Ceknricek.com--Sebelum menjawab judul di atas kita mengandaikan saja bahwa Anies Baswedan dinyatakan tidak terbukti terlibat kasus dugaan korupsi Formula E sehingga layak maju sebagai calon presiden. Juga koalisi 3 partai pengusung Anies Baswedan tetap solid sehingga tiket capres tetap dalam genggaman Anies.
Sebelum membahas peluang Anies, ada baiknya kita menyegarkan kembali soal prinsip memilih dalam sebuah negara demokrasi. Dalam konteks konstetasi presiden, misalnya, calon presiden kita pilih karena yang bersangkutan unggul dalam visi, integritas dan kerja nyata. Tidak peduli adanya perbedaan suku, agama dan pandangan politik.
Saya teringat Theresa May, Perdana Menteri Inggris tahun 2018 menjadikan meritokrasi sebagai visi membangun Inggris. Kata Theresa: “I want Britain to be a place where advantage is based on merit not privilege. That your talent and hard work that matter, not where you were born, who your parents are.”
Empat tahun kemudian visi Theresa May terwujud. Rishi Sunak, warga negara Inggris keturunan India dan beragama Hindu pula terpilih menjadi Perdana Menteri Inggris. Mengapa Sunak terpilih? Rakyat Inggris melihat dia sosok yang tepat dalam membawa Inggris keluar dari krisis ekonomi.
Politik Cebong Vs Kadrun
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah politik pilpres 2024 masih melanjutkan politik 2019 dimana terjadi polarisasi tajam antara Cebong dan Kadrun? Idealnya memang meritokrasi menjadi keutamaan daripada politik identitas. Namun faktanya politik identitas, terutama ideologi, masih lebih laku dari meritokrasi. Ada beberapa sebab yang melandasinya.
Pertama, karena justru identitas ini menjadi kunci meraup suara dari basis pendukung masing-masing partai politik. Partai politik berkepentingan memperkuat identitas ini agar kadernya tetap loyal pada partai dan calon presiden yang diusung partai. Kadang, sengaja atau tanpa sengaja, muncul praktik politik machiavellisme. Menghalalkan segala cara termasuk menebar kebencian dan memecah belah. Konflik horizontal pun tak terhindarkan.
Kedua, menguatnya sentimen anti-pluralisme, radikalisme, serta kebangkitan pro syariat Islam. Survei SMRC Oktober 2022 memperlihatkan 27,6 persen warga mendukung penerapan Syariat Islam. Ini bukan jumlah yang sedikit, dan tentu saja menjadi kekuatiran besar kalangan nasionalis yang Pro Pancasila. Masuk akal bila mereka berjuang keras agar presiden terpilih adalah nasionalis sejati.
Ketiga, sosok Anies Baswedan belum bisa diterima secara luas oleh kalangan nasionalis karena stigmatisasi kadrun pada Anies saat pilkada 2017. Saat menjadi Gubernur, relasi Anies dengan kalangan nasionalis juga hanya so-so saja, terkesan menjaga jarak. Sebaliknya Anies tampak lebih mendekatkan diri dengan tokoh-tokoh Islam yang dianggap garis keras, misalnya Habib Rizieq Shihab.
Tak mengherankan, ruang medsos dan percakapan ruang publik kalangan nasionalis, Anies adalah musuh. Warning Presiden Jokowi agar jangan sembrono memilih capres seakan memberikan doping kepada kalangan nasionalis untuk mencegah Anies jadi presiden. Pokoknya, say no to Anies.
Basis Suara Anies
Lantas bagaimana peluang Anies Baswedan? Tidak diinginkan kalangan nasionalis bukan berarti peluang Anies sirna. Secara matematis suara Demokrat, PKS dan Nasdem sudah di kantong Anies. Bahkan Anies berpeluang merebut sebagian suara dari Gerindra. Beberapa riset memperlihatkan demografi dan ideologi pemilih Prabowo dan Anies relatif sama. Oleh karenanya Anies mesti bertarung ketat dengan Prabowo untuk memperebutkan suara di kalangan pemilih Islam agamis.
Bila melihat elemen suara Gerindra, Anies berpeluang besar merebut sebagian suara dari elemen Islam agamis yang terkonsentrasi kuat di Sumatera Barat, NTB dan Jawa Barat. Mengapa demikian? Karena Anies dinilai lebih agamis dari Prabowo, serta tidak memiliki dosa sejarah seperti Prabowo.
Faktor non ideologis yang lebih menguntungkan Anies adalah bila muncul kesadaran rasional untuk menimbang ulang probabilitas Prabowo memenangkan pilpres 2024. Prabowo sudah 2 kali kalah pilpres, elektabilitasnya cenderung menurun, sedangkan Anies terus menguat. Survei SMRC Oktober 2022 memperlihatkan elektabilitas Prabowo Subianto per Maret 2021 masih 34,1 persen. Namun per Oktober 2022 turun menjadi 27,5 persen. Sementara Anies Baswedan pada periode yang sama mengalami kenaikan dari 23,5 persen menjadi 26 persen.
Fakta ini bisa saja jadi pemicu bagi pemilih Gerindra untuk mengalihkan suaranya ke Anies. Lebih realistis mengusung capres yang punya peluang lebih besar untuk menang. Kalau Prabowo tersingkir di putaran pertama, Anies bisa berharap suara pendukung Prabowo beralih padanya mengingat adanya kesamaan ideologis.
Kontribusi Nasdem
Keberadaan Nasdem tidak bisa dipandang sebelah mata. Perolehan suara 9,05 persen pada pemilu 2019 adalah modal untuk memperluas basis suara Anies dari kalangan nasionalis. Tentu saja tidak bisa kita simpulkan semua suara Nasdem akan tumpah ke Anies karena banyak kader dan simpatisan Nasdem yang kecewa dengan pilihan Nasdem mendukung Anies.
Kontribusi Nasdem lainnya yang juga signifikan adalah jaringan konglomerasi medianya. Media Group memiliki jaringan radio, media online, media cetak dan media televisi berita terkemuka Metro TV. Bercermin pada pemilu-pemilu sebelumnya, jaringan media Surya Paloh selalu all out mendukung capres pilihan. Tidaklah mengherankan bila saatnya nanti bertalu-talu muncul framing, narasi-narasi yang mengglorifikasi Anies, baik dari aspek paham kebangsaan maupun rekam jejak dalam kerja. Singkat kata, Anies akan disulap sedemikian rupa sehingga sinkron dengan tagline Surya Paloh: “Why not the best”.
Kinerja Anies
Banyak yang meragukan kemampuan kerja Anies Baswedan saat menjadi gubernur mengingat sebelumnya lebih menonjol dalam membangun narasi. Apa yang dijanjikan Anies dianggap tak lebih dari lips service. Namun Anies ternyata memperlihatkan prestasi yang cukup bagus, terbukti dari hasil survei beberapa lembaga survei terpercaya seperti LSI dan Populi Center.
Survei LSI memperlihatkan 80,9 persen warga Jakarta puas dengan kepemimpinan Anies Baswedan. Meskipun masih terdapat tiga persoalan krusial yang belum memuaskan warga yakni kemacetan (58 persen tidak puas), penanganan korupsi (44 persen tidak puas) dan pengurangan angka kemiskinan (46 persen tidak puas). Populi Center melansir 15 program dinilai berhasil oleh warga. Namun ada 12 program yang dinilai kurang berhasil. Yakni penanganan banjir, penambahan rumah susun, rumah DP 0 persen, pelaksanaan Formula E, reklamasi pantai utara, normalisasi sungai dan penataan PKL Tanah Abang.
Suka atau tidak suka, apa yang telah dilakukan Anies Baswedan dalam membangun DKI Jakarta sudah selayaknya mendapat apresiasi. Dan ini tentu saja akan menjadi modal penting bagi Anies apabila secara resmi telah menjadi calon presiden.
Faktor Cawapres
Basis dukungan Anies lainnya adalah calon wakil presiden. Bila melihat elektabilitas cawapres dari partai pengusung, AHY lebih unggul dari Ahmad Heryawan (Aher). Namun AHY memiliki kelemahan. AHY belum memiliki rekam jejak dalam bekerja. Bagaimana dengan Aher? Aher elektabilitasnya rendah, dan juga terlalu PKS. Mengambil Aher adalah kartu mati. Elektabilitas rendah, juga semakin menguatkan stigma Anies.
Menurut saya, Anies perlu mempertimbangkan opsi cawapresnya dari kalangan nasionalis. Apa keuntungannya? Pertama, bisa mengurangi stigma Anies. Kedua, Anies berpeluang meraup dukungan suara dari kantong nasionalis. Ketiga, dengan sendirinya mengurangi suara rival Anies yang bakal diusung PDIP.
