemimpin, dan pada dasarnya mereka adalah politisi.  Politik di tangan mereka benar-benar jadi alat untuk memajukan bangsa. Politik yang mereka jalankan politik adiluhur untuk membangun peradaban sehingga bangsa ini bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Politik di tangan mereka jadi alat pemersatu. Politik menjadi begitu mulia karena tujuan mereka terjun ke politik memang mulia," urai dia.

Baca Juga : Sudirman Said: Bung Karno Melarang Pancasila Jadi  Milik Satu Golongan

Dosen mata kuliah Kepemimpinan di beberapa perguruan tinggi ini, prihatin dengan keadaan saat ini, yang terkesan menjauhkan politik dari nilai-nilai luhur.  “Saya sering mendengar ungkapan satir, ‘ini politik Bung!’.  Orang-orang idealis sulit berpolitik.  Ini menyedihkan.  Seolah-olah ada dua ‘kolam’ terpisah antara politik dengan nilai-nilai luhur.  Orang jujur, idealis, patriotik, tidak ada tempatnya di politik.   Di sisi lain, politik identik dengan kekuasaan dengan perilaku korup, manipulasi, dan kebohongan publik.  Kekuatan politik dipakai melemahkan perjuangan pemberantasan korupsi, memproduksi legislasi sepihak tanpa mendengar suara rakyat,” ujarnya.

Sudirman lantas membandingkan konteks situasi yang menurutnya ironis.  “Di awal kemerdekaan, rakyat kita 95 % lebih buta huruf.  Tetapi kita mendapatkan para pemimpin yang cerdas, visioner, teguh dalam prinsip, dan membanggakan di mata dunia.   Saat ini keadaan berbalik 180 %, yang buta huruf mungkin tidak sampai 3%, sebagian besar rakyat memperoleh pendidikan minimal SLTA, kita punya jutaan sarjana; tetapi panggung kepemimpinan nasional secara umum tidak mewakili majunya keluhuran dan idealisme kebangsaan yang dicontohkan oleh para pendiri bangsa,”pungkas Sudirman.

BACA JUGA: Cek FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini

 



Berita Terkait