Oleh Redaksi Ceknricek.com
01/24/2020, 10:41 WIB
Ceknricek.com -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan "obstruction of justice" atau merintangi penyidikan terkait kasus yang menjerat kader PDI Perjuangan Harun Masiku (HAR).
"Bersama koalisi masyarakat sipil lainnya, kami melaporkan saudara Yasonna Laoly selaku Menkumham atas dugaan menghalangi proses hukum atau obstruction of justice yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman 12 tahun penjara," kata Kurnia Ramadhana mewakili Koalisi di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/1).
Menurut Kurnia, laporan itu disampaikan dalam konteks kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku. Pihaknya melihat ada keterangan tidak benar yang disampaikan Yasonna Laoly. Dikatakan Harun telah keluar dari Indonesia pada 6 Januari, dan belum ada data ia kembali ke Indonesia. Padahal, menurut data lainnya, Harun telah kembali ke Indonesia sejak 7 Januari 2020.
Sumber: Merahputih
Baca Juga: Menkumham Yasonna Akhirnya Minta Maaf pada Warga Tanjung Priok
"Tetapi tidak ditindaklanjuti oleh Kemenkumham dan baru kemarin (Rabu (21/1), mereka menyatakan dengan berbagai alasan ada sistem yang keliru dan lain-lain. Karena ini sudah masuk penyidikan sejak 9 Januari, KPK harusnya segera menindak Yasonna dengan Pasal 21 (menghalangi proses hukum)," kata Kurnia kepada Antara.
Sebagai informasi, pasal 21 tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana paling singkat tiga tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Menebar Hoaks
Dalam laporannya, Koalisi turut membawa laporan pendukung berupa satu berkas dokumen seperti rekaman CCTV atau kamera pengawas di Bandara Soekarno-Hatta yang memperlihatkan kedatangan tersangka Harun dari Singapura pada 7 Januari 2020.
"Kita membawa CCTV yang juga sudah beredar di masyarakat kedatangan Harun Masiku di Bandara Soekarno-Hatta. Tidak masuk akal alasan dari Kementerian Hukum dan HAM. Sebenarnya kan sederhana, mereka tinggal cek CCTV di bandara," ujar Kurnia.
Ia juga mengkritisi pimpinan KPK soal polemik keberadaan Harun tersebut. Kurnia bahkan sempat mengatakan bahwa pimpinan KPK dan Menkumham menebar hoaks ketika mengatakan Harun masih ada di luar negeri.
Kurnia meminta, setelah menerima dan ditemukan adanya kebenaran dalam laporan tersebut, KPK segera menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) atas adanya "obstruction of justice" itu. "Tuntutan kami ada dua, yaitu segera menerbitkan sprinlidik atau Presiden memecat Yasonna," ujar Kurnia.
Sumber: Publicanews
Seperti diberitakan sebelumnya, menurut catatan imigrasi, Harun telah keluar Indonesia menuju Singapura pada Senin (6/1) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang sekitar pukul 11.00 WIB. Sejak saat itu, Harun disebut belum kembali lagi ke Indonesia.
Namun, berdasarkan pengakuan istri Harun, Hildawati Jamrin dan rekaman kamera pengawas di Bandara Soekarno-Hatta yang beredar, Harus telah berada di Jakarta pada Selasa (7/1).
KPK kemudian mengirimkan surat permohonan pencegahan ke luar negeri untuk tersangka Harun kepada imigrasi, Senin (13/1). Bahkan dilanjutkan pula dengan permohonan bantuan penangkapan, dan permintaan memasukkan Harun dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
Editor: Farid R Iskandar