Beberapa nama yang sudah masuk radar survei Khofifah Indar Parawansa, Andika Perkasa, dan Ridwan Kamil. Khofifah dari NU, perempuan, rekam jejak bagus dan basis suara Jawa Timur, terbanyak kedua setelah Jawa Barat. Ridwan Kamil paling seksi, pemilik elektabilitas tertinggi untuk cawapres, juga punya rekam jejak kuat dalam prestasi kerja. Dan jangan lupa Ridwan Kamil punya basis kuat di Jawa Barat, provinsi dengan pemilih terbanyak. Namun tidak mudah menggandeng Ridwan. Ridwan Kamil tampaknya memilih menjadi orang Golkar, dan berpeluang kuat menjadi jagoan Golkar untuk menjadi cawapres Ganjar Pranowo.
Menarik kriteria yang diusulkan Jusuf Kalla, tidak perlu elektabilitas tinggi tapi teruji dalam kerja. Tetapi sebelumnya kita lihat dulu seberapa besar pengaruh Jusuf Kalla terhadap Anies Baswedan.Perlu dicatat Jusuf Kalla adalah tokoh yang berjasa besar menghantarkan Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI. Saat wawancara dengan saya Desember 2020 dalam program Special Interview with Claudius Boekan , Jusuf Kalla mengakui dialah yang mengusulkan pencalonan Anies Baswedan. 12 jam sebelum penutupan pendaftaran Jusuf Kalla melobi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden PKS Sohibul Iman agar mencalonkan Anies Baswedan. Pilihan Jusuf Kalla ini berbeda dengan Presiden Joko Widodo yang mendukung Basuki T Purnama. Alasan Jusuf Kalla, jika Basuki menang akan terjadi keributan dan membahayakan Presiden Jokowi.
Kembali ke usulan Jusuf Kalla. Bisa dibaca usul Jusuf Kalla ini tidak terlepas dari dinamika perebutan cawapres antara Demokrat dan PKS. Bila terjadi deadlock, cawapres alternatif jadi opsi yang masuk akal. Bisa jadi Jusuf Kalla sudah membangun komunikasi dengan Surya Paloh dan Anies Baswedan mengenai opsi cawapres alternatif. Mengingat jasa Jusuf Kalla, masuk akal bila Anies Baswedan mempertimbangkan opsi cawapres versi Jusuf Kalla. Apalagi bila usul ini adalah kesepakatan dan kepentingan bersama Jusuf Kalla dan Surya Paloh, tentu bisa menjadi game changer yang mengubah peta persaingan cawapres Anies Baswedan.
Skenario ini bisa melahirkan kejutan baru, calon wakil presiden di luar AHY dan Aher. Namun kejutan ini bisa melahirkan kejutan baru, berupa hengkangnya Demokrat dari koalisi karena AHY gagal menjadi cawapres. Tentu saja dibutuhkan kepiawaian Anies Baswedan, Jusuf Kalla dan Surya Paloh untuk mengelola krisis internal ini sehingga tiket capres untuk Anies Baswedan tetap aman.
Ganjar Pranowo Saingan Terberat
Kembali ke judul, Anies Baswedan Presiden Mimpi atau Nyata, saya kira tergantung pada siapa lawannya. Jika Puan Maharani yang diusung PDIP, Anies akan melenggang mulus ke putaran kedua bila ada 3 pasangan capres, yakni Anies, Prabowo dan Puan. Dan saya yakin, Anies dengan berbagai kelebihannya akan mengalahkan Prabowo dengan berbagai kelemahannya. Ini berarti Anies Presiden 2024 adalah nyata.
Namun apabila Ganjar Pranowo yang diusung PDIP, Anies Presiden 2024 masih mimpi. Saya sengaja tidak menyebut Ganjar Pranowo memiliki opsi diusung Koalisi Indonesia Bersatu karena saya yakin Ganjar Pranowo akan mendapat tiket dari PDIP. Bukan semata karena elektabilitasnya paling tinggi tetapi karena dua Kingmaker kunci Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo menyadari betul betapa pentingnya seorang Ganjar Pranowo dalam merawat Pancasila dan NKRI, serta melanjutkan kerja besar yang baru dimulai, Ibukota Negara.
Cibubur, 9 November 2022
#Claudius V Boekan, Host Monolog Politik Bung Clau
Editor: Ariful Hakim