Ceknricek.com - Menjelang ulang tahunnya yang ke-21, keinginan Tatjana Saphira mengantongi kewarganegaraan Indonesia (WNI) masih menggantung. Ia bisa menjadi warga negara Jerman, atau bahkan terancam tak memiliki kewarganegaraan (stateless).
Kegalauan Tatjana disampaikan dalam peringatan ulang tahun kesepuluh organisasi Masyarakat Perkawinan Campur (PerCa), di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (11/4). “Ini pilihan berat karena enggak bisa dipungkiri aku lahir dan besar di Indonesia, tapi dalam diri aku ada darah ayah, itu sama artinya dengan memilih salah satu dari orang tuaku,” katanya.
(baca: Tatjana Saphira : “Saya Cinta Indonesia” )
Tatjana Saphira Hartmann – begitu nama lengkapnya – memang lahir dari perkawinan campuran. Ayahnya, Joachim Hartmann, berkebangsaan Jerman. Sementara ibunya, Ade Hartmann, seorang WNI. Ia lahir di Jakarta, 21 Mei 1997.
Menurut UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, setiap anak yang lahir dari perkawinan sah seorang WNA dengan WNI, berhak mendapatkan dua kewarganegaraan. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No M.HH-19.AH.10.01 tahun 2011 kemudian menegaskan, mereka wajib memilih salah satu kewarganegaraan sesuai keinginan dan pilihannya sendiri, paling lambat tiga tahun setelah berusia 18 tahun.
Saling Menunggu
Ketua Umum PerCa Juliani Wistarina Luthan berharap, keinginan Tatjana untuk mendapatkan pengakuan secara resmi dari pemerintah Indonesia bisa dipermudah. Saat ini upaya tersebut masih terkendala karena pemerintah kedua belah pihak terkesan saling menunggu.
Di satu sisi, pemerintah Jerman menanti kepastian pemerintah Indonesia terkait pengesahan Tatjana menjadi WNI. Penegasan ini diperlukan karena pemerintah Jerman tak ingin Tatjana stateless. Di lain pihak, pemerintah Indonesia juga menunggu kepastian dari pemerintah Jerman soal pelepasan kewarganegaraan Jerman Tatjana.
Foto : Tatjana Saphira/YayatR/C&R.
Sejauh ini, pihak Imigrasi Indonesia belum bersedia memberikan komentar. Menurut seorang staf khusus Direktorat Imigrasi Kemenhukman, Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Franky Sompie sedang berada di Amerika Serikat. Sementara Humas Imigrasi yang sebelumnya telah berjanji memberi keterangan, hingga berita ini diturunkan, Selasa (24/4) dini hari, belum memberikan penjelasan.
Kendala yang dialami Tatjana rupanya pernah dirasakan sejumlah artis lain yang lahir dari perkawinan campuran. Ada yang harus menunda kepastian kewarganegaraan, ada juga yang dideportasi karena dianggap melanggar izin tinggal. Rianti Cartwright, misalnya, harus menunggu sampai lima tahun sebelum resmi mengantongi kewarganegaraan Indonesia.
Begitu pun dengan Dewi Sandra yang bahkan sempat dideportasi karena dianggap melakukan aktivitas ilegal di Indonesia.
Menentukan Pilihan
Tatjana mengawali kariernya sebagai model video klip. Ia sempat tampil di video klip Panah Asmara (Afgan), Cinta Palsu (Butterfly), Dia (Sammy Simorangkir), Pupus Kasih-Tak Sampai (Vidi Aldiano), dan Ini Cinta (NOAH).
Dari video klip, Tatjana merambah ke film layar lebar. Crazy Love, Get M4rried (2013), Runaway (2014), Negeri Van Oranje (2015), I Am Hope (2016), film Stip & Pensil (2017), dan Sweet 20 (2017) adalah beberapa judul di antaranya. Namanya bahkan sempat masuk nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik di Indonesia Box Office Movie Awards dan nominasi Pasangan Terbaik (bersama Tio Pakusadewo) di Indonesia Movie Actor Awards (2016). Tatjana Saphira makin berkibar setelah ia memerankan salah satu tokoh utama dalam film terbarunya, Ayat-Ayat Cinta 2.
Kiprahnya di industri hiburan Tanah Air menjadi salah satu pertimbangan Tatjana dalam menentukan kewarganegaraan. Ia mengaku telah menetapkan pilihan setelah melalui diskusi panjang dengan kedua orang tua.
Tatjana Saphira dalam film Ayat-Ayat Cinta 2[/caption]
Tatjana mengatakan, topik soal kewarganegaraan bahkan sudah dibahas serius sejak satu-dua tahun lalu di kalangan internal keluarga. Dara berpostur 170 sentimeter itu juga intens berdialog dan berkonsultasi dengan banyak orang, terutama dari kalangan komunitas PerCa.
Dengan pertimbangan karier, teman, keluarga, dan kecintaannya terhadap tanah kelahiran, Tatjana mantap memutuskan untuk memilih kewarganegaraan Indonesia. Menurut dia, sang ayah sempat tidak rela mendengar keputusan tersebut. Namun setelah Tatjana memberikan penjelasan secara rinci, sang ayah mendukung keputusan putri sulungnya itu.
“Dari perspektif papa, ia selalu memberikan saran, kalau nantinya aku berencana tinggal di Jerman atau berkarier di luar negeri, mungkin lebih wise untuk memegang paspor Jerman. Tapi karena selama ini aku selalu membawa nama Indonesia jika ada pekerjaan di luar, aku tetap pada pendirianku untuk memilih kewarganegaraan Indonesia,” katanya.
Menurut Tatjana, setiap pilihan warga negara ada kelebihan dan kekurangannya. Ia sadar benar, kondisi dan jaminan sosial bagi warga negara Jerman jauh lebih baik.
Terlanjur Cinta
Mengutip deutschagung.blogspot.co.id, salah satu pilar utama keberhasilan Jerman adalah sistem jaminan sosial paripurna. Jaringan sosial di Jerman termasuk yang paling tinggi di dunia : 26,7 persen pendapatan nasional bruto dipergunakan untuk belanja negara di bidang sosial. Tata ekonomi “model Jerman” menjadi kisah sukses yang dicontoh banyak negara.
Untuk perbandingan, Amerika Serikat menginvestasikan 15,9 persen di bidang itu, negara anggota OECD rata-rata 20,5 persen. Di Jerman, sistem lengkap yang mencakup asuransi kesehatan, purnakarya, kecelakaan, perawatan, dan pengangguran melindungi warga terhadap dampak finansial dari risiko yang dapat mengancam eksistensi.
Jaringan sosial itu meliputi tunjangan yang dibiayai oleh pajak, seperti dana pengimbang untuk keluarga (tunjangan anak, potongan pajak) atau tunjangan yang menutup pengeluaran untuk kebutuhan pokok purnakaryawan atau orang cacat tetap. Menurut pengertian yang berlaku, Jerman adalah negara yang memprioritaskan jaminan sosial bagi semua warganya.
Apa yang membuat Tatjana bersikukuh memilih WNI? “Semua tentu tak lepas dari rasa, di mana saya sudah terlanjur cinta pada negeri ini (Indonesia). Saya tidak mungkin melepaskan status sebagai warga negara ini (Indonesia),” jawabnya